Vanda sedang membahas seputar ulang tahun Enur yang akan dirayakan pada hari ini sepulang sekolah. Vanda sudah menyiapkan acara kecil-kecilan ini sejak kemarin.
~
"Enur, pulang duluan ya." Dewi bangkit dari duduknya tanpa melihat ke arah Vanda.
"Iya. Sama siapa balik?" tanya Enur mengalihkan pandangannya dari novel di depannya.
"Angkotlah."
"Langsung balik?"
"Ya iyalah, masa mau ngodein Abul biar nganterin pulang." Vanda merasa tertohok.
"Oh, oke deh." Enur mengangguk sekilas lantas kembali berpaling pada novel.
Dewi keluar dari gerbang sekolah menuju halte untuk menunggu angkot jurusan Dago lewat.
Sekolah sudah lumayan sepi, tapi Dewi tidak melihat gerombolan laki-laki yang hobi nongkrong di pengky.
"Enur, ke rumahku, yuk."
Enur hanya mengangguk, sebenarnya anak perempuan itu takut pulang karena sepanjang pagi ia diomeli oleh mamanya karena ketahuan membeli eye shadow satu palet.
Tetapii sesampainya di depan rumah Vanda.
Enur kaget saat melihat motor ninja hitam terparkir di depan gerbang rumah Vanda beserta pemiliknya yang nangkring di atas motor sambil menatap dirinya.
Enur membiarkan Kang Faza melihat mukanya yang terbakar matahari sewaktu pelajaran olah raga. Ia merasa Dekil di depan laki-laki itu.
Begitu melihat Kang Faza, Enur menjatuhkan mukanya, ia merutuki Vanda, dan ingin menginjaknya sampai mati." Gue anter pulang ya." kata Kang Faza yang sukses membuat Enur bingung.
"I-iya." Enur mengangguk, sambil berpikir. "Bukannya Kang Faza hari ini les ?"
Kang Faza menggeleng sembari tersenyum, "lo hapal banget jadwal gue."
Kang Faza menurunkan kedua kakinya dan duduk di motor dengan sempurna sambil menghidupkan mesin motor.Enur mau tidak mau harus menerima dengan tidak enak hati karena Kang Faza sudah menunggunya. Enur melihat Vanda dengan senyum lebar di dinding kamar wajahnya. Enur sudah duduk sempurna di motor sambil berpegangan pada tas punggung Kang Faza yang membatasi keduanya, menjadi pembatas. Ia melambaikan tangannya pada Vanda.
Motor lantas melaju dan berhenti tepat di depan rumah Enur. Enur segera turun dari motor selesai Kang Faza menepikan motornya. Tanpa diduga laki-laki itu masuk mengikuti Enur, masuk ke dalam rumahnya.
"Kok kang Faza ikut masuk?" pertanyaan Enur terdengar tidak sopan. Bukan begitu maksud Enur, tapi termasuk mimpi kalau cowok pintar dan ganteng seperti Kang Faza mau mengantar Enur apa lagi bertamu di rumahnya.
"Pengen ketemu Pak Syarif." balas Kang Faza sambil tertawa. Pak Syarif adalah guru honor Kimia di SMA Fife.
"Mau nanya titrasi ?" (Materi ujian praktik Kimia)
"Papa masih di sekolah." tambah Enur.
"Itu motornya." ia menunjuk dengan dagu yang terangkat.
Mereka berdua lalu melewati pelataran rumah. Enur membukakan pintunya, mempersilahkan laki-laki ganteng itu supaya masuk ke dalam rumahnya yang sederhana.
"Kalo Papa ngomong aneh-aneh, maklumin aja."
"Kalo ngomongin keanehan elo sih, semalaman juga sok aja gue mah." Jawab laki-laki itu asal bunyi.
"Rambut lo dulu keriting, ya?" laki-laki itu melihat foto masa kecil Enur yang terpampang nyata di dinding ruang tamu, sampai Enur menoleh pada Kang Faza.
Enur meringis malu. "Dulu aku dekil Kang. Jangan lihat lama-lama."
"Masih dekil sampai sekarang." Laki-laki itu tak sadar ada seseorang yang menatap aneh tak jauh dari mereka.
Anak urang pecicilan pisan, Gusti. Lirihnya kaget campur bingung. Ternyata anaknya sudah mulai mengenal laki-laki.
Laki-laki itu beralih ke foto-foto Enur yang lain, entah apa yang mau dilihatnya. Mungkin foto-foto Enur yang memalukan, lumayan bisa jadi penyegar kepalanya yang stress beban sekolah. Sementara Enur membeku. Pria tua itu memperhatikan di balik pintu kamar, menurutnya anak itu lumayan menarik.
Sepuluh menit berlalu. Enur masih menemani laki-laki itu membolak-balik buku tahunannya.
Tiba-tiba sebuah tangan terjulur dari arah belakang menepuk pundaknya. Entah sejak kapan Papanya memperhatikan mereka, pikir Enur.
"Udah ngobrolnya?" Kang Faza melirik guru Kimianya.
"Iya udah Pak."
Enur meninggalkan mereka berdua sendiri. Enur masuk ke dalam kamar. Sibuk celingak-celinguk sambil berdandan sedikit.
~
"Sholat sama makan malam bareng ya."
"Iya Pak."
"Enak ya ngobrol sama kamu. Penurut."
~
"Pak, tadi kang Faza bilang apa?" tanya Enur saat selesai sholat Isya.
"Cuma izin mau les sama bapak." Enur berdesis gemas dalam hati, rasanya Enur tidak percaya Papanya yang asal bicara.
"Maksudnya Pak?"
"Dia minta diajarin kimia."
"Terus Papa jawab apa?" tanya Enur.
"Ya terserah. Yang penting dibayar mahal. Papa udah senang."
~
Di tengah malam, Enur masih terjaga melihat pesan laki-laki itu di layar ponselnya."Makasih makan malamnya." Enur menarik napas canggung setelah membaca pesan Kang Faza dua jam yang lalu.
"Maafin papaku, ya." Balas Enur lewat pesan singkat.
Hhe, aku nggak tahu mau nulis apa, mungkin karena sedang berharap sesuatu, jadi ga fokus nulisnya. Aku harap kalian suka tokoh Enur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Less Crush, Less Stress
Non-Fictiongadis yang tengah berenang di dalamnya lautan perasaan.