"Okey, dimana jatahku?"
Aku menghitung uang yang kudapatkan, kali ini James juga ikut senang. Mudah juga dekat dengannya.
"Baik, kita bisa membicarakan ini nanti. Sepertinya nenekmu mencarimu."
Aku didorong keluar, apa dia ingin menikmati semuanya? Aku berhenti dan mencoba menjadi Blackland. Tubuhku membesar dan kurasakan pakaianku menjadi sesak. Anak ini perlu hadiah menarik.
"Oh, Trea. Ada apa denganmu sayang?"
"James, kamu harus tahu. Ada tingkat kesabaran yang harus kamu pahami. Aku tidak bermain-main untuk segala ucapanku. Dimana jatahku James?"
Aku menarik krah bajunya, dia sedikit terangkat. Bahkan aku belum memulai dia justru berteriak histeris. Derap kaki terdengar dari luar, aku memejamkan mataku, dan tersenyum samar sembari kembali duduk bermain game.
"Ada apa James?" Bibi Lucyan membuka pintu diikuti paman Demian.
"Dia terkejut aku menang, bibi."
"Oh, jika sudah selesai. Turun ke bawah, kalian harus makan."
"Baik."
Pintu tertutup, wajah James cukup pucat. Aku sengaja melakukannya, jika pihak saudara lain tahu itu artinya James membocorkannya. Aku bisa melihat dia tampak berkeringat. Mungkin dia takut aku memukulnya.
"Jadi, bisa kamu mengatur pertemuan antar keluarga lagi. Tidak masalah kamu menggunakan kemampuan bunglon ku untuk memancing mereka datang."
Aku mengetuk meja, apakah dia paham?
"Ck, kamu mirip dengan El. Suka sekali mengintimidasi ku."
"Kami sedarah, undang mereka lebih cepat lebih baik."
"Baiklah."
Aku senang dia menuruti perkataanku. Jujur, sejauh ini James bisa menjadi sepupu yang baik. Jika El tahu pasti aku diberi kedua acungan jempol nya.
"Untuk hadiahnya, aku tidak perlu. Tapi jika aku meminta bantuan mu, kamu harus menurutinya. Apa kalian sering bertaruh?"
Sebenarnya taruhan juga dosa, kadang aku hanya mendengar anak laki-laki melakukannya. Entah bermain kartu, balapan motor, atau bermain olahraga.
"Baiklah, hanya jika ada game baru."
"Panggil aku lagi, ayo makan. Aku lapar."
🍁🍁🍁
Aku tersenyum senang, James sudah mengaturnya kembali. Lusa akan ada pertemuan keluarga, nenek terkejut tiba-tiba nenek Laiya menghubunginya. Semua orang harus datang ke acara itu, termasuk kakek dan El.
"Ini sangat aneh, baru tadi mereka menolak datang."
"Mungkin mereka berubah pikiran." Kakek tersenyum sembari meminum tehnya nikmat.
"Jadi, aku juga harus kesana?" Tanya El.
Apa segitunya dia tak suka?
"Kenapa?" Tanyaku pura-pura tanpa minat.
"Disana pasti membosankan, kita tak usah pergi. Kita ke pusat kota saja."
"Hanya sehari El, datanglah." Pinta nenek.
"Aku akan datang El, aku juga ingin tahu saudara kita lainnya. Jika bosan kita bisa pergi."
El nampak menimbang sesaat, aku tau dia tak mau bertemu mereka. Sudah dipastikan kami adalah anak campuran berbagai negara. Ditambah kami anak bumi yang tak punya kekuatan apa-apa kecuali karena kakek.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fanfare ( END )
Science FictionTrea harus merasakan berbagai kejadian-kejadian di luar pemahamannya. Semuanya terkuak satu demi satu sampai akhirnya dia menerima fakta bahwa dia adalah Sioner. Hidup dalam pengejaran dan diburu. Bahkan dia tak tahu dunia apa yang menantinya nanti...