BAB 9

2.2K 156 2
                                    

Playlist_song by :
Travis Porter - Bring It Back

Happy Reading !!!

• • •

Jonathan House | 03.20 AM

Ditengah pagi buta dalam sunyi senyap. Amberly yang sejak selesai mengerjakan tugas sekolah dan tidak bisa tidur.

Kini, dengan berbalut piyama hitam polos lengan panjang. Merasa bosan dan berakhir jalan-jalan ingin melihat kediaman rumahnya.

Hingga kakinya terhenti tepat didepan kamar tidur ayahnya. Dimana kamar itu juga dilantai dua dan berlawanan arah dari kamarnya.

Mengulurkan jemari sedikit ragu dengan jantung berdegup gugup.

Cklekk!

Serta menelan ludah cemas, jemari lentik itu dengan rasa penasaran perlahan berhasil membuka pintu kamar Ayahnya.

Bersama senyum kecil terbit, memberanikan diri. Amberly semakin membuka lebar pintu kamar ayahnya dan masuk kedalam perlahan.

Sangat ciri khas, itulah yang terlintas dalam benak Elisabeth ditubuh Amberly.

Corak dinding yang polos serta didominasi warna abu-abu gelap dan putih tulang, membuatnya paham. Bahkan dari kamar pribadi ayahnya saja ketegasan sudah terlihat jelas.

Menatap sekeliling dan berjalan hingga mendekati ranjang tidur ayahnya.

Mata Amberly menatap sesaat melihat bahkan warna ranjang ikut didominasi dengan warna abu-abu gelap. Sebelum akhirnya mendudukan diri ditepi ranjang Ayahnya.

Hingga, matanya tertuju pada pintu yang tanpa bertanya tahu itu ruangan apa. Amberly bergegas mendekati pintu tersebut. Membukanya dan sesuai dugaan, itu walk in closet.

Semakin memberanikan diri, kakinya melangkah masuk tanpa menutup pintu.

Cklekk!

Bersamaan dengan pintu kamar mandi terbuka, memperlihatkan sosok pria paruh baya dengan tubuh kekar yang hanya berbalut handuk dipinggang.

Sedang Amberly yang masih asyik dengan kegiatannya, dibuat terkejut saat matanya memicing. Mendapati sebuah kotak terlihat tergeletak diatas meja tengah dimana jam dan dasi milik Ayahnya tersimpan.

Merasa penasaran, Amberly membuka kotak tersebut.

Ctak!

Yang berakhir membulat sempurna. Saat ternyata sebuah set Senapan tersimpan rapi didalamnya.

Dengan raut terperangah terpesona. Tanpa bisa mengendalikan jemarinya. Amberly menyentuh perlahan Senapan itu. Meraihnya dan merakitnya dengan lihai.

'Aku rindu ini.' batinya sungguh-sungguh.

Seolah seperti alat itu adalah pegangannya sehari-hari. Amberly mengangkat Senapan kosong tersebut dan berpose membidik dengan sempurna.

Menutup sebelah matanya, dan bersikap seolah tengah berburu. Perlahan tubuhnya berputar, berbalik hingga menghadap pintu. Dan,

Deg!

Kedua matanya kembali membulat sempurna dengan jantung berdegub kencang terkejut.

Srett!
Prakk!!

Tanpa bisa menahan tangannya yang melemas, Senapan itu terlepas dari genggamannya hingga jatuh kelantai.

"Aku tidak tahu kalau ternyata putri ku sangat suka masuk ke kamar orang lain tanpa ijin. Bahkan berani menyentuh barang orang lain tanpa bertanya?" Ucap sosok pria paruh baya yang tengah bersandar dipintu dengan kedua tangan terlipat didepan dada telanjangnya.

Melirik datar pada barang miliknya yang terjatuh dilantai, pria yang notabenya adalah Ayah dari Amberly berdiri tegap kembali dan berjalan mendekat. Tanpa peduli jika tubuhnya hanya berbalut handuk dibagian pinggangnya.

Gerakan yang sontak membuat Amberly menelan ludah takut dan melangkah mundur gemetar.

"A,,ayah!" Cicit Amberly.

Sungguh, perasaan takut itu keluar dari sisa ingatan Amberly saja.

Sedang tuan rumah, Moris Jonathan. Yang melihat respon putrinya hanya menatap datar dengan sebelah alis naik bertanya.

Berbanding terbalik dengan pemikiran Elisabeth. Yang entah kegilaan itu datang dari mana. Matanya tidak bisa lepas sedikit pun dari dada bidang ayahnya.

Demi apapun, bahkan entah sudah berapa kali dirinya menelan ludah gugup. Merasa tercekat, Elisabeth merasa benar-benar sudah gila karena dibuat terpesona dengan Ayahnya sendiri.

'Ah, tidak. Pria ini secara logika bukan ayahku. Jadi kurasa, melihatnya juga tidak salah kan?' Batin Amberly, entah kalimat itu menjerumus dalam pertanyaan atau pernyataan.

Moris yang sadar ditatap seperti itu oleh putrinya sendiri, balik tersenyum miring tidak percaya.

"Apa selain lancang dan tidak sopan. Kau juga mesum? Terpesona dengan Ayahmu sendiri huh?" Sinis Moris tajam.

Berhasil menyadarkan Amberly yang mengerjapkan mata, merasa tertampar.

"Aa,aa,, apa? Itu bukan salah ku. Itu salah Ayah yang pulang tidak memberi tahu ku, dan salah Ayah yang berdiri didepan ku dengan hanya mengenak handuk saja." Sahut Amberly terbata, membela dan memalingkan wajahnya yang terasa panas.

"Ck! Gadis gila." Gumam Moris sinis.

Yang masih didengar jelas ditelinga Amberly. Sontak, mata Amberly kembali melotot terkejut kearah ayahnya.

"Apa!" Seru Amberly kesal.

"Keluar!" Balas Moris menaikan nada suaranya dengan matanya menatap tajam, memperingati putrinya.

Entah bagaimana, Amberly dibuat menciut takut. Dengan mendengus kesal, langsung bergegas sedikit berlari keluar dari kamar ayahnya.

Bugh!

Bahkan tanpa rasa sopan santun, dengan sengaja Amberly menyenggol kasar lengan kekar Ayahnya.

Membuat Moris yang melihat tingkah putrinya hanya bisa memejamkan mata dengan bibir terkatup, menahan kesal.

BRAKH!

"Huftt!" Menghela nafas lelah, Moris menggedikan bahu acuh. Saat terdengar bantingan dari pintu kamarnya yang ditutup kencang.

Mengabaikan itu, meraih senapannya yang benar-benar masih baru. Bahkan dirinya sendiri belum menyentuhnya.

Hingga matanya tertuju pada ukiran dipegangan Senapan barunya. Membuatnya terpaku dalam diam sesaat.

Dimana terukir jelas nama 'Morerly'. Dan mengusapnya lembut, bersama senyum tipis penuh arti terbit dibibirnya.

"Belum saatnya." Gumam bibir tebal itu berucap.

Sebelum meletakan kembali senapannya diatas meja tengah, dan bergegas memakai pakaiannya. Agar cepat bisa beristirahat, akibat dirinya baru sampai tadi setelah perjalanan bisnis yang memakan cukup banyak waktu.

• • •

Voment !!!

She Is? Me!!! ✓ [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang