Truth of The Day

45 9 27
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





Anak-anak sudah berkumpul di kantin sejak tadi. Jo hari ini akan metraktir Dinar dan Vanda.

"Giliran makan ke urang, rokok ke Abul, maneh ga modal pisan, Nar." Jo sampai geleng-geleng kepala bingung.

"Ya maneh kayak nggak tau urang aja sih, Jo." Vanda masih menunggu, ibu kantin mengantarkan smooties mangga pesanan Vanda dan Dinar.

"Serius Jo. Maneh baik pisan ke urang, aing doain makin keren." Jo meringis.

"Vanda enak ga?"

Vanda mendongak. "Enak, aku suka."

"Wadow, Dewi punya kecengan baru, eciee." Suara Dinar membuat Jo dan Vanda mendongak dan melihat Dewi dan Adit di hadapan mereka.

"Yeuh, daripada kamu jadi nyamuk!" komentar Dewi pada Dinar.

"Yoi," Dinar tertawa geli padahal dalam hati merasa dongkol. Tak lama di belakangnya diikuti Abul yang mencari Dinar sedari tadi.

"Woi, Nar, katanya mau ke Warlap!" Abul menepuk bahu Dinar. Vanda melirik ke belakang punggungnya dan sedikit terkejut menemukan laki-laki bertubuh jangkung yang menciumnya minggu lalu di Jalan Bali.

Vanda menatap Abul ragu-ragu, tiba-tiba tangan Abul terjulur ke atas kepala Vanda.

"Goblok pisan, Bul. Entar si Jo marah." Celetuk Dinar meledek. Wajah Vanda terasa panas.

"Yuk." Abul berlalu bersama Dinar, diikuti tatapan Vanda. Vanda masih tak bersuara, dan Jo menyipitkan matanya melihat pada salah tingkah di depan Abul.

..

Bel jam kedua pelajaran KWN sudah berakhir. Hari ini adalah hari ulang tahun Abul, Dinar memanfaatkan kesempatan itu untuk mengerjai Abul sepuasnya. Ahmad yang melihat Dinar memasukkan sesuatu ke dalam tas Abul terbahak-bahak.

"Anjritt, ieu nanaonan? Kampret maneh, Nar!!" Abul yang tahu bahwa tasnya diisi pembalut oleh Dinar tertawa habis-habisan.

"Itu berarti aing peduli, Bul. Maneh kan nggak punya pacar yang ngasih surprise."

Sebuah pembalut melayang mengenai wajah Dinar, laki-laki itu meringis, memegangi wajahnya.

"Abul! nggak boleh gitu,"

"Kan, nanti perempuan yang ngerawat anak-anak kamu, kamu harusnya menghargai perempuan, masa pembalut dijadiin mainan?" tanya Vanda memastikan, Abul menarik tawanya saat mendapat sorotan tajam dari mata Vanda, walau dalam hati ciut juga.

Abul terdiam, merasakan wajahnya memanas atas tingkah bodohnya barusan, kini Vanda beralih menatapnya setelah melirik Dinar,

"I-iya, Van." Abul mengangguk. Vanda geleng-geleng kepala melihat Abul.

"Tuh kan! Emang geleuh si Abul! Jangan mau sama cowok kayak Abul!"

"Kurang ajar, Nar! Enggak atuh, Van."

Peringatan dari Vanda membuat Abul memungut kembali apa yang ia lemparkan barusan.

"Nih, Nar. Buat Mama kamu,"

"Naon, buat kakak manehlah,"

"Taruh aja di situ, entar aku taruh di UKS," ucap Vanda menawarkan.

"I-iya, Van. maafin urang, ya."

Dilihatnya sekilas wajah Vanda yang tersenyum melihat dirinya.

"Selamat hari menetas, Abul." balasnya santai.

"Hah? Oh, iya. Nuhun ya." Jawab Abul.

Singgah sejenak di bawah "payung-teduh", lirik lagunya payung teduh emang beneran teduh ya hhe

Less Crush, Less StressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang