Selesai mengambil pesanan Mama Jo, Jo membawa Vanda makan di sebuah kafe bergaya retro, yang membuat sinar matahari yang memasuki ruangan kafe terkesan lembut, yang ada di samping PVJ.
Jo dan Vanda duduk berhadapan.
"Kenapa tadi diam ?"
Jo tampak berpikir.
"Lebih baik jauhin abul, Van." Jawab Jo asal.
"Kenapa?" Vanda memajukan tubuhnya, matanya menatapi laki-laki yang sedari tadi menyembunyikan perasaan kesalnya.
"Jangan pikir urang cuek, nggak peduli. Urang juga bisa cemburu,"
Vanda melemparkan tatapan senang. "Kamu cemburu?"
"Urang ngerasa kamu nggak ada rasa sama urang, kalau kamu lagi sama Abul, kelihatan entah deh, urang ..."
Vanda membisu dibuatnya. Bibirnya tidak bersuara selama detik-detik yang rasanya berjalan lama. Walaupun Vanda terkesan samar-samar tak peduli, jelas secara nyata, Jo sadar akan sikapnya. Walau begitu Vanda mulai menyukai Jo, perasaan Vanda yang tak Jo sadari.
Wajah Vanda mendadak pucat.
Vanda menggeleng pelan. "Santai aja," Vanda berkata kalem. "Bukan berarti aku nggak serius, aku serius." Vanda menyelipkan sejumput rambutnya ke belakang telinga.
"Dulu waktu urang SMP, urang berteman sama Abul. Abul dari SMP udah mulai ngerokok, tapi bukan berarti dia buruk, itu kenapa urang nggak terlalu marah kamu dekat Abul. Dia teman urang, urang udah kenal lama." Kening Vanda mengerut, tanda dia sedang berpikir.
"Mungkin kamu nggak ngerti, urang cuma pengen kamu juga suka sama urang."
Vanda bangun dari kursi, pindah ke kursi samping Jo
Vanda meraih lengan Jo dan mengapitnya lalu bersandar pada pundak laki-laki itu, sikapnya menunjukkan rasa sayangnya pada laki-laki itu.
"Aku udah nebak, kamu pasti mikirin sikap Abul yang tadi, kan?"
"Walaupun aku begitu, bukan berarti aku nggak serius Jo."
Mendengar kata-kata Vanda membuat Jo menundukkan kepala. Keheningan yang mencuat di antara keduanya terpecahkan saat makanan yang di pesan telah tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Less Crush, Less Stress
Документальная прозаgadis yang tengah berenang di dalamnya lautan perasaan.