Lovely things Happen in Kawah

46 10 11
                                    

Vanda keluar dari rumahnya dan melihat Jo, ia segera berjalan ke mobil sedan tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Vanda keluar dari rumahnya dan melihat Jo, ia segera berjalan ke mobil sedan tersebut. Jo membukakan pintu untuk Vanda. ".. bisa ya manis gitu senyumnya ?" tanya Jo melirik Vanda dengan sedikit seringai.

Vanda meringis samar. Tanpa mengulur banyak waktu, Vanda segera masuk ke dalam mobil sedan tersebut.

Dibantunya gadis itu memakai seatbelt hingga terpasang sempurna.

Mobil tersebut melaju , membelah jalan raya kota Bandung yang ramai. Vanda melihat kanan-kiri. Sampai akhirnya mereka sampai di Ciwidey. Jo memarkirkan mobilnya di lapangan parkir di dalam kawasan Kawah Putih. Banyak anak-anak dan oran tua yang sedang menikmati suasana Kawah Putih. Beruntungnya, karena bukan musim liburan, jadi tak banyak pengunjung Kawah Putih.

"Ini Van." Jo menyerahkan ponsel Vanda kepada gadis itu begitu mereka sudah turun.

Vanda berjalan di samping Jo, berjalan beberapa meter, jarak dari lapangan parkir ke Kawah Putih lumayan jauh. Mereka melewati setapak jalan yang di sisinya ditumbuhi pohon-pohon yang daunnya berguguran. Cantik. Vanda berdecak penuh kekaguman melihat Kawah Putih sudah di depan mata.

".. Kawah Putih jadi lebih bagus bareng kamu." ucapnya berusaha melucu tapi Vanda membalasnya dengan alis terangkat.

"Gandeng Jo," (berisik Jo.) jawabannya sambil meneloyor lengan Jo.

Kawah Putih memancarkan kewibawaan yang sarat akan romantisme alamnya. Keduanya berdiri tegak di tepi lereng Kawah Putih, Vanda tampak senang, melihat reaksi Vanda adalah sesuatu yang menyenangkan bagi Jo. Laki-laki itu memakaikan Vanda masker karena baunya semakin menyengat.

"Van,"

Gadis itu berdehem pelan.

"Ini tempat syuting My Heart," lanjut Jo.

"Iya itu favorite movie -ku," Vanda makin tertarik.

".. kamu cantik kayak Luna," wajah Vanda berubah ambigu.

"Makasih, Jo. Tapi aku lebih suka Rachel."  Jo segera menoleh dan melihat gadis itu tersenyum manis padanya. Jo mengangguk paham.

Ternyata tepat dinamakan Kawah Putih, karena pasir yang ada disekitar kawah ini berwarna putih, sementara airnya berwarna hijau tosca, cantik. Warna air hijau tosca ini kemungkinan besar dari lumpur yang berwarna hijau tosca.

"Sering ke sini ?" Vanda bertanya sambil melirik Jo dan kembali menatap ke depan.

"Pertama kali ke sini bareng doi," jawab Jo enteng.

Vanda berbalik dilihatnya Jo mendongak, menatap laki-laki itu. Tidak ada ekspresi lain selain senyum jahil di wajahnya.

"Nggak percaya, kecuali Dinar yang ngomong." Jo berdehem menanggapi.

Diam-diam Vanda takjub juga, laki-laki sejenis Jo ternyata tahu bagaimana membuatnya merasa nyaman bersamanya.

Jo melirik Vanda selama beberapa detik sebelum akhirnya meraih tangan Vanda mereka kembali menyusuri lereng Kawah Putih. 

Tangan Jo tiba-tiba terjulur ke bahu Vanda, mendekap gadis itu supaya menciptakan jarak lebih dekat.

Vanda sempat terkaget, dia mendongak, menatap Jo. Jo menunduk.

Vanda memalingkan wajahnya, Vanda cepat-cepat menciptakan jarak. Dekapan Jo begitu mengejutkan. Saat embusan angin berbaur dengan dekapan lengan Jo yang hangat di bahunya.

Mereka kembali berkeliling disekitaran lereng Kawah Putih. Duduk di batuan sambil makan lumpia basah. Sampai langit yang semula senja terang walau sedikit mendung kini sudah meredup senja.

"Urang seneng," Jo mengusap kepala gadis itu. 

"Mau ke mana lagi sekarang ?" tanya Jo menyahut.

" Pulanglah."  Vanda melirik Jo tertawa.

"Pulang? masih pengen bareng kamu," Jo menyahut santai.

Setelah menghabiskan lumpia basah, Vanda akhirnya memutuskan untuk segera mengajak Jo pulang.

Laki-laki itu mengangguk samar.

"Ya udah."

"Ya udah apa?" Vanda memicingkan matanya.

"Ya udah ayo pulang." Vanda tak tahu betapa sebenarnya Jo menikmati menghabiskan waktu bersama Vanda, meskipun mereka telah menjalani hubungan selama beberapa bulan terakhir, sebenarnya jantung Jo seperti meledak-ledak dalam rongga dada. Bahkan sampai menggema dan debarannya merambat ke seluruh nadi laki-laki itu.

Tak lama mobil sedan itu berhenti di depan rumah Vanda, cepat-cepat gadis itu turun dari mobil Jo.

"Aku masuk, ya." Jo memicingkan matanya, Vanda berbalik, tidak memedulikan Jo yang memperhatikan punggungnya dengan gelengan kepala.
Betapa Jo menikmati ekspresi Vanda, sedangkan Vanda tak bisa mengontrol perasaannya, dan memutuskan menjauh demi kesehatan jantung nya yang serasa ingin dislokasi ke sendi lututnya, ngilu.






Less Crush, Less StressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang