And feel the beauty of wind,-
Seusai bel pulang sekolah, Vanda segera menuju ke perpustakaan sekolah. Seharusnya dia segera pulang bersama Enur tapi berhubung kemarin Pak Roni, guru Biologi kesukaan Vanda mengumumkan nilai ulangan tertinggi yang diraih oleh Vanda, ia jadi semangat belajar Biologi. Vanda ingin sekali mengikuti olimpiade Biologi se-kota Bandung.
"Siang Buk Endeu." Vanda mengetuk pintu dengan sopan, membuat beberapa siswa-siswi menoleh padanya sejenak.
"Oh, Sok (silahkan) masuk. Mau pinjam buku Biologi lagi? Kalau iya, sekalian susun tumpukan yang di ujung ya," perintah Bu Endeu.
"Iya, Bu." Vanda mengangguk sambil masuk ke dalam, dia duduk di salah satu kursi yang kosong.
"Punten, aku duduk sini, ya?"
"Sok aja, nggak pa-pa."
"Eh iya, Vanda." Vanda menjulurkan tangannya.
"Dina."
Dari kejauhan tampak sosok yang familiar bagi Vanda.
"Gimana?" Abul menatap Dewi yang sejak tadi berpikir bagaimana melarikan diri dari laki laki dekil di depannya.
"Ng... iya, Bul." Dewi mengangguk setuju. Permintaan Abul ternyata mendapat sambutan yang baik oleh Dewi.
"Oke." jawab laki-laki itu.
Jauh di ujung sana, Vanda mengamati mereka berdua, ia menghela napas panjang.
Setengah tahun Vanda mengenal Abul, kesan Vanda untuk laki-laki itu pintar, nakal.
Abul memang terkenal hobi mabalnya, kalau bukan karena kepintarannya, mungkin Abul hanya akan terkenal nakalnya.Abul pun selesai berbicara, ia bangkit dari kursinya dan bergegas keluar dari perpustakaan dan membuat Dewi ikut keluar.
Pemandangan itu membuat perasaannya membeku. Entah apa yang dipikirkan gadis itu termangu di tempatnya duduk. Ia berada di perpustakaan hingga sore hari.
Ia berjalan keluar dari perpustakaan melewati koridor menuju lapangan Bali.
"Jo." Vanda memanggil laki-laki yang tengah berlatih basket. Ia menoleh mendapati seorang gadis di tepi lapangan sedang menatap dirinya. Ia melangkah mendekatinya.
"Kenapa?"
"Pulang, yuk"
"Pulang?" Jo bereaksi lambat, terkejut atas ajakan singkat itu.
"Aku udah nunggu kamu." ucap Vanda.
Melihat pemandangan tersebut, membuat Jo kaget.
Jo mengernyit, dia baru saja ingin tertawa tapi tak urung justru dia mengangguk pelan.
"Oke." laki-laki itu berjalan ke arah coach. Lalu mengambil ranselnya di tepi lapangan. Dan melangkah mendekati Vanda.
Jo menatap Vanda singkat, keduanya berjalan menuju lapangan parkir. Jo mengeluarkan motornya, kebetulan lapangan parkir sudah amat-sangat sepi. Hanya tersisa motor dari anak basket. Dijulurkan tangannya ke belakang untuk membantu Vanda naik. "Udah ?"
"Iya." Vanda mengembuskan napasnya saat sudah duduk sempurna di belakang Jo.
Kedatangan Vanda menjemputnya secara langsung di lapangan Bali membuatnya bingung.

KAMU SEDANG MEMBACA
Less Crush, Less Stress
Kurgu Olmayangadis yang tengah berenang di dalamnya lautan perasaan.