"Trea!!!"
"Hmm?"
"Ini sudah pagi!"
Aku mengucek mataku, ini belum terlalu pagi tapi aku bisa lihat semburat matahari.
"Kamu tak membangunkan ku?"
"Tidak."
"Astaga Trea untunglah tak ada Demoter. Ayo, bersiap-siap dan berangkat."
Aku mengangguk, perlu waktu untuk bersiap ke Venus. Aku mencuci wajahku dan badanku untuk menyegarkan saja. Perjalannya akan sangat jauh. Wajahku tetap seperti kemarin, sangat pucat sekali. Bibirku ikut memucat sampai rasanya sangat kering. Aku haus!
"Bion bagaimana cara minum? Aku haus?"
"Kita harus cari mata air."
Semalam aku hanya makan tanpa minum, tenggorokanku menjadi sangat sakit.
"Oh ya, sebentar."
Bion mengeluarkan petanya dan menulis mata air terdekat. Jaraknya hanya 10 meter saja. Aku mengekori Bion yang berjalan ke sana. Dia dengan hati-hati berjalan dan membuka jalan untuk kami.
"Ini dia." Mata airnya tak terlalu besar tapi cukup deras keluar dari sela-sela bebatuan. Warnanya sangat jernih dan bersih.
"Apa aman?" Tanyaku memastikan.
Minumlah, ini segar.
Aku mengangguk lagi, tanganku membentuk cekung dan meminum air dari sana. Aku mengambil botol yang sudah kosong dan mengambilnya cepat. Bion bergantian denganku, dia meminumnya dan mengambil airnya juga.
"Enak, Greenland punya banyak kekayaan."
"Hmm, apa di Whiteland tak ada seperti ini?"
Aku jadi penasaran dengan itu. Pertama kali datang, aku tak terlalu melihat bagaimana Whiteland sebenarnya.
"Kamu tahu sendiri, hanya ada putih putih dan putih."
"Hmm, bahkan tunas saja berwarna putih."
"Aku baru bisa membedakan warna setelah umur 8 tahun. Itupun karena Dion."
"Benarkah?"
"Sebenarnya aku tahu, cuma jika setiap hari melihat warna putih. Tentu saja mataku bosan."
Benar juga, hanya ada satu warna disana. Simbol kesucian itu sangat diunggulkan disana. Bagaimana nenek dan kakek bisa disana? Mereka dari keluarga berbeda, apa mereka sering mendapatkan intimidasi dari petinggi Whiteland? Aku harus mencari tahu jika tiba disana.
Kami melanjutkan perjalanan, kali ini kami akan naik ke atas. Gunung pertama sebelum baik kembali untuk ke gunung yang akan kami daki. Gunung Venus.
"Kamu masih sanggup Bion?" Tanyaku memastikan keadaannya.
"Hah, masih."
"Jangan dipaksakan, kalau kamu lelah kita istirahat saja dulu. Ujian ini juga tak membutuhkan waktu."
"Ya."
Kaki Bion belum sembuh, ketika berjalan dia masih saja merintih kesakitan. Walau dia terus menahannya tanpa memperlihatkan padaku.
"Trea!"
"Hmm?"
"Bisakah kamu mengobati kakiku?"
Ada apa?
"Apa sakit?"
"Sepertinya berdarah lagi."
Bion duduk di tepi batu. Dia meringis kesakitan memegangi kakinya. Aku menggulung celananya. Oh, tidak. Darahnya merembes sampai menutupi seluruh perban.
![](https://img.wattpad.com/cover/138439247-288-k943925.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Fanfare ( END )
Science FictionTrea harus merasakan berbagai kejadian-kejadian di luar pemahamannya. Semuanya terkuak satu demi satu sampai akhirnya dia menerima fakta bahwa dia adalah Sioner. Hidup dalam pengejaran dan diburu. Bahkan dia tak tahu dunia apa yang menantinya nanti...