Abul Was a Baby

36 8 7
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Jo berada di depan rumah Vanda sambil melirik ke dalam. Sudah pukul tujuh kurang lima pagi tapi Vanda masih belum menampakkan diri. Ponselnya tidak diangkat walaupun sudah tiga kali Jo meneleponnya dan mengirim pesan.

Tuh anak oon atau, kemarin urang bilang berangkat bareng, gumamnya pelan.

Akhirnya  setelah melirik ke dalam rumah Vanda dan sama sekali tidak ada tanda-tanda kemunculan gadis itu, Jo menunduk sedih.

Dia naik ke kursi depan mobil, bersama Della di sampingnya yang akan berangkat sekolah. Sekolah Della tak jauh dari sekolah Jo. 

Di perjalanan, Jo melihat keluar jendela mobil. Mengecek apakah Vanda hari ini berjalan kaki seperti biasa. Tetapi, hanya ada anak-anak SMP dan SD yang memadati ruas tepi jalan. Sama sekali tidak ada sosok yang ia cari. Tepat pukul tujuh, mobil berhenti di depan gerbang sekolah Della. Dia pun menurunkan Della di SDN Banjar Sari.

Della segera bersaliman kepada kakaknya sebelum akhirnya turun dari mobil.

"Buruan, buruan, Neng!" Pak Satpam sudah berdiri didepan gerbang, berteriak membuat Della segera berlari panik. 

Sedangkan Jo sudah jelas terlambat setengah jam, tetapi filosopinya adalah,   tak apa telat yang penting masuk sekolah.

Jo berhasil melewati dan mengelabuhi guru yang terkenal sadis dalam urusan kedisiplinan.

Jo berlari ke dalam gerbang dan meninggalkan tasnya di samping kantin, seolah-olah ia sudah masuk sekolah dan tidak terlambat.

"Kok belum masuk?" Tanya Bapak itu.

"Iya Pak, tadi mau ngambil fd di mobil, tapi lupa bawa kunci mobilnya."

"Ya sudah." 

Laki-laki itu segera berjalan panik, dan berlari menuju lantai dua, ke kelas Vanda. Gadis itu belum ada. Bener! Tuh anak pasti telat. Jo berdecak. Dia akhirnya segera berbalik menuju kelasnya.

Aroma pagi segera menyeruak bercampur dengan aroma rumput basah.

Sementara Vanda, gadis itu masih berada di taman belakang, masih terlelap di bahu laki-laki itu. Hari ini dia memutuskan untuk mabal sekolah. Lagipula ia baru kali ini mabal selama kelas dua belas, jadi tidak terlalu ada masalah.

Dewi mungkin akan bersyukur karena hari ini tak ada yang mengganggu suasana hatinya.

"Van," panggil Abul membangunkan gadis itu. Vanda segera terbangun.

"Van, mau ziarah hari ini?" tawar Abul pada Vanda yang sudah mengangkat kepalanya dari bahu laki-laki itu.

Otomatis Vanda mengangguk-angguk. Matanya berbinar riang dan senyumnya tertarik sedikit. Abul melihat deretan bunga yang tumbuh di taman.

"Vanda," panggilnya. katanya menunjuk ke arah dapur. Vanda segera berlari menuju dapur melewati lorong yang menghubungkan taman belakang dengan dapur.

"Iya tante,"

Vanda berbalik.

"Vanda," panggil perempuan itu dengan lembut.

Vanda segera menoleh pada suara itu.

" Tante nggak marah kamu pacaran," ia melihat Vanda dengan senyum lembut.

"Kamu udah dewasa menurut Tante, tapi kamu harus selalu jadi anak yang baik buat orangtua kamu." 

Vanda mengangguk riang, ia tersenyum lalu memeluk Tantenya.

"Ya udah ajak temen kamu sarapan," perintah Tantenya pada Vanda. Vanda mengangguk. 

Vanda terkejut melihat reaksi Tantenya, seolah-olah Ibunya yang barusan menasehatinya dengan lembut.

Hari ini Abul akan menemani Vanda memperingati hari kepergian Ayahnya sekaligus berkunjung ke makam Dinar.

     Semenit kemudian, Vanda berbalik dan berjalan menghampiri Abul.

"Nuhun, Van." ucapnya menatap Vanda.

" ..rela nggak tidur nemenin urang cerita sampai tengah malam." Abul tersenyum mengucapkan kalimat itu dengan nada tenang.  

      

Less Crush, Less StressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang