Suatu hari, saat Enur duduk di kelas, guru BK masuk ke kelas mereka. Ia memperkenalkan guru baru, guru olahraga. Sudah lama kelas dua belas tidak mendapat pelajaran olahraga. Terakhir, guru olahraga, seorang perempuan sudah lanjut usia yang sudah pensiun. Rata-rata anak SMA Five khususnya siswinya tidak suka panas-panasan saat olahraga. Karena biaya ke klinik Estetika lumayan mahal.
Maka, ketika guru BK memperkenalkan guru olahraga itu siswi kelas J bersorak-sorai. Suasana kelas jadi ramai. Berkali-kali Vanda mencoba mengucek matanya berusaha memfokuskan pandangannya ke depan untuk melihat guru baru tersebut, tetapi kurang berhasil. Gadis itu sangat mengantuk sebab begadang mengerjakan laporan Kimia dan Fisika bersama Abul di rumah Enur.
Vanda melihat Enur mencerminkan kegembiraan, Vanda tak mengerti mengapa Enur sangat bersuka cita padahal ia tengah dekat dengan Kang Faza.
Ternyata pak guru tersebut masih muda. Penampilannya lebih mirip mahasiswa ketimbang guru.
Sejak saat itu, setiap pelajaran olahraga jarang ada siswi yang malas-malasan. Semua siswi antusias. Padahal, pelajaran olahraga sebelumnya paling mereka benci. Tetapi sekarang keadaannya berbalik 180 derajat. Pelajaran olahraga kini menjadi pelajaran favorit semua murid di kelas mereka.
Setiap siswi dengan cara masing-masing, berusaha menarik perhatian sang guru muda. Termasuk Enur. Sebentar-sebentar Enur maju mendekati sang guru lalu bertanya peraturan permainan bola.
"Dasar si Enur make modus kampungan," celetuk Abul tertawa kecil.
"Yih, suka-suka si etalah," bela Vanda mengusap keringatnya.
Setiap menjelang pelajaran olahraga, jantung Enur berdetak lebih kencang. Entah mengapa Enur merasa juga mendapat perhatian khusus darinya. Dalam lain kesempatan, guru idola Enur ini mem-follow balik akun media sosial milik Enur.
Suatu hari di Senin yang agak mendung Enur berencana memberikan cokelat putih kepada guru tersebut, Enur nekat menyatakan cinta pada sang guru, ia tidak peduli apa kata Vanda. Dengan kikuk akhirnya ia menerima cokelat Enur.
Guru itu hanya diam. Ia menatap ke arah lapangan hijau kering, Enur menunggu dengan harap-harap cemas. Guru itu lalu menatap enur sejenak. "Ayo balik kelas, nanti telat."
"Enur buru! Bu Ida udah masuk!" teriak Vanda berkali-kali.
...
Setelah pulang sekolah Jo menyempatkan diri untuk ke Gramedia. Sebuah keanehan bagi Jo, pasalnya Jo bisa merasakan kekaguman Vanda pada Abul saat abul mengajarinya menyelesaikan persoalan Matematika.
"Di sana, di rak paling pojok. Kamu lurus aja," tunjuk seorang penjaga pada perempuan yang masih mengenakan baju olahraga SMA-nya. Jo mengikuti sumber suara tersebut.
"Nuhun, teh." Balas perempuan itu.
"..rajin pisan." komentar Jo santai.
Dilihatnya Jo ada di belakangnya, Dewi sampai menyipitkan matanya. Ia berusaha menyembunyikan perasaannya saat mengingat kejadian tiga hari yang lalu.
"Maneh nyindir aku?"
Jo meringis mendengarnya.
"Susah memang kalau mantannya Abul, sama-sama pinter, sama-sama brengsek, tapi kamu nggak brengsek, cuma rese."
Dewi mengangkat wajah mendengar perkataan Jo, dipalingkan wajahnya saat melihat Jo menatapnya.
Dewi mengangguk, dia segera berjalan menuju ke rak buku ujung.
"Bantuin Dewi, cariin buku rumus Kimia yang bagus tapi enggak mahal."
Dewi akhirnya mengangguk, ia mendekati Jo dan membantunya mencari buku yang sedang dicari.
".. tumben ke Gramed?" tanya Dewi bingung.
"Sibuk nggak, minum Chatime yuk." Ucap Jo mengalihkan pembicaraan.
Dewi terkekeh geli.
"Nggak sibuk sih," katanya ragu. "Tapi, entar Vanda marah."
"Lebay, Vanda baik kok." Jo mendengus.
Dewi tersenyum lebar.
true story, temanku pernah ngasih cokelat putih ke guru muda, dan selama sebulan itu drama sekali hidupnya, eehe just intermezo
KAMU SEDANG MEMBACA
Less Crush, Less Stress
No Ficcióngadis yang tengah berenang di dalamnya lautan perasaan.