Angkod

43 11 24
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Setengah jam setelah bel masuk berbunyi. Kelas J berubah hening begitu Dewi masuk ke dalam kelas. Langkah kecilnya memecah keheningan. Matanya segera tertuju pada kursi Dinar yang ada di belakang, kursi itu masih kosong.

Dinar ke mana? tanyanya dalam hati.

Pagi ini Dewi terlambat, suatu kebiasaan yang langka buat Dewi lakukan.

"Hai," sapa Vanda takut-takut.

"Eh hai," tampaknya Dewi telah memaafkan Vanda, walau belum terbiasa akrab dengannya.

Bu Inke telah masuk ke kelas, kaki jenjangnya yang dibalut pantofel memecah keheningan.

Dewi segera duduk di bangkunya dan mengeluarkan buku cetaknya. Lima belas menit perempuan cantik itu membaca buku yang ada di depannya, sampai konsentrasinya dipecahkan oleh kemunculan Dinar di pintu kelas.

"Assalamualaikum, Bu." Dinar mengangguk sopan. 

Entah apa yang dirasakan Dewi saat melihat Dinar, sudah goblok, tidak waras. Dewi bingung mencari kelebihan Dinar. Sudah tahu Bu Inke galak, masih saja berani datang terlambat.

"Maaf telat, Bu." Ucap Dinar kepada Bu Inke yang menatapnya tajam.

"Alasannya?"

Dinar menatap ke arah Dewi, lalu menatap Bu Inke. "Tadi angkotnya lama ngetem, Bu."

Abul tertawa kecil.

Vanda menoleh ke belakang.

"Temen kamu. Masa diketawain?" Vanda menceletuk pelan pada Abul yang duduk di belakangnya.

"Kamu yang gila, masih pagi udah geulis aja, Neng." balas Abul santai, wajah Vanda  merah dibuat Abul. 

"Kamu juga." Gadis itu terang-terangan memuji Abul.

Di sisi lain wajah Bu Inke merah padam, "Mau belajar atau ngobrol? Kalian keluar!"

"Oh enggak Bu," Vanda menggeleng cepat.

"Keluar!" Bu Inke mengetuk meja dengan spidol di tangannya.

"Udah sana, duduk di kursi kamu!" Ucapnya pada Dinar.

"Makasih, Bu." Dinar segera duduk di kursinya sebelum Bu Inke bertambah marah.

"Coba kalian berdua keluar, pulang sekolah keruangan saya, jelaskan apa yang ada di bab 9 nanti."

Vanda mendengus, diambilnya buku cetaknya dan berlalu keluar kelas diikuti Abul. Padahal niatnya ingin membela Dinar, Vanda melirik Abul yang tampak kalem.

"Yuk, ke Warlap aja urang ajarin materi pembelahan sel," jawabnya asal.

"Gara-gara kamu, nih." Kata Vanda jengkel, kemudian berbalik meninggalkan Abul di belakangnya. Abul mengikuti langkah Vanda dari belakang.

Less Crush, Less StressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang