Ketika

62 12 11
                                    

Vanda baru saja menyelesaikan makan malam yang tak menyenangkan. Ia naik ke lantai atas dan menutup kamar dan beranjak menuju meja belajar, ia ingin belajar walau hanya sebentar. Ponselnya bergetar. Diambilnya ponsel itu dari rak buku.

Abul is calling..

Duh, Tuhan! Vanda kaget melihat nama yang muncul di layar. Lalu, tak lama ponselnya berhenti bergetar dan menampilkan pemberitahuan.

2 panggilan tak terjawab. Nama Abul muncul kembali.  Vanda segera mengubah pengaturannya menjadi silent. Vanda menelan ludah, ambigu tentang perasaannya. Terdengar ketokan dari ujung pintu, sepertinya adalah tantenya.

"Lagi apa?"

"Ini baru mau belajar."

"Oh..."

Vanda hanya terdiam malas.


"Yang namanya Abul lagi di bawah nungguin." Jantung Vanda jadi cenat-cenut mendengarnya.

Vanda bangkit dari duduknya.

"Jangan lama-lama, nggak baik bertamu malam-malam." Suara perempuan itu menceletuk tajam tanpa cela.

Pikiran Vanda melayang ke lantai bawah, benarkah Abul di rumahnya.
Vanda keluar kamar dan memperhatikan sejenak sampai senyum Abul menyadarkan kembali ke realita.


Gila! Kok berani ?!" Lirihnya.

Vanda menuruni anak tangga dan melangkah mendekati Abul.

"Hai." suara Abul terdengar hangat.

"Kesel ya urang ke sini ?"

Gadis itu menganggukkan kepalanya.


"Nggak waras ya?" Tanya Vanda sambil duduk di depannya.

"Urang bingung mau ngomong apa."

Vanda menatap Abul tajam.

"Kamu nggak berubah." Abul menatap Vanda dengan penuh tanda tanya sebelum akhirnya memutuskan untuk bertanya.

"Seandainya urang bilang jangan gabung ekskul Basket, kamu mau denger urang nggak ?"

Vanda diam-diam melirik laki-laki bertubuh jangkung yang kali ini menatapnya.

"Nggak," Vanda berpura-pura tidak peduli," Tapi jauh dalam hatinya, laki-laki itu berhasil membuat wajah Vanda merona, lewat kata-katanya barusan yang membuat gadis itu salah tingkah.

"Kamu batur urang, Van. Lagian itu cuma saran."

"Kenapa nggak boleh gabung.." jauh dari lubuk hatinya, Vanda berharap mendengar sesuatu yang ingin ia dengar. Ia baru kali ini merasakan mempunyai perasaan semacam ini.

"Kamu gabung aja."

Vanda kebingungan, tak bisa berkonsentrasi.

Vanda mengangguk, lalu laki-laki itu berdiri di depannya, Vanda mendongakkan wajah dan memasang wajah bingung.

"Urang balik dulu ya, Van." dilihatnya gadis itu diam, tanpa berkata-kata. Abul dengan cekat meletakkan tangannya di atas kepala Vanda. Sedetik berikutnya, laki-laki itu tersenyum penuh arti.

"Tante, saya permisi dulu." Abul segera membungkukkan punggungnya sopan.

"Hati-hati ya Nak, jangan ngebut-ngebut pulangnya," sahut tante Vanda dari dalam dapuy sambil tersenyum.

"Iya Tante, saya duluan." Abul melangkah keluar rumah, ditemani Vanda di sisinya, "Nuhun ya, saran ga gunanya."

Cara tertawa miris.

Abul mengangguk sambil memakai helm, dihidupkan mesin motornya lalu detik berikutnya, motor itu memutar balik hingga akhirnya hilang di balik gerbang.

Begitu Abul pulang, seisi kepalanya menjadi tak fokus.

"Kamu udah punya pacar ?" Tantenya menyikut lengan Vanda, membuat gadis itu tersadar dari lamunannya.

"Bukan, teman kelas."
"Awas kamu pacaran, nggak akan Tante kasih uang jajan." Vanda mendengus dalam hati mendengar celetukan tantenya. "Udah ah, mau tidur dulu." tidak ingin dirinya diceramahi lebih lama, Vanda segera naik ke lantai atas.

Haihai :)

Less Crush, Less StressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang