Its all about love, centiments, and relationship. Insane Love.
Bel pulang sekolah sudah berbunyi sepuluh menit yang lalu. Vanda yang terakhir keluar dari kelas karena harus menemani Enur menulis surat untuk Kang Faza.
"Udah?" tanya Vanda saat dilihatnya Enur sudah memakai tasnya.
"Iya, yuk, Van." Enur merangkul lengan Vanda kemudian mereka berdua berjalan menuju ke tangga untuk turun ke bawah.
"Nyebelin pisan (banget) kalo Kang Faza sampai nolak aku," gerutu Enur kesal. Soalnya ia telah menyukai Kang Faza sejak SMP, Enur selalu mengikuti kang Faza bersekolah. Selalu ada cara Enur mendekati laki-laki itu, dengan menyapa, mengirim pesan, mengingat hari ulang-tahunnya, sampai menyatakan perasaannya lewat cokelat dan surat yang baru ia tulis sepulang sekolah hari ini.
"Nggak malu, Nur?"
"Sori Van, urang nggak bisa diam sampai kang Faza sadar. Maneh juga suka sama Abul tapi diem aja."
"Tega, Nur. Nyuruh aku ngejar Abul, emang ga kelihatan ya, kalau aku suka ?"
"Udah ah, urang mau ngasih ini dulu, maneh duluan aja, entar Kang Faza malah ngira maneh lagi yang naksir dia."
"Tumben insecure, biasanya ke-pedean." Matanya melihat Enur yang sedang nervous.
Enur menyapu tempat parkir, banyak motor berjajaran di sana.
"Nur, itu Kang Faza." Vanda menyenggol pinggang Enur dengan sikutnya sampai Enur ikut-ikutan menoleh.
Dilihatnya Kang Faza baru muncul dengan tas ransel di punggung-nya, sedang berjalan menuju ke lapangan parkir. Laki-laki itu sempat melirik Enur, hanya sekilas dan datar.
"Van, dia ke sini!" bisik Enur mencengkeram lengan Vanda. Laki-laki itu naik ke motor besarnya kemudian memakai helm. Enur memperhatikan gerak-gerik cowok itu dengan cermat, saat dilihatnya motor Kang Faza sudah mendekati mereka, mendadak tubuh Enur terasa tegang.
Laki-laki itu tersentak kaget saat motornya diberhentikan oleh Enur.
"Dibaca ya!" Enur menepuk pundak laki-laki itu dengan bersemangat.
Terlalu banyak tanda tanya muncul di kepala laki-laki itu.
"Yuk balik." Ajak Enur pada Vanda. Enur berusaha tidak ambil pusing, dia segera mempercepat langkahnya supaya keluar dari gerbang sekolah dan sampai di halte untuk menunggu angkot.
Vanda memandang dari kejauhan, dilihatnya laki-laki itu masih terlihat bingung dengan surat di tangannya...
Enur tidak bisa tidur.
Hari ini dia jadi susah memejamkan mata padahal Enur bukan tipe orang yang begadang untuk belajar. Enur itu tipe orang yang tiap kali lihat bantal dan guling serta tempat yang nyaman, bakalan tidur. Tapi malam ini beda. Mata Enur seolah melawan tiap kali dia mau memejamkan mata.Dilihatnya ponsel di tangannya dengan bosan, kemudian matanya berpindah melihat jam.
22. 37
Sudah jam sepuluh lewat. Tapi tidak ada satu pun respon dari laki-laki itu berupa pesan atau panggilan masuk.
"Ya Allah ?" Enur memegang kepalanya kemudian bangkit dari tempat tidur dan memilih untuk duduk di samping tumpukan novel di mejanya.
22.47
Sudah sepuluh menit berlalu. Enur masih setia melihat ponselnya.
23.58.
Enur melihat lagi dan menarik napas panjang, sudah berlalu beberapa menit. Dilihatnya fitur pesan. Tidak ada pesan masuk ataupun telepon. Enur memapah dagunya di atas ranjang, menatap ponselnya penuh tanda tanya.
"Dia nggak suka aku," bisiknya pada diri sendiri. Enur tanpa sadar membuka lagi pesan teks, dan mengetik sesuatu di sana.
02. 46
"Kang Faza. Sori."
Enur nekat mengirimkan pesan, kemudian mengembuskan napas kuat-kuat lewat bibir saat dirinya bisa mendengar degup jantungnya berdetak memukul rongga dadanya dengan keras.
02.46
Ponsel Enur bergetar. Satu pesan teks muncul di layar. Pupil mata Enur melebar, jantungnya seperti berhenti berdetak. Mendadak tangannya dingin dan kepalanya dipenuhi sejuta tanda tanya. Telunjuknya segera membuka pesan itu.
"Nur, Jo orangnya gimana ?"
-VandaEnur menjatuhkan kepalanya di atas ranjang. Laki-laki itu memang tidak mempunyai perasaan yang sama dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Less Crush, Less Stress
Nonfiksigadis yang tengah berenang di dalamnya lautan perasaan.