"Apa yang terjadi?"
"Apa benar anda mengalami luka serius?"
"Bagaimana dengan si penembak?"
Aku menyipitkan mataku, semua cahaya terasa masuk ke mataku.
"Adikku, mengalami syok berat setelah penembakan ini. Saya harap semuanya dapat mengerti."
"Orang-orang melihat anda seperti Blackland, apa benar gosip bahwa anda memiliki kemampuan bunglon itu benar?"
"Kami masih mengobservasinya, kalian tak perlu cemas berlebihan. Kami sebagai Sioner sangat akan melindungi keadaaan kelompok kami." Dion mengatakannya. Ini bisa jadi iya dan tidak.
"Apa anda melihat si penembak?"
"A...aku, tidak tahu. Tapi... Tapi aku melihat mereka sangat banyak dan... Dan putih."
Aku berlindung ke tubuh Aswin. Mataku bisa rusak lama-lama menerima jepretan kamera yang mengarah pada kami.
"Oh, nak!"
Aku mendengar suara seseorang, wanita yang kutolong datang tergopoh-gopoh berlari kepadaku. Dia meringis dan memegangi perutnya. Dia harusnya masih dirawat.
"Terima kasih sudah menolongku, terima kasih."
"Tid-ak apa-apa, itu tugas sesama manusia."
"Hiskkk... Aku tak akan tahu bagaimana kondisiku jika bukan karena kamu. Terima kasih, hiskkk.."
"Bibi tak perlu menangis, aku hanya menolong saja."
"Terimakasih."
Kali ini beberapa media menyorot Margaretha.
"Apa langkah kalian selanjutnya?"
"Kami susah melaporkannya, kami akan menunggu hasilnya."
"Dan untuk siapapun yang menyerang kami, aku sangat teramat kasian. Menyerang seorang perempuan, itu tindakan tercela. Aku menuntun siapapun mereka, agar mereka tahu. Kami Sioner tidak akan tinggal diam dan untuk masyakarat Whiteland. Kalian tak perlu takut, kami juga akan membantu mencari tahu pelakunya."
"Baiklah, sudah cukup hari ini. Kami harus kembali pulang." Suara Bion nyaring terdengar.
Kami berjalan beriringan dan masuk ke dalam mobil. Langkah berikutnya, kami akan membebaskan Master G.
🍁🍁🍁
Aku melihat orang yang ditawan, dia sudah dilucuti dari senjata dan helm putih. Dia seorang laki-laki seusia denganku. Wajahnya sudah babak belur dihantam El dan James. Samuel pasti juga ikut andil didalamnya.
"Siapa yang menyuruhmu?" Tanyaku memegang tongkat kasti.
"Jawab!!!" Teriak El kencang.
"Heheh... Kalian tak punya waktu!"
"Apa maksudmu?"
"Kalian tak punya waktu!"
"Sialan..."
Bugh...
El menghajarnya lagi, Aswin memeganginya sebelum anak ini melakukan tindakan lebih. Orang di depanku harus hidup.
"Apa yang mereka lakukan?"
"Kalian tak punya waktu!"
"Sialan..." Aku mencengkram krah orang didepanku. Astaga aku berubah lagi menjadi Big Trea. Napasku memburu dan cengkraman ku menjadi sangat kuat untuk mencekiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fanfare ( END )
Science FictionTrea harus merasakan berbagai kejadian-kejadian di luar pemahamannya. Semuanya terkuak satu demi satu sampai akhirnya dia menerima fakta bahwa dia adalah Sioner. Hidup dalam pengejaran dan diburu. Bahkan dia tak tahu dunia apa yang menantinya nanti...