Bab 20 : Latihan 2

413 66 4
                                        

Baiklah setelah Bion menceritakan kebaikanku di game. El menjadi lebih kejam semenjak saat itu. Tak tanggung-tanggung setiap pagi aku harus bangun lebih awal sebelum subuh. Katanya harus diadakan pelatiahan otot. Dimulai dari push-up, back-up, pull-up, dan kegiatan menguras tenaga lainnya. Tetap lari 20 kali keliling Redland. Hal itu wajib karena untuk persiapanku berlatih senjata.

Sudah 5 hari aku dilatih tiap pagi, El menambah sesi latihan di sore hari. Untuk siangnya aku diajari Bion cara memakai sepeda bulat, kaca-mata hologram, telepon tanpa kabel atau benda alias hologram yang muncul di jam tangan. Pokoknya alat-alat canggih semua dia ajarkan sampai alat masak atau game terbaru khas Archi. Terkadang Dion datang menemui kembarannya untuk sekadar bertanya berkembanganku atau mengecek kesehatanku. Untuk Timoty, dia memang kesal kepadaku. Pernah Bion meneleponnya, saat kulihat dari pembicaraan mereka. Timoty kesal dan marah karena kemenangannya di hentikan olehku.

Aku belum pernah melihat atau bertanya lebih lanjut siapa Timoty. Disamping takut aku juga tidak mau menanyakan orang yang memiliki niat untuk memculiku secara terang-terangan. Aku pernah mendengarnya dari pembicaraan mereka.

Kembali padaku, hari ini jadwalku berlatih kembali. Aku harus bisa lari 20 kali jika mau berlatih senjata. Hal itu sangat membantu memberi pancuan untuk melakukannya. El menungguku di depan pintu, dilehernya ada handuk putih yang bertengger dibahu. Aku menatapnya bingung.

"Aku akan memantaumu!" Ucapnya berlalu terlebih dulu.

Baru ini dia menemaniku berlari, aku sempat berpikir dia meragukan lariku. Tapi, tidak aku jujur dan aku sudah bisa berlari 14 putaran. Daya tahan tubuhku juga semakin membaik. Kurang 6 putaran dan aku bisa berlatih senjata. Semakin cepat semakin baik.

"Kita mulai, 3... 2... 1..." El menghitung mundur dan berlari. Kususul langkahnya yang sudah jauh, kakinya lincah dan cepat terkesan mudah saat dia yang melakukannya.

Kuatur napas dan irama lariku, ini tips jika harus lari jauh. Jangan cepat tapi yang dibutuhkan adalah daya tahan tubuh. Perlu kekuatan ekstra untuk mempertahankan lari yang seimbang. Aku belajar dari ahlinya, El memberitahuku beberapa tips dan trik agar aku cepat lulus tahap pertama ini.

"Tinggal 15 putaran lagi!"

Dia sangat konsisten dalam berlari, napasnya masih teratur rapi. Keringat juga belum sepenuhnya keluar. Menurutku latihan ini mudah dilakukannya seperti sebuah keahliannya dari lahir. Sedangkan aku, tubuhku sudah basah kuyup akibat keringat. Bau asam juga sudah tercium.

Kami terus berlari di pagi ini, beberapa rakyat Redland mulai keluar rumah. Mereka mulai beraktivitas seperti biasa. Berangkat ke ladang, memanen hasilnya, dan kembali ke rumah untuk memasaknya. Setiap hari harum sup jagung menyeruak disetiap atap rumah. Aku menyukainya, sangat. Kadang Ryan datang membawa sup jagung untuk kami. Dia baik, setiap ibunya memasak lebih dia membaginya.

Tak terasa aku sudah mencapai putaran terakhir, sepanjang jalan kami hanya diam. Mungkin itulah kenapa lari ini tidak terasa sama sekali. Aku tersenyum senang, aku akan berlatih senjata setelah ini bersama Master G.

"Selamat! Gerry menunggumu di ruangannya!" El berlalu dengan senyum simpul.

Kutatap langit pagi, tahap pertama sudah kulalui. Waktunya masuk ke tahap kedua yang lebih ganas dan mematikan.

🍁🍁🍁

Tokk... Tokk...

Aku masuk ke dalam ruang kedap suara milik Master G. Saat masuk mataku langsung menangkap rak senjata plus amunisi. Banyak bentuk dan ukuran, dimulai dari besar sampai paling kecil. Ada juga busur panah yang selalu jadi senjata pemain utama. Aku terpesona akan ruangan ini, sangat rapi, indah, dan menakjubkan. Apa ini legal?

"Ambil senjata yang kamu suka." Master G berdiri di depan pintu membawa senjata laras panjang.

Aku sempat takut memilih, aku payah dalam hal menghapal nama senjata berserta fungsi dan kegunaannya. Yang kutahu senjata kecil milik polisi atau senjata Master G. Kugaruk tengkukku dan sibuk melihat-lihat.

"Pilih yang kecil, itu lebih ringan." Dia menunjuk pistol paling pojok. Ukurannya memang lebih kecil dari senjata lainnya. Kuambil dan berdiri di samping Master G.

"Baik, ikut aku!"

Dia mengajak ku pergi, kami masuk ke dalam ruang lain. Semacam ruang rahasia di dalam ruangan. Disini gelap dan bau pepohonan telah menyambutku. Seketika cahaya dihidupkan, aku bisa melihat papan kayu di depan kami. Jaraknya lumayan jauh karena berada di sisi dinding seberang. Master G maju dan mengajungkan senjatanya.

Dorr...

Wajahnya datar ketika menembak menambah kesan keren pada dirinya. Aku takjub tembakannya tepat sasaran tanpa harus melihat objek tembakan. Tak terasa aku bertepuk tangan sendiri. Bagaimana aku bisa melakukannya nanti?

"Cobalah!"

"Hah? M-master tidak mengajariku dulu?" Kukira dia akan menerangkan caranya.

"Tidak! Lakukan saja yang kamu bisa dan aku akan melihat sejauh mana level mu." Dia duduk dipojok ruangan.

Jangan ditanya levelku, aku baru pertama kali memegang senjata dan diharuskan menembak. Ini jauh dari bayanganku sendiri. Bagaimana jika tembakanku meleset dan malah berakhir ditubuh orang? Tapi, justru Master G memberiku aba-aba.

Aku berdiri tegap dan kakiku sudah gemetaran. Kedua tanganku memegang pistol dan mengangkatnya ke depan. Titik merah di papan adalah sasaran tembakanku. Ini mudah! Kutarik pelatuk dan...

Dorr...

Tubuhku sedikit oleng ke samping, suaranya sangat kencang membuatku terkejut. Baru aku bernapas, Master G datang dan matanya tertuju pada sasaran di ujung. Dia terhenyak dan mundur menatapku lekat. Kupikir dia akan memarahiku, itu awalnya sebelum dirinya menepuk pucuk kepalaku.

"Good."

Apa maksudnya, apa aku terlalu baik meleset dari sasaran sampai dia bilang diriku baik. Mataku memincing mengamati sasaran tembak. Disana, bundaran merah sudah tidak ada lagi. Cuma menyisakan warna merah sedikit di pinggir. Mustahil, aku melakukannya menembak tepat sasaran.

"Kita akan berlatih lagi nanti." Master G keluar dari ruang kedap suara.

Aku masih terpaku diam di tempat. Ini di luar kendaliku sendiri, tanganku gemetaran dan kakiku kesemutan. Bukan aku yang menembak, bukanlah gadis lemah sepertiku. Meski begitu, siapa yang menembak selain aku. Master G hanya diam mengamati ku.

Tubuhku ambruk dan masih melihat sasaran tembak. Ada yang salah disini, entah aku atau papan itu. Ataukah tubuhku memang salah sedari awal. Rambut dan mataku juga membuktikan keanehannya. Selain ini apakah ada akan lagi keanehan lain yang terjadi padaku?

Kuharap jangan.

Karena jika iya, aku tidak bisa membayangkannya.

🍁🍁🍁

Salam ThunderClap!

Jangan lupa kritik dan saran!

See you...

Fanfare ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang