Pohonnya ternyata dibuat menjadi pajangan, didekor dengan lampu dan dijadikan background untuk pertunjukan musik. Dia kesakitan dan orang-orang tak membiarkannya tumbuh.
Aku dan Dion memilih duduk di kursi dan melihat pertunjukan. Namun, telingaku terus menangkap suara pohon itu. Dia memintaku menyiraminya lagi. aku tak punya pilihan selain menunggu pertunjukan ini selesai.
"Kalian disini?"
Aku mendongak, Aswin datang dan duduk disampingku.
"Kamu mengikuti kami?" tanya Dion curiga.
"Tidak."
Dia duduk menyilang dan menikmati pertunjukan denagn nikmat. lagunya bagus sih tapi bukan untukku.
Kami hanya diam bertiga sesekali aku berbisik pada Dion yang pohon itu katakan. Dion mencatatnya dilayar dan membuat progresnya.
Pertunjukan selesai sampai sore hari. Aku menunggu sampai semua orang pergi.
"Maaf, siapa yang memiliki wewenang tempat ini?" Tanyaku pada pemain gitar.
"Oh, Tuan David. Dia punya lahan ini."
"Dimana dia?" Tanya Dion.
"Hari ini dia pergi ke kota lain, besok pagi dia akan datang kesini."
"Oh, terima kasih."
Dia tak mau! Aku sumber uang.
"Dicoba saja."
"Apa?"
Dia mengerutkan dahinya, astaga mungkin dia mengira aku bicara padanya.
"Tidak, apa biasanya pohon ini dibiarkan begini?"
"Ya, besar bukan? Kata Tuan David ini pohon yang ditanamnya dari kecil."
"Kenapa tidak disiram?" Tanya Dion memperhatikan pohon yang batangnya sudah rapuh.
"Kebutuhan pertunjukan, biasanya pohon ini subur."
Dia pergi mengemasi barangnya dan pergi bersama bandnya. Aku mengamati pohonnya dan merasakan detak jantungnya. Aneh, pohon punya detak jantung?
Beri aku air!
Aku mengambil air dari pancuran dan memberikannya sampai dia merasa kenyang.
Terima kasih!
"Sama-sama."
"Sepertinya sulit membujuk Tuan David."
"Hmm, kita coba saja."
Kami pergi bersamaan dengan Aswin yang sedari tadi memperhatikan kami. Dia terus menatapku dengan tatapan yang aneh. Mungkin saja dia menganggap ku gila.
🍁🍁🍁
"Hebat!"
Bion bertepuk tangan.
"Sejak kapan?" Tanya El sembari memasak makan malam kami. Dia membuat makanan khas Indonesia. Nasi Padang dengan bumbu seadanya, tapi dia selalu memasak dengan enak.
"Tadi, sepertinya aku bisa berbicara dengan tanaman saja. Kapan kamu memeriksaku?" Tanyaku pada Dion.
"Besok pagi bagaimana?"
"Hmm, baiklah. Kapan Master G. kemari?"
"Minggu depan, dia akan bertemu petinggi disini. Sepertinya dia ingin menjalin kan hubungan Blackland dengan Greenland."
Apa bisa?
"Oh ya, malam ini ayo main denganku! Theo mengajakku main."
"Hmm? Aku tidak mau main balapan lagi."

KAMU SEDANG MEMBACA
Fanfare ( END )
Science FictionTrea harus merasakan berbagai kejadian-kejadian di luar pemahamannya. Semuanya terkuak satu demi satu sampai akhirnya dia menerima fakta bahwa dia adalah Sioner. Hidup dalam pengejaran dan diburu. Bahkan dia tak tahu dunia apa yang menantinya nanti...