Dia keren.

60 13 10
                                    

~

Diketuknya jendela kamar itu dua kali hingga terdengar sahutan suara seseorang dari dalam.

Ayah, Panggil gadis itu dengan nada ketakutan.

Abul segera membuka jendelanya dan melihat Vanda duduk di meja belajar. Gadis itu mengalihkan pandangan menatap Abul.

"Abul!" Ucap Vanda terkesan marah.
Vanda segera menutup jendelanya, melihat gerakan Vanda, Abul dengan cepat duduk diantara frame jendela.
Kini jarak mereka hanya seperempat meter, Vanda menghentikan langkahnya.

"Urang mau ngomong."

"Oh."

"Duduk geura." laki-laki itu menatapnya dan mempersilahkan gadis itu duduk. Vanda menurut, dia segera duduk di tepi meja belajar dengan gugup.

"Enur udah bilang?"

"Bilang apa?"

"Bilang kalau urang keren ?!"

Vanda mengangguk, mendengarkan kegilaan Abul ditengah malam seperti ini.

"Kamu marah, ya?"

Ia menghela napas pelan.

"Iya, tapi  kurang ngerti kenapa juga aku marah." Lirihnya pelan.

Abul terdiam.

"Urang pengen cerita, boleh ?" Vanda tampak kaget, tapi ia tetap mengangguk.

"Van, urang nganggap kamu batur," ucapnya tapi gadis itu tak mengerti arti batur dan tetap serius mendengarkan.

Hening yang lama tercipta di antara mereka.

"Urang nggak ngerti kenapa cewek yng urang suka bertingkah aneh akhir-akhir ini ?!" Vanda menatap Abul dan tetap mendengarkan.

Gadis itu terdiam dalam sunyi malam itu.

"Dia pengen dikejar, Bul."

"Serius ?"

Vanda mengangguk.

"Besok lusa ada makrab seangkatan di lembang. Datang, ya."

Gadis itu menatapnya.


"Terserah sih, urang ga maksa. Tapi urang bakal seneng kalau kamu dateng."

Laki-laki itu menatap wajah Vanda yang masih kaget dengan seksama.

"Ya udah Van, urang cuma mau ngomong itu aja."

Vanda mengangguk.

"Urang harap kamu bisa nerima urang jadi batur kamu. Ya udah tidur, besok sekolah."

"Urang balik, ya."

Vanda tersadar dari lamunan singkatnya. Abul lalu berbalik dari posisinya, dan melompat menuju ke bawah.

Cepat-cepat ia berjalan menuju gerbang yang belum terkunci karena tante Vanda sedang keluar rumah.

Abul meninggalkan rumah itu dan menutup gerbangnya pelan-pelan. Vanda mengamati Abul dari jendela kamarnya.

Dia setengah sadar, karena setengah kesadarannya dia gunakan berpikir, memikirkan kata-kata Abul itu. Matanya menatap ke langit yang gelap.

Parah sih.

Lirihnya dengan napas panjang.

Hello kawan-kawan, hope you like it. Hhhe

Less Crush, Less StressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang