VANDA sudah bangun sejak pukul empat pagi. Tekadnya sudah bulat, dia akan memaafkan Abul, bahkan Vanda sampai menyiapkan bekal sarapan untuk mereka makan bersama, gadis itu kini berdiri di depan meja kompor gas, menatap wajan, berusaha membuat nasi goreng. Ia mengenyahkan jutaan pikiran nuruk yang berkelabat di pikirannya.
Ia menggelengkan kepala.
Vanda sedang berkonsentrasi pada wajan di hadapannya sampai konsentrasinya terpecah oleh teriakan Erni dari kamar sebelah.
Vanda mendengus mendengar teriakan Erni, mungkin karena menonton drama. Cepat-cepat Vanda memasukkan nasi goreng kedalam kotak nasi.
Saat jam menunjukkan pukul tujuh, Vanda segera berlari keluar kamardan menguncinya.
"Tck, cantiknya pacarku," Abul berdecak sesaat setelah Vanda keluar dari gerbang kosan.
Yang terpikir di kepala Vanda adalah pikiran buruk tentang Abul dan Erni. Ia berusaha mengenyahkan pikiran buruk tersebut.
Vanda tak menjawab sapaan Abul, ia hanya memandangi wajah Abul yang masih tersenyum melihat dirinya.
Abul menarik senyumnya perlahan.
"Urang harap kamu mau maafin urang, urang nggak sengaja, urang janji kemarin itu yang terakhir."
"Nggak usah dibahas, Bul. Aku buat nasi goreng buat kamu."
Abul mengangguk dengan senyum di wajahnya.
Cowok itu segera membawa kendaraannya keluar gang. Sampai lima menit setelahnya, motor berhenti di depan tamin dan Vanda segera turun dan melangkah menuju tempat duduk yang kosong. Vanda meletakkan tasnyadi kursi dan mengeluarkan kotak makan dari dalam tas. Abul berjalan menuju gadis itu duduk sambil mengendalikan detak jantungnya. Ia tak berusaha menahan detakan itu agar berdetak normal.
Raut wajah Abul tampak memperhatikan Vanda. Ada yang berbeda dari Vanda. Raut wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Less Crush, Less Stress
Non-Fictiongadis yang tengah berenang di dalamnya lautan perasaan.