"Namamu siapa?" Tanyaku kepada perempuan yang sudah diobati. Kami duduk bersama di pinggir lapangan. Tak banyak hang bisa kami kerjakan, hanya terkadang mengerjakan tugas yang diberikan atau ke sel.
"Berlin."
"Aku Trea, kamu sudah lama disini?"
"Tidak, baru seminggu."
"Kenapa?"
"Aku mencuri obat."
"Obat?"
"Iya, nenekku sedang sakit dan aku tidak punya cukup uang. Akhirnya aku mencurinya dan tertangkap."
"Nenekmu?"
"Dia... Dia meninggal, karena tak ada cukup biaya. Biaya rumah sakit sangat mahal dan aku hanya bekerja seadanya." Dia menutup wajahnya.
"Maaf, ya."
"Tidak apa, kamu sendiri?"
"Aku baru datang karena dituduh menjadi imigran, tapi aku korban gunung meletus."
"Kamu dari Blackland?"
Aku mengangguk saja, dia terkejut dan menutup mulutnya.
"Pantas saja kamu berani padanya. Dia terkenal di tempat ini, kamu jangan macam-macam dengannya lagi."
Aku mengangguk. Aku hanya melihat matahari perlahan tenggelam, kapan mereka sampai ya?
Aku tak mau bermalas-malasan, aku perlu kekuatan untuk menghadapi ujian berikutnya dan aku juga harus menolong warga Blackland. Mereka harus membuat rumah lagi, membangun perekonomian mereka. Tak bisa terus terkurung disini. Ada orang-orang yang perlu bantuan disana.
"Aku ingin tanya, siapa pria berkacamata itu? Di pimpinan lapas?"
"Namanya Aswin, dia anak buah pimpinan lapas. Tuan Caiden pimpinan lapas disini."
"Tuan Caiden kapan datang kemari?"
"Aku juga belum bertemu dengannya. Katanya dia punya luka diwajahnya."
Aku mengangguk mungkin Tuan Caiden akan datang sebentar lagi. Aku hanya perlu bertemu dengannya dan membuatku keluar dari sini.
"Kuharap kita bisa keluar bersama. Kamu diputuskan berama lama?"
"Lima tahun."
Lima tahun?
Itu lama sekali, apakah mereka benar memutuskan. Lima tahun untuk ketahuan mencuri karena obat untuk neneknya yang sakit. Apa kabar para koruptor? Ini apa adilnya? Bahkan koruptor juga mencuri. Aku tak habis pikir dimana-mana kenapa hukum selalu tidak adil untuk yang lemah.
"Kamu sudah disidang?"
"Aku tidak tahu, aku hanya dimasukkan kemari tanpa sidang. Aswin yang langsung memutuskannya."
"Wah, Tuan Aswin sangat baik kalau begitu. Kami biasanya menunggu lumayan lama dan baru disidang. Orang-orang yang langsung diberi perintah itu biasanya hanya sebentar."
Benarkah?
Aku tidak 100% yakin mengenai itu. Apa benar Aswin sebaik itu? Bagaimana kalau hukumanku adalah kematian? Aku baru saja keluar dari gunung meletus dan sekarang dipenjara. Kuharap kedepannya ada hal baik saja.
🍁🍁🍁
"Cepat kerjakan!"
Kami dikumpulkan lagi dipagi hari, aku tidak tidur. Aku yakin aku tidak tidur malam ini. Apakah ini siang? Apakah ini malam? Kenapa rasanya tidak pernah ada malam hari? Otakku bertanya-tanya.
"Kenapa?" Berlin memukul bebatuan disampingku.
Kami ditugaskan memukul batu sampai jadi kecil dan digunakan sebagai bahan bangunan.
"Kamu tidur semalam?"
"Iya sepertinya, tapi aku masih mengantuk."
"Oh, kenapa aku merasa kita tak pernah tidur ya?"
"Masa? Hoammm... "
Berlin menguap beberapa kali, aku mencoba melihat sekitar. Mereka juga sama, alih-alih semangat bekerja mereka terlihat mengantuk. Beberapa sempat tertidur dan dibangunkan secara paksa.
"Kamu melihat Tuan Aswin?" Bisikku.
"Sepertinya dia pergi lagi."
"Kemana?"
"Tidak tahu, kadang dia tak mengawasi. Hanya sesekali memeriksa dan pergi entah kemana."
Ada sesuatu yang salah. Aku mendongak ke atas, disana matahari menyinari sangat terang. Tapi aku tak merasa kepanasan. Apa karena berada di hutan? Ada yang salah, aku berdiri dan mencoba ke tempat paling pojok. Apa ada sesuatu?
"Apa yang kamu lakukan?"
Aku memukul tembok berkali-kali, getaran timbul sampai mencapai ke atas. Atas sampai....
"Ohh..."
Mataharinya ikut bergetar.
Aku terduduk dan memecahkan batuan ini. Menumpuknya sampai membentuk menara. Jika dugaanku benar bayangannya harusnya berpindah. Tapi tidak, tidak dengan apa yang telah kulakukan. Bayangannya tetap sama.
Apa mereka mencoba cara kotor?
Memang hukumannya jauh lebih cepat, lima tahun akan sama dengan 2 setengah tahun. Tapi keadaan tahanan dan bagaimana mereka akan keluar nantinya jika terus melanjutkan hal ini. Ini sama saja dengan penipuan.
Sepertinya hanya Tuan Aswin dan Tuan Caiden yang tahu.
Tapi kenapa tubuhku tidak meminta waktu istirahat?
Dimana mereka menaruh obatnya?
Malamnya aku tak makan, aku berpura-pura dan menaruhnya dibawah tempat tidur. Aku mencoba tertidur dan...
Kringgg....
Suaranya sangat dekat ditelingaku.
Kulihat para tahanan sudah keluar, mereka tetap sama masih menguap dan mengantuk. Aku mencoba bertahan, tubuhku mulai lemas, dan pusing. Ini efeknya...
Aku berdiri dengan sempoyongan, mencoba untuk tetap membuka mata. Kenapa mereka melakukannya?
Ini sama saja membunuh secara perlahan. Aku berbaris bersama yang lain. Berlin tepat berada di belakangku. Aku melangkah mulai tertatih-tatih, mataku sudah sangat berat.
"Kamu kenapa?"
"Hmm, aku mengantuk."
Kami semua dikumpulkan kembali untuk memukul batu menjadi kecil-kecil. Aku mencoba tetap tersadar. Mencoba setidaknya sampai sore nanti.
"Kamu baik-baik saja?" Berlin selalu ada disampingku.
Jika aku pingsan dia akan berteriak histeris. Aku tak mau melakukannya. Tetap terjaga saja, aku akan memakan makananku nanti.
Aku mencoba berdiri...
Namun...
Aku sudah tak sanggup lagi...
"Trea...."
Suara Berlin begitu keras memanggilku. Aku sedikit membuka mata, nampak Tuan Aswin datang kepadaku. Aku tersenyum senang, bukankah ini yang ingin dia lihat?
"Ketahuan kan!"
🍁🍁🍁
Salam Thundercalp!🤗
Jadi apa yang akan Trea lakukan selanjutnya?
Nantikan bab selanjutnya!
![](https://img.wattpad.com/cover/138439247-288-k943925.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Fanfare ( END )
Fiksi IlmiahTrea harus merasakan berbagai kejadian-kejadian di luar pemahamannya. Semuanya terkuak satu demi satu sampai akhirnya dia menerima fakta bahwa dia adalah Sioner. Hidup dalam pengejaran dan diburu. Bahkan dia tak tahu dunia apa yang menantinya nanti...