"Hosh... Hosh..."
Peluh keringat membanjiri dahiku, aku lupa satu hal. Aku harus menemui Bu Sinta. Dia adalah guru yang mengampu pelajaran olahraga. Tegas, berani, cantik, dan galak. Aku mendapat hukuman untuk kesalahan kemarin. Semua ini sebab aku yang menabrak beberapa murid dan mereka mengadu kepada Bu Sinta. Kesalahan yang fatal dan sekarang aku telat bangun. Sudah dipastikan hukuman yang ku dapatkan akan bertambah dua kali lipat atau bisa saja lima kali lipat.
Sayangnya Bu Sinta amat sekejam itu, kulihat dia berdiri di depan gerbang sembari menyilangkan tangannya ke depan dada. Marah? Tentu, wajah putihnya sudah memerah menahan kekesalan.
"Trea! Sudah saya bilang jam 7, bukan jam 8. Saya tunggu kamu 1 jam. Kamu tahu waktu saya itu berharga."
"M-maaf, bu."
"Maaf? Kamu pikir maaf dapat mengganti waktu saya? Trea, kapan kamu bisa disiplin, apa setiap hari kamu harus telat?" Kepalaku menunduk dalam.
"M-maaf, bu. Saya pantas dihukum." Alasanku juga tak bisa menolong dari hukuman beliau.
"Baik, akan saya tambah hukuman kamu. Bersihkan gedung olahraga dan lap semua peralatan disana. Pak Wawan yang akan memantau kamu. Paham?" Aku mengangguk.
Bagus, hari ini aku akan membersihkan gedung olahraga sendiri. Siapa yang harus disalahkan disini. Mereka juga kenapa harus mengadu kepada Bu Sinta. Aku memang salah, tapi harus kah begini. Apa dunia ku harus berakhir pada hukuman dan hukuman? Apa anak sepertiku harus mendapatkannya?
🍁🍁🍁
Luas lapangan basket cukup untuk membuat tubuhku bermandikan keringat. Ditambah mengelap semua peralatan olahraga cukup membuat ku menghabiskan satu galon air. Namun, apa aku harus mengeluh? Pak Wawan memang memantau 30 menit sekali. Setiap datang beliau selalu bertanya apa bisa beliau membantu. Aku hanya tersenyum, Bu Sinta tentu tidak akan melihat lalu bagaimana dengan Allah?
"Neng, sudah siang. Nggak pulang?"
"Iya, mang. Ini juga udah selesai." Kutaruh bola terakhir dikranjang.
"Sabar ya, neng. Neng Trea capek? Biar mamang antar gimana?"
Beliau sudah tua dengan kulit keriputnya. Kadang aku tak tega melihatnya membersihkan halaman sekolah sendiri. Apalagi kalau panas matahari saat berada dipuncaknya. Beliau selalu tersenyum tanpa mengeluh, bahkan tiap kali beberapa anak menjahilinya. Hanya senyum tulus yang diberikannya.
"Makasih, tapi Trea bisa pulang sendiri. Trea pulang ya, mang." Kataku sembari mengambil tas.
"Iya, neng. Hati-hati!" Aku mengangguk.
Dua minggu ini libur, apa yang akan kulakukan? Sepertinya mengambil kerja dapat membantu menambah uang untuk biaya sekolah. Tadi aku sempat melihat papan lowongan untuk orang cuci piring di cafe. Shif nya juga dapat berubah-ubah. Itu cocok dan tempatnya juga masih sekitar tempat tinggalku dan sekolah.
"Lihat... Lihat... Ini contoh anak yang tinggal kelas dan dihukum. Aduh, baunya. Sampah banget! Iyuhhhh."
Kutengok ke samping, sebuah mobil mewah melambat. Ada seseorang yang melempar botol kosong kepadaku. Dia, Mella. Siswi yang sering mengejekku dengan nada tinggi dan kata-kata kebun binatangnya. Ada juga teman-temannya yang memiliki kasta tinggi.Mereka terkenal dikalangan anak-anak dan paling mendapat perhatian lebih dari para guru.
"Buangin ya!" Mella tertawa dan pergi dengan mobilnya.
Tanganku mengambil botol, ini bisa nambah bobot kumpulan milik ayah. Kumasukan kedalam tas, apa orang kaya selalu sombong? Melempar sampah kepada orang kecil. Lucunya, pikiran mereka kadang tumpul. Apa tidak bisa membedakan mana tempat sampah atau orang.
Sudahlah.
🍁🍁🍁
"Mbak disini terima orang cuci piringkan?" Tanyaku kepada salah satu pegawai.
"Iya, mbak nya mau? Biar saya bilang." Kuiyakan perkataannya.
Pegawai itu pergi ke dalam, aku hanya menunggu dalam diam melihat-lihat interior cafe ini. Sangat enak untuk nongkrong, makanan disini juga murah untuk ukuran anak SMA dan mahasiswa. Suasananya juga nyaman, kuharap aku diterima.
"Mbak nya yang mau kerja?" Kudengar suara laki-laki. Tubuhku berbalik dan menemukan seorang pemuda berdiri tepat di depanku.
Siapa? Dia masih sangat muda untuk ukuran seorang bos. Aku hanya diam mengerjap mengagumi keindahan ciptaan Allah. Pemuda itu tampan dengan hidung mancung dan kulit putih bersihnya. Kulitku saja kusam tidak seperti miliknya.
"Mbak?"
"Eh, i-iya. Maaf, saya kaget." Pemuda di depan ku tersenyum.
"Kamu bisa kerja besok, masuk jam 7 pulang jam 5. Kamu SMA?"
"Iya, saya mau cari tambahan. Kalau boleh tahu, anda siapa?"
"Saya lupa, saya pemilik cafe ini. Nama saya Dion. Jangan panggil pak atau apalah saya masih muda. Dion aja atau bos juga boleh kalau nggak mau." Di lucu dengan aksen jawanya yang kental.
"Nama saya, Trea. Jadi saya diterima?"
"Iya, besok jangan telat. Kalau mau tanya sama Hani saja. Han!"
Pegawai tadi datang tergopoh-gopoh. Oh, namanya Hani. Dia ramah kepadaku tadi, kuharap kami dapat bekerja baik nantinya. Walau pada kenyataan nya hanya dibutuhkan saat libur saja. Tapi, tak masalah itu jauh lebih bermanfaat daripada bermalas-malasan dirumah atau menghamburkan uang.
"Tanya ke dia, ya." Bos Dion segera pergi meninggalkan ku dengan Hani.
Aku tersenyum melihatnya, ini awal yang bagus untukku. Ibu dan ayah pasti setuju dengan keputusan yang kubuat untuk mengisi waktu libur.
🍁🍁🍁
"Balado terongnya siap!" Ibu menaruh sepiring balado berwarna merah cerah.
Aromanya langsung masuk ke dalam hidung. Enak, ibu selalu bisa membuat sihir keajaiban untuk membuatku dan ayah berliuran. Hari ini kami cukup beruntung diberi terong oleh Bi Ijah. Kalau gratis pasti rasanya akan jauh lebih enak.
"Yah, Rea tadi diterima kerja di cafe. Bayarannya lumayan." Kusendok sambel dari mangkuk.
"Dimana? Kok Rea baru bilang." Ibu duduk di depanku.
"Baru tadi lamar, langsung diterima. Di depan kedai pecel lele Mang Adi. Boleh kan? Mumpung libur juga." Kukeluarkan jurus membujuk.
"Ayah sih setuju, toh kamu libur." Aku sudah mendapatkan izin ayah.
"Ya sudah jika ayah setuju ibu juga, tapi jangan lupa sekolah nya. Belajar harus." Ibu tersenyum.
"Iya. Rea janji bakal jadi rangking satu kelas 2 ini lagi. Hehe..." Kata orang sukses itu diawali dengan kegagalan.
Aku paham akan hal itu, aku gagal naik kelas. Mungkin itu tonggak awal membuatku menjadi orang sukses nantinya. Walau mengulang dipelajaran yang sama. Aku Trea Luvita Praditya, aku bisa melaluinya.
🍁🍁🍁
Vote dan komennya jangan lupa!
Salam ThunderCalp!🙌
![](https://img.wattpad.com/cover/138439247-288-k943925.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Fanfare ( END )
Science FictionTrea harus merasakan berbagai kejadian-kejadian di luar pemahamannya. Semuanya terkuak satu demi satu sampai akhirnya dia menerima fakta bahwa dia adalah Sioner. Hidup dalam pengejaran dan diburu. Bahkan dia tak tahu dunia apa yang menantinya nanti...