Jo duduk di depan Dewi yang juga berhadapan dengannya. Laki-laki itu mengedarkan pandangannya sementara Dewi diam-diam memperhatikan Jo, kata Abul Jo adalah seseorang yang tidak terlalu baik sikapnya terhadap perempuan-perempuan yang pernah singgah di hari-harinya. Walaupun begitu, Dewi tak yakin, tetap saja walau Dewi tahu Jo menyayangi Vanda, perasaannya tetap berdebar saat menatap laki-laki itu.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jo bangkit dari duduknya, "Bentar, ya." Dewi membuka-buka buku yang baru tadi ia beli sambil tersenyum memandangi lembaran-lembarannya. Dewi melihat laki-laki itu muncul sambil membawa minuman ditangannya. Bagi Dewi, Jo hari ini tampak keren dengan kaus putih dan jins.
" Minum dulu."
"Nuhun Jo."
Jo lantas duduk dihadapan Dewi, memperhatikan wajah Dewi saksama. "Menurut maneh, Abul orangnya gimana ?"
Tanyanya berhati-hati.
Mendengar nama itu disebut, tak pelak Dewi mengernyit dan menganggukkan kepalanya samar. "Kenapa ?"
"Kayaknya bener," Laki-laki itu manggut-manggut seperti tersadar sesuatu, "tapi maneh jangan bilang-bilang sama Vanda, ya," katanya lagi memberitahu.
Dewi tertawa geli. "Kenapa Jo ?"
"Waktu itu urang pernah lihat Abul nyium Vanda di Warlap," laki-laki itu menarik napas pelan. "Padahal waktu itu Abul masih bareng maneh," Laki-laki itu berbicara dengan wajah polos yang sedih.
"Oh iya ?" Dewi terdengar biasa saja lewat kalimat yang keluar dari bibirnya. Jo geleng-geleng kepala.
"Abul pacar pertama aku, mungkin karena pertama, makanya kemarin-kemarin rasanya kayak dunia mau kiamat, panas rasanya, mau belajar, panas, mau tidur panas, gara-gara dia pikasebeleun(menyebalkan). Ada-ada aja kelakuannya, kalau nggak buat anak orang patah hati, ya gangguin pacar orang," Jelas Dewi panjang lebar, ia menatap Jo.
" Maafin Abul Jo."
Otaknya sulit berkonsentrasi, Jo melirik keluar kaca jendela, sesekali Dewi melirik wajah serius Jo. Keheningan mereka terpecahkan saat ponsel Jo berdering. Jo hanya memandangi ponselnya.
"Angkat Jo,"
alhasil Jo bangkit berdiri dan mengangkat ponselnya.
"Iya Van," sapa Jo hangat pada seseorang diseberang telepon.
"Aku takut Jo,"
"Takut kenapa Van,"
Dewi mengalihkan matanya dari buku didepannya dan melihat Jo.
Vanda tak melanjutkan kata-katanya.
"Van ?" panggilnya. "Kamu ga pa-pa, kan ?"
"Iya."
Vanda menutup ponselnya, sedangkan Enur yang berdiri di samping Vanda mengikuti tatapan Vanda yang masih menggantung ponsel nya di telinga dan menatap lurus ke depan, mendapati Jo bersama seseorang.
Vanda segera keluar dari kafe itu, dengan sepasang matanya yang mulai memerah.