Bel pulang baru berbunyi. Enur, Dewi dan Vanda baru saja keluar melewati parkiran dan menuju gerbang. Entah apa salah Vanda harus merasakan kehilangan kedua orangtua disaat ia membutuhkan mereka.
Sekarang, sasaran selanjutnya ialah perasaannya, ia sudah menyerah berharap, ia hanya akan menjalaninya. Abul pura-pura tak peduli raut wajah Vanda yang memucat setengah mampus.
Sementara di samping Vanda, Enur dengan angannya yang mengawang di koridor.
"Enur" panggill Vanda, Enur menoleh.
"Batur artinya apa ?"
"Temen,""Oh." balas Vanda, berpura-pura tak peduli perasaannya, dan berusaha tidak mengacuhkan nalurinya, Vanda menghembuskan napas pelan.
"Mama aku udah jemput. Kamu jadi pulang sendirian, enggak pa-pa?" Tanya Dewi.
"Ya udah. Nggak pa-pa duluan aja."
Enur dan Dewi pun melangkah masuk ke dalam mobil Dewi.
Enur melambaikan tangannya meninggalkan Vanda seiring melajunya mobil tersebut, kemudian hilang dari kejauhan.
Biasanya Enur menumpang mobil Dewi dan menyambung angkot menuju Cimahi.
Sementara di samping gerbang ada dua anak laki-laki, Jo dan Abul yang bersandar di dinding gerbang, Vanda melirik ke gerbang, dilihatnya Abul masih berdiri di sana, bersama dengan Jo. Abul melambaikan tangannya dan segera membuat Jo menatap ke arah Vanda, ia terdiam sesaat.
Jo tampak berpikir sejenak, lalu memutuskan untuk menghampiri anak baru tersebut yang bergegas melangkah, saat telah melihat Abul.
"Tunggu." Vanda spontan berhenti melangkah, dia menoleh lagi dan menemukan Jo menatapnya.
"Kamu kelas sebelah, kan? Maksud urang kelas J kan?"
"Iya kelas J," Vanda manggut-manggut.
"Kata Fauziah, kamu mau gabung ekskul Basket, kalau iya besok dateng ke lapangan Bali jam lima-an."
Vanda mengangguk mengerti.
"Ya udah mau bilang itu doang."
Vanda lantas meninggalkan laki-laki jangkung itu dan melangkah pergi.
Kebanyakan para murid SMA Fife memang tinggal jauh yang mengharuskan mereka membawa kendaraan sendiri. Sedangkan untuk Vanda hanya butuh waktu lima belas menit untuk sampai ke rumahnya.
"Urang anterin." Gadis itu berpaling dan melihat Abul sedang mengikutinya dari belakang.
"Enggak, sendiri aja." Abul lalu melangkah lalu berdiri di samping Vanda. Berjarak dua jengkal. Tidak benar-benar dekat. "Tadi Jo ngomong apa, Van?"
Vanda melirik Abul.
"Oh, namanya Jo."
"Tampangnya baik, tapi dia brengsek."
Vanda bereaksi lambat, pupil gadis itu sempat melebar namun hanya sedetik menunjukkan keterkejutan.
"Kayak kamu "
"Kamu teh lucu ya ?!" Vanda menatap Abul dengan tatapan menyelidik ke arah Abul. Lalu menggeleng pelan.
"ABUL KEMANA, BUL." teriakan jail teman-temannya membuat ia menoleh lalu berpaling.
Abul menatap Vanda, ditepuknya pundak Vanda lembut.
"Entar malem urang telepon." ia berbisik lirih. Lalu berlari menuju teriakan teman-temannya.
Hello teman-teman, wish all the best fo you.

KAMU SEDANG MEMBACA
Less Crush, Less Stress
No Ficcióngadis yang tengah berenang di dalamnya lautan perasaan.