Kami datang memakai pakaian formal, aku dipilihkan gaun hijau oleh El. Entah dia dapat atau beli dari mana tapi gaun ini sangat indah. Kata El mereka hanya ingin makan malam dengan kami. Tapi aku yakin ada suatu lainnya. Master G. dalam perjalanan ke Greenland. Mungkin memakan waktu lama jika menunggunya dan para petinggi itu tak akan mau menghabiskan waktu mereka percuma.
"Perkenalkan, nama saya Trea Luvita Sioner baru."
Aku duduk setelah memperkenalkan diri dihadapan beberapa orang termasuk Aswin. Dia duduk dengan angkuh di samping seorang petinggi. Aku menatapnya tajam. Apa ini perbuatannya? Sampai para petinggi tahu apa yang terjadi padaku.
"Senang berkenalan denganmu, nak. Namaku Ekawira, kamu bisa memanggilku kakek. Toh, cucuku seumuran denganmu. Aku lihat kamu sioner perempuan pertama yang berhasil mendapat pengakuan dengan cepat."
"Terima kasih."
"Kamu berbakat dalam hal itu, Sioner sekarang jauh lebih hebat dari dulu."
Aku memegang tangan El, keringat membahasi tanganku. Aku takut!
"Tidak apa-apa!"
"Oh ya, bisakah kamu datang ke rumah sakit. Katanya kamu punya darah campuran, jika iya. Kamu juga termasuk warga Greenland yang harus kami jaga." Tuan Ekawira tersenyum sembari memakan daging sapi dihadapan kami.
"Kami belum memutuskannya tuan. Kami harus mendapat izin dari Master G. Dia yang berhak memutuskannya." Jelas Dion dengan senyumannya.
"Oh, Master G. pria itu akan setuju saja."
"Kami menghargai pendapatnya." El mempererat pegangannya.
Dia marah sekarang, kami merasa tertekan. Kami hanya berempat datang ke pertemuan para petinggi. Sebelumnya kami baik-baik saja dengan petinggi Redland maupun Blackland. Hanya disini kami tertekan.
"Saya akan melakukan jika Master G. mengizinkannya. Lagipula kami tak bisa semerta-merta datang kemari sebenarnya. Tapi, karena kami melihat ketulusan tuan, kami datang."
"Baiklah, nak. Kami akan menunggu Master G."
Aku tersenyum dengan penuh kepalsuan, jika bukan untuk menjaga keluargaku. Aku tak akan datang kemari. Aswin terlihat tersenyum, apa senyum mengejek? Sekarang pasal pertama, jangan percaya warga Greenland.
🍁🍁🍁
"Aku mau mati tadi!" Bion melepas kemejanya asal.
"Kamu hanya makan tadi!" Dion melempar kemejanya ke wajah saudaranya.
Aku melihat keluar jendela, mereka sudah pergi dari rumah kami. Darahku mengalir sangat cepat, perasaan apa ini? Aku harus bisa mengendalikan kemampuan ini. Aku harus bisa, jika mereka tahu aku berubah lagi. Mungkin mereka mengurungkan niatnya.
"Kamu kenapa?"
"Aku ingin membunuh orang sekarang." Aku menatap mataku yang semakin lama menghitam legam.
"Tenang Trea, jangan berubah jadi big Trea, ya." Bion menenangkan ku.
"Omong-omong, apa Aswin yang mengatakan semuanya pada petinggi?" Tanya Dion memulai pembicaraan yang ingin kutanyakan sejak awal.
"Dia terlihat ada disana, itu bisa saja." El mengambil air putih.
"Aku akan memblokirnya dari game, aku akan memberitahu Theo. Bisa-bisanya dia ember seperti perempuan."
Aku melihat pantulan diriku, penampilan ini. Aku ingin mengakhirinya, lalu jika aku memiliki darah campuran apa mereka akan membuatku berada di Greenland?
Apa mereka akan mengeklaim bahwa Trea berasal dari Greenland?
"El, berikan aku pelatihan lagi."
"Mari kita lakukan sama-sama." El melihat Dion dan Bion.
Kami harus bersiap dengan segala kemungkinan, kami juga harus menyiapkan diri untuk ujian berikutnya.
🍁🍁🍁
Kami membuat rencana, setiap hari kami akan berlari memutari pusat kota. Sesekali kami membawa ban berat dan berlatih senjata. Aku masih kewalahan membawa senjata ini. Tubuhku seperti didorong kebelakang. Sesekali bidikan ku melesat dan hampir mengenai sebuah pohon.
Tidak apa
Ini biasa saja
Otakku seperti merasa objek ku adalah Aswin yang tersenyum mengejek.
Kenapa aku harus marah padanya?
Dia sudah menipuku terlalu banyak!
Aku membidik nya dan tepat mengenai kepalanya secara berulang-ulang dan hampir memutuskan leher bidikan ku.
"Trea, kamu tidak sedang patah hati kan?" Tanya Bion yang juga membidik.
"Bion, diamlah. Aku tak ingin berubah menjadi Big Trea lagi."
"O-oke..."
Aku kembali memilih sasaran tembak lagi yang masih bagus. Untungnya mereka punya fasilitas lengkap dan memadai. Aku bisa leluasa memakainya. Aku melakukannya smapai semuanya hancur tak tersisa.
"Hey, jangan punyaku!"
Aku tak mendengar ucapan Bion, ini menyenangkan.
"Jangan bilang kamu menyukai Aswin!"
Aku menghentikan membidik dan menatap Bion yang sudah kabur meninggalkan senjatanya.
Aku menyukai Aswin?
Laki-laki angkuh itu?
Tidak!
Aku memungut senjata Bion dan bersiap kembali ke mobil.
"Kamu marah?"
Suara siapa?
"Kamu marah padaku?"
Aswin datang, dia tak memakai kacamata lagi. Ini khayalanku atau otakku yang tiba-tiba memikirkannya.
"Apa maumu?" Aku membidikkan senjataku.
"Aku mendengar suara tembakan, ternyata kalian sedang latihan."
"Kamu memberitahu petinggi?" Tanyaku masih memegang senjata.
"Bukan aku."
"Lalu siapa? Hanya kamu yang tahu, Aswin. Katamu kamu juga pindah kan ke pemerintah."
"Bukan aku, kamu akan tahu nanti."
"Kamu kan selalu bohong, kamu dari Malang?" Tanyaku.
Dia terdiam dan berjalan kearahku, Aswin menutup laras panjang ku dan menurunkannya. Aku masih memegang milik Bion dan punya pisau di belakang punggungku. Aku tak perlu takut. Jika dia macam-macam aku akan menendangnya.
"Aku memang berasal dari sini, orangtuaku pindah ke Malang saat aku kecil. Masa itu kuhabiskan sampai lulus kuliah." Jelasnya.
Aku membuang muka, untuk apa juga dia menjelaskannya. Aku mengatur napas kembali.
"Trea!!!!"
Suara panggilan Dion membuatku segera pergi meninggalkan Aswin. Untuk apa dia datang kemari? Aku menengok ke belakang. Aswin masih disana melihatku.
Semoga saja kita tak bertemu lagi.
🍁🍁🍁
Salam Thundercalp!🤗
Apa kalian suka?
Jangan lupa komen dan like, ya!!!!
See you...
KAMU SEDANG MEMBACA
Fanfare ( END )
Science FictionTrea harus merasakan berbagai kejadian-kejadian di luar pemahamannya. Semuanya terkuak satu demi satu sampai akhirnya dia menerima fakta bahwa dia adalah Sioner. Hidup dalam pengejaran dan diburu. Bahkan dia tak tahu dunia apa yang menantinya nanti...