Despite What You May Think

45 12 42
                                    

Keesokan harinya sepulang sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keesokan harinya sepulang sekolah. Jo duduk di pinggir lapangan bersama dengan anak basket yang lain. Seperti biasa setiap Jumat, biasanya mereka berlatih basket. 

Vanda lagi-lagi buat keanehan; gara-gara kemarin-kemarin malam Jo tak meneleponnya, Vanda sering menjauh darinya, katanya ia tak lapar setiap Jo mengajak makan siang di tempat anak SMA Five biasa nongkrong, tepatnya berada di jalan Kalimantan.

Dinar sering melihat Vanda makan bersama Abul di Warteg Bahari yang tak jauh dari Provokator tempat Dinar dan Jo biasa merokok. 

"Jo, maneh kalau ada masalah, nggak usah dibawa ke lapangan, oy." Alkhan protes melihat permainan Jo yang lebih memakai emosi.

Laki-laki itu hanya terdiam, dan menepuk bahu Alkhan.

"Buru, khan!  4 quarter lagi," Ucapnya sembari bangkit dan berlari memasuki lapangan menuju coach.

Vanda yang seminggu lebih tak ada kabarnya karena ada masalah keluarga tiba-tiba muncul di lapangan Bali.

Gadis itu melihat Jo tengah berdiri di lapangan mengenakan Jersey Basketnya, ia memandang Vanda tanpa emosi dan terus melanjutkan permainannya. 

Vanda terus menunggu hingga permainan usai yang menyisakan mereka bertiga, dirinya dan Alkhan yang masih mengepaki handuk dan botol minumannya.

Jo berjalan menuju Vanda, tapi tak menghampirinya, ia duduk berjauhan dari Vanda yang menatapnya.

Laki-laki itu cuek, tangannya terus membanting-banting bola ke lantai kayu parket, tatapannya lurus ke depan tanpa memperhatikan Vanda yang duduk tak jauh darinya. 

Jo secara kasar membanting bola ke lapangan, hanya menyisakan keheningan yang membuat perasaan Vanda bingung, mungkin itu cara Jo menyapa Vanda.

 Hanya saja Jo begitu kecewa pada gadis itu, sambil menengadah ke langit, ia menghela napas. Jo menyandarkan punggungnya di tembok, keringat menetes dari ujung dahinya.

Mata Jo terpejam.

"Kalem Jo," ucap Vanda pelan.

Nada suaranya terdengar datar. "Urang nggak boleh ngelampiasin emosi lewat Basket? Urang bukan Abul, Van yang kalo emosi ngerokok tiga bungkus."  tapi ada sorot emosi dalam kalimatnya.

, .. udah beruntung ada Jo yang sayang ku maneh, ini manehna malah mencar ke mana-mana. Dasar aneh.

Vanda teringat kata-kata Sarkas Dinar sepulang sekolah tadi, itulah mengapa Vanda menghampiri Jo sore ini. Walaupun Dinar kelihatan bercanda, tapi ia sepertinya kesal pada Vanda.

Vanda melirik Jo yang sedari tadi matanya tak lepas dari lapangan, gadis itu mendekat dan meraih tangan Jo.

Jo justru beranjak bangkit, melepaskan tangan Vanda dari pergelangan tangannya secara perlahan.

Senyum sumir tercetak di bibir Jo,
".. urang coba, Van buat menjauh. bakal uran coba." 

Vanda menatap Jo bimbang. Jo sejujurnya berusaha mengerti arti tatapan Vanda yang memandangnya lama, tapi tetap sia-sia. Hanya menyimpan teka-teki yang terbersit dalam otaknya.

"Urang balik deh, kalau ada apa-apa telepon Abul aja." Kata terakhir diucapkan Jo diikuti sentuhan ringan dikepalanya.

  Laki-laki itu meninggalkan Vanda seorang diri.  Jo tak bisa membohongi perasaannya, ia masih menyayangi Vanda, tapi gadis itu tak merasakan hal yang sama.

"Belum pulang?" Alkhan yang baru keluar dari kamar mandi menghampiri Vanda sembari mencari Jo. Alkhan menyerahkan sebotol air mineral kepada Vanda yang kelihatan lesu.

"Nuhun." balasnya.

"Urang tingali, maneh liatin Jo dari sore, pantes Jo nggak konsen mainnya," pandangan Alkhan tertuju pada Vanda.

Mendengar itu, Vanda hanya tertegun, Jo bukan tak konsen, ia sedang marah karena sikap Vanda. 

makasih malapalas dan ikdales, udah nyariin akuuh, aku tersentuh hhe

Less Crush, Less StressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang