Lagi? Suara ledakan menggelegar di luar. Kilatan cahaya ikut bersama kepulan asap pekat. Naluriku mengatakan untuk memeriksa keadaan, di luar asap pekat mengepul bebas di udara. Apa yang terjadi sebenarnya? Ini mirip saat di cafe dulu. Segera kuambil tas dan bajuku, pasti mereka menungguku di bawah. Tapi kenapa El tidak datang, biasanya dia orang pertama yang sangat khawatir. Mungkin aku yang terlalu berlebihan, bisa saja dia dan lainnya menyiapkan tempat persembunyian atau mobil. Hanya saja suara itu juga terdengar dari bawah. Aku mengendap-endap dan mengintip sesaat.
Benar saja orang-orang berbaju putih berkeliaran di bawah membawa senjata mereka. Mereka nampak sedang mencari sesuatu. Aku sadar mereka pasti mencariku karena aku seorang Sioner. Aku harus segera pergi. Tapi, dimana mereka? Apa mereka meninggalkan ku sendiri? Bisakah aku mengumpat dan merutuki mereka? Aku tak punya jalan lain selain pintu itu. Yang ku punya hanyalah jendela.
'Kau bisa Trea'
Kulihat jendela di ujung lorong, satu-satunya jalan pintasku adalah jendela. Aku berlari dan membuka jendela. Cukup besar untuk kulewati. Dari atas sini jaraknya cukup jauh dari tanah. Di samping rumah ada bangunan lain yang dekat dengan atap. Kupunya dua pilihan sulit, lompat ke sana atau harus terjun dari lantai dua. Adrenalinku terpacu untuk terus bergerak, mungkin lompat adalah pilihan terbaik. Keselamatanku dipertaruhkan sekarang, seumur hidupku baru kali ini merasakan hal yang bisa membuatku terbunuh jika aku salah sedikit saja. Sayup-sayup aku menangkap suara langkah kaki dari belakang, bayang-bayang mereka sudah terlihat dan aku tak punya waktu lagi.
Aku harus cepat!
Kakiku melangkahi jendela, kutaksir jaraknya satu setengah meter. Kuatur napasku dan mulai mengayunkan tubuhku. Baiklah, mari lakukan. Kutumpu kaki kananku sebagai tumpuan dan melompat ke sisi rumah lain.
Brukk...
Punggungku menghantam lantai kasar bersama rasa nyeri berkepanjangan. Ada sensasi perih disiku dan lututku. Bukan saatnya diam! Walau sakit aku harus segera pergi sebelum mereka melihatku. Mataku menangkap tangga di ujung atap. Ada tombol aneh berwarna merah, kuyakin itu tombol untuk menurunkan tangga ini. Dan benar, satu persatu anak tangga turun menyentuh tanah merah. Seperti melihat trik sulap versi modern.
Asap masih mengepul pekat walau aku masih bisa melihat mobil milik Master G di ujung jalan. Pasti mereka menungguku disana, kuharap itu mereka. Pertanyaan lain muncul diotakku, kenapa semua pintu terbuka lebar? Ayolah, ini bukan seperti yang kubayangkan. Tubuhku memantung melihat hanya mobil kosong dipenuhi bercak darah dimana-mana. Tak ada siapapun bahkan tak ada surat atau informasi yang bisa memberitahu aku harus apa. Tubuhku lemas, kali ini aku akan tertangkap!
Tidak!
Tidak bisa!
Ayah dan ibu menungguku di rumah, mereka akan datang dari Jakarta membawa oleh-oleh buatku. Di dalam mobil banyak senjata yang mereka sembunyikan, jika beruntung aku akan dapat senjata. Sebuah tongkat bisbol berada tepat disela-sela kursi.
Sebelum keluar kulihat diriku dicermin, rambut merah menyala masih menghiasi kepalaku. Keajaiban lain datang, mataku menjadi merah menyala. Menakjubkan! Aku mirip orang Redland. Apa namaku juga bisa berubah? Aku sudah gila membayangkan manusia biasa sepertiku berubah menjadi seorang alien. Walau hanya rambut dan mataku yang berubah tetap saja aku tidak menyukai ini. Aku hanya takut jika ini tak bisa hilang sampai aku tua nanti. Bahkan bagaimana reaksi ayah dan ibu tahu anaknya mewarnai rambut? Aku akan dibotaki secara permanen oleh mereka.
Duarr...
Dorr...
Dorr...
KAMU SEDANG MEMBACA
Fanfare ( END )
Fiksi IlmiahTrea harus merasakan berbagai kejadian-kejadian di luar pemahamannya. Semuanya terkuak satu demi satu sampai akhirnya dia menerima fakta bahwa dia adalah Sioner. Hidup dalam pengejaran dan diburu. Bahkan dia tak tahu dunia apa yang menantinya nanti...