Early Goodbye

91 11 96
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







"Abul, di mana? Ke Warlap, Dinar kecelakaan Bul! Buru." Abul baru sampai rumah saat mendapat telepon dari Dewi.

"Bohong." ucap Abul santai.

"Ya Allah. Aku nggak bohong. Sekarang ya!"

Tidak ada jawaban dari Abul.

"Abul!" Ponsel tiba-tiba terputus saat Dewi hendak membuka bibirnya, gadis itu merutuk dan terpaksa bangkit dari posisinya menuju ke motor yang penyok bagian depannya.

Tanpa mengulur banyak waktu, Dewi segera menelepon Papanya yang bekerja di bagian Rumah Sakit.

Dewi nyaris terserempet mobil karena kondisi jalan yang licin saat berusaha menyeberang ke pinggir jalan tempat Dinar terbujur tak bernyawa.

Hanya butuh waktu sepuluh menit bagi Papa Dewi agar sampai di Jalan Bali, motor yang penyok tersebut di pinggirkan oleh laki-laki paruh baya itu. Dewi berlari ke arah Papanya.

"Nak, nggak pa-pa?" tanya Papanya dengan nada khawatir.

"Pa, temen Dewi dari tadi nggak bangun-bangun?!" teriaknya dengan napas terengah-engah, tapi laki-laki itu malah terbelalak saat melihat teman anaknya.

Terbujur kaku seorang anak laki-laki yang kelihatannya terlempar sampai ke bahu jalan, hampir tak ada orang sekitaran jalan tersebut yang membantu, Dewi berjalan pelan sambil memegangi kakinya yang kelihatan sakit.

Laki-laki paruh baya itu membeku. Jantungnya nyaris saja berhenti berdetak melihat musibah yang menimpa anaknya.

Suasana kelam, atmosfer yang melemparkan jiwa laki-laki tua itu ke kegelapan malam. Anaknya akan disalahkan oleh pihak keluarga anak laki-laki yang masih terbujur kaku kehabisan darah.

Tangan laki-laki tua itu terkepal dingin di samping tubuhnya sampai buku jemarinya memucat.

"Nak, ayo kita pulang. Nanti Papa telepon Ambulans," Bibir laki-laki tua itu mendadak kering.

"Dinar kecelakaan gara-gara Dewi, Pa, .."

Digertakkan giginya kuat-kuat mendengar kalimat anaknya.

Kemudian muncul kilasan bayangan di depannya, anaknya yang sedari kecil menjadi siswa teladan, mengantongi piagam penghargaan saat SMP. Nama keluarganya yang akan tercoreng.

"Papa bilang kau pulang sekarang!" Ucap laki-laki itu setengah teriak, di keluarga Dewi, adalah kasar jika seorang ayah sudah memanggilnya dengan sebutan 'kau'.

Dewi mendadak berlutut. Jatuh, lunglai. Tepat di depan Ayahnya, tangannya yang terkepal menahan tanah, gadis itu pun jatuh lunglai.

Cairan merah itu seolah berhasil meluapkan seluruh bayangan Dinar yang saat ini berhasil membanjiri pikirannya tanpa ampun.

"Nar.." seru Dewi dalam keadaan pingsan. Dewi menggigit bibirnya, walau tak bisa dilihat oleh mata tapi dapat dirasakan oleh Dewi, bahwa Dinar telah pergi.

Dewi menutup matanya begitu mendengar suara Dinar yang seperti menggema di pikirannya. Dinar yang berteriak jail karena melihat Dewi yang terus membaca buku. Dinar yang menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuknya saat Abul malah memilih menunggu Vanda di gerbang rumahnya. Suara Dinar terasa terngiang sampai akhirnya pecah.. pecah sampai akhirnya klimaks, terus menerus klimaks hingga akhirnya hening.

Laki-laki tua itu mendekat, diraihnya kepala anaknya ke pundaknya. Dewi yang awalnya lemas dan lunglai, tapi akhirnya memeluk Papanya erat, gadis itu ketakutan.

Sementara raga seseorang di bahu jalan sana, masih menunggu Ambulans yang entah kapan akan tiba.

Air mata Dewi entah sejak kapan sudah meleleh hangat di pipinya. Cepat-cepat laki-laki tua itu membopong anaknya ke dalam mobil dan membawanya pergi dari tempat kejadian.

Laki-laki itu memberanikan diri pergi dari jalan Bali, seakan-akan ia hanya melaporkan bahwa telah terjadi kecelakaan di jalan tersebut dan tak mau ambil pusing atas nasib Dinar.

Dinar, bisik Dewi nyaris tanpa suara.

Laki-laki itu terdiam, ada teriakan menggila dalam hati anaknya, dikatupkan bibirnya rapat-rapat menahan gejolak rasa bersalah yang mendadak membabi buta.











hmm, dia kenapa ya, kok aku gr wkwk

Less Crush, Less StressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang