Anakku

198 38 46
                                    

Malam ini langit Bandung terlihat begitu cerah dibandingkan malam kemarin yang hanya mendung yang bergelayut, bintang-bintang memancarkan sinar mereka yang terang, membuat Vanda terkagum-kagum. Dari teras itu ia dapat melihat bentangan lapangan SMA Fife.

Langsung hubungi ayah kalau sudah pulang les, nak. Pesan ayah Vanda padanya lewat pesan singkat.

Selama setengah jam berbaring di sofa memandangi langit dari teras kamar yang luas, Vanda langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.

Sambil mendengarkan radio yang mengalun merdu, ia menikmati guyuran air hangat menyentuh kulitnya.

Besok ia akan sekolah dan mengunjungi tempat baru bersama Enur dan Dewi, mangkok es-krim.

Vanda merasa bosan.

Grup kelas telah ramai dengan celotehan murid-muridnya.

Terkadang Abul muncul dengan lelucon yang ia sisipkan untuk mempersegar suasana, Vanda tak ingin naif, Abul seseorang yang unik.
Sesekali ia memeriksa ponselnya, barangkali ia menyapanya lewat pesan, ia meringis, seketika membuang angannya itu. Ia menghela napas pelan. Ia terbakar rasa malu. Ia merasa hanyalah bocah kecil yang terjebak dalam ketidakwarasan, ia harus mengakui ia mudah jatuh hati pada seseorang.

Notification dari ponsel Vanda.

Halal Girl Group

Dewi : kalian belajar dari mana? Pkn?
Vanda : Rangkuman
Enur : gaseeruu
Enur : gaseruuuu
Enur : gaseruuuuu
Enur : gak ada yang jawab akku ini teh?? T-T
Enur : da atuh niat aku teh baik ya ke kaliannn
Enur : aku rindu kaliannn
Enur : aku teh ingin flashbackk
Enur : hayu gancang belajar barengg
Enur : butuh orang untuk bertukar pikiran
Dewi : heeh, curhat mereun (mungkin)
Dewi : sok atuh mau nanya apa ?
Enur : riweuh (ribet) ihh nulis mah


Tengah malam,

Terdengar derum pelan mesin dan decit ban di garasi bawah.

Vanda akhirnya membuka mata dan kembali dari mimpinya yang baru setengah perjalanan.

Vanda muncul di beranda depan ketika mendengar bunyi roda mobil berderak di garasi, dan dengan cepat menuruni anak tangga beranda menuju pelataran bertehel keramik untuk menyambut ayahnya.

Ia ayah yang sederhana dan rapi bertubuh tegap berumur pertengahan empat puluhan dengan tubuh sehat, dan rambut pendek serta uban menghiasi kepalanya, serta memakai jeans dan kemeja lengan pendek. Pakaian itu menimbulkan kesan sederhana sekaligus kebapakan.

Vanda menghampiri ayahnya yang tampak lelah dan memeluk hangat dan menciumnya dengan penuh kasih sayang, dan dengan masih merangkulnya berkata, "Vanda sayang ayah."

Ia memegang tangan anak gadisnya dengan kedua tangan dan dengan sikap pura-pura serius berkata, "Ayah tadi berdoa supaya anak ayah nggak diganggu banci." SMA Fife terkenal tempat banci mangkal setiap dini hari sampai subuh.
Vanda terkekeh.

"Ayah, tadi Vanda ketemu ibu," perkataan Vanda membuat perasaan ayahnya beku ketakutan.

Ayahnya ragu-ragu, "di mana?" kedua tangannya mengepal. Mereka berjalan masuk ke dalam rumah, akhirnya Vanda berkata, "dalam mimpi, ibu berdiri dalam gelap, tempatnya lembap di tepi terusan sungai Mahakam, badannya basah penuh keringat, rambutnya diurai kelihatan lembap agak kusut, kulitnya digigit nyamuk, matanya lebam kayak habis dipukul, Yah."

"Tapi Yah, kayak gitu pun. Ibu masih kelihatan paling cantik, kayak makhluk dalam mimpi, mirip malaikat, seperti dewi dari dunia lain."

Perlahan gemetar tubuh ayah Vanda berkurang.

Rona malu di wajahnya memudar, sedikit demi sedikit.
Tak terkira dalamnya rasa bersalah atas perlakuan yang ia berikan pada wanita baik itu.

Sesudah kepergiannya, ia hidup dalam bayang-bayang masa lalu, tak bisa menceritakannya pada siapa pun.

Vanda meletakkan masakan yang mengepul-ngepul di atas meja. Makan malam itu berlangsung lama dan santai, ayak dan bocah perempuannya itu suka berbincang-bincang, Vanda bertumbuh karena selalu saling berbicara.

Ayahnya selalu melibatkan Vanda dan tampak benar-benar tertarik mendengar setiap opini anaknya.

Setelah makan malam, Vanda keluar berjalan-jalan di tengah kebun mini yang bersimbah sinar bulan.

Udara sejuk semerbak wangi tanah segar, dan Vanda merasa ada kesan misteri pada ayahnya, tapi ia tak ingin memikirkan--tapi kadang menggelisahkan.

Ketika Vanda telah selesai berjalan-jalan lalu kembali menuju kamar.

Ia adalah ayah terbaik yang pernah aku miliki, lirihnya. Tapi kata-kata itu membuatnya tiba-tiba rapuh. Vanda menaiki anak tangga dan naik kemar lalu belajar untuk ulangan besok.

Setelah menumpahkan beban dalam sujud malam, ayah Vanda bahkan tak bisa memilih kata-kata untuk menuangkan perasaan bersalahnya.
Tak apa, seolah wanita itu berkata padanya. Ia menangis tanpa suara. Ia terlambat istirahat malam itu.

~

Bagi Vanda, rumah sesederhana apapun, akan tampak sangat menarik jika ibunya berada di sisinya.
Rumah baru mereka bermodel Victoria, beratap segitiga, tak terlalu besar, dengan beranda yang luas di bagian depan dan belakang rumah, rumah itu terletak dekat dengan jalan raya, di ujung jalan gerbang masuk, ditumbuhi sulur-sulur buah anggur.

Selama tiga generasi keluarga ayah Vanda hidup dalam kesederhanaan, bahkan sangat sulit untuk makan.

Tapi berkat doa dan kerja keras, Ayah Vanda dapat merasakan kemakmuran yang mengangkat derajat keluarga, bagi Vanda, ayahnya adalah segalanya, bukan karena materi yang di sediakannya, tapi karena ketulusannya sebagai seorang ayah.

Kini ayah Vanda bekerja di perusahaan dan terikat kontrak dengan perusahaan minyak asal Taiwan.

~


Hey-hey!

Less Crush, Less StressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang