Vanda mengedarkan pandangannya memperhatikan sepenjuru warung lalapan yang ada di salah satu pantai di Bali, berusaha menemukan Erni yang tadi pagi meneleponnya. Vanda menoleh saat mendengar namanya dipanggil dari kejauhan, Erni melambaikan tangan. Vanda segera mendekati Erni dan duduk di hadapannya.
"Hai ?" sapa Vanda sambil memperbaiki duduknya agar nyaman. "Maaf telat, banyak customer tadi." Vanda tersenyum semringah.
"Nggak papa, Van."
Erni berpikir sejenak, bingung harus memulai dari mana.
"Ehm, mau pesen apa, Van ?" katanya pada akhirnya.
"Gua udah makan, Er. Minum jus aja, jus alpukat enak nih kayaknya,"
"Oke." Erni mengangguk dan melambaikan tangan, setelah memesan pesanan, Erni menatap Vanda dan gadis itu tersenyum.
"Makasih ya udah dateng, Van."
"Nggak pa-pa, kan lu yang traktir," bantah Vanda berbohong. Padahal remuk sudah tulang-tulangnya seharian mondar-mandir melayani customer dengan baik.
"Gua mau ngomong, Van." Tak lama kemudian pesanan datang, Vanda mengucapkan terima kasih. "Minum dulu, Van." pesannya pada Vanda sebelum ia mendengarkan pengakuan yang akan diucapkannya.
Vanda menyesap jus itu sampai jus alpukat miliknya habis, Vanda kembali menatap sepasang mata Erni. Siap mendengarkan.
"Mau pesen lagi nggak, gua bayarin kok." Gadis itu menggeleng pelan. "Mau ngomong apa Er ?"
Erni meneguk ludahnya. Bingung dan blank seketika.
"Gua pingin Aborsi?!" ucapnya berhati-hati.
"Aborsi ?" Ada getaran yang jelas terasa di jantungnya.
"Lu tahu tempat aborsi di Bali, nggak ?"
Dada Erni seperti tersengat listrik sewaktu mengatakan hal yang sebenarnya bukan itu yang ia ingin sampaikan.
Hening selama beberapa saat, butuh waktu bagi Vanda untuk bisa mencerna maksud Erni.
"Ayahnya siapa Er ?"
"I.. iya Van." Vanda mengerutkan keningnya, menunjukkan ekspresi dia sedang bertanya-tanya.
Vanda mengangguk mengerti. "Semalem gua nyuruh temen gua ngambil dompet di kosan, tapi dia nggak ngambil dompet itu, padahal gua butuh banget dompet itu buat transfer UKT, gua nggak tahu gimana nasib kuliah gua, Er. Gua ngerasa ada sesuatu yang buat temen gua begitu waktu ke kamar gua. Bagi gua studi gua itu sangat berharga. Tapi entahlah." Erni meneguk ludahnya.
Vanda menggeleng putus asa.
"Ternyata batasan haram itu dilanggar, bukan sama gua, tapi sama lu, Er." Vanda memundurkan tubuhnya.
"Gua tahu, namanya cowok pasti punya yang namanya birahi, gua cuma terlalu bodoh nggak bisa melihat itu, gua pikir itu hal imut,"
"Besok pagi gua bakal gugurin bayi ini." Ekspresi Vanda perlahan memudar berganti dengan kernyitan, tak menyangka perempuan dihadapannya begitu tega.
Erni membisu.
Vanda meletakkan tangannya di pundak Erni. "Gua peduli sama lu Er, tolong jangan ya," Vanda kehilangan kata-kata.
Erni lantas memeluk Vanda. Erni menggigit bibirnya dan mengeratkan pelukannya di punggung Vanda.
"Vanda, gua nyesel..."
Gadis itu membisu.
![](https://img.wattpad.com/cover/87283160-288-k24012.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Less Crush, Less Stress
Nonfiksigadis yang tengah berenang di dalamnya lautan perasaan.