Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hari ini Vanda mengajak Jo bertemu ayahnya.
Sudah setengah jam Jo duduk di depan gundukan tanah yang menjadi saksi bisu bahwa seseorang yang dikasihi Vanda kini telah terbujur kaku didekap bumi.
Sekaligus menjadi sekat pembatas yang memberi bukti nyata bahwa keduanya sudah terpisah dalam dunia yang berbeda.
Matanya melirik batu nisan, di sana tertulis seseorang dengan tanggal kepergiannya, yang mana belum setahun.
Seseorang yang membesarkan Vanda. Tangan Vanda menyentuh ukiran nama di batu nisan. Dingin sama seperti hatinya yang menimbulkan bilur-bilur dingin. Semu, sama seperti kehidupannya yang kini terasa jemu.
Setahun yang lalu, hari-hari gadis itu terasa spesial, dikelilingi oleh Ayah dan Ibunya serta saudara perempuannya, Lala.
Tapi kenyataan hidup mencambuki Vanda, bahwa Tuhan sudah menjungkir-balikkan kenyamanannya.
Dunia mendadak gelap sunyi dan senyap.
"Sore, Ayah. Apa kabar ? Kenalin ini Jo, teman baik aku," ucap Vanda bangga. Jo diam tak bergeming.
"Assalamualaikum Om, saya Jo ," ucapnya sopan.
"Maaf Om kalau kemarin saya kasar sama anak Om, saya minta maaf kalau saya lancang," ucapnya lagi sambil meraih tangan Vanda.
"Ga pa-pa kok,"
"Janji sama urang, jangan ngelakuin hal aneh lagi."
"Hampura ya kemarin," ucapnya lagi dengan pelan. Laki-laki itu memeluk kepala gadis itu di dadanya.
Jo melepaskan pelukannya, dan mereka pun berjalan pulang dengan perasaan hati yang baik.
Kembali pada sore yang terik kemarin, sore itu Vanda menghampirinya.
Gadis itu melihat Jo dan teman-temannya sedang bermain basket. Vanda memanggil laki-laki itu beberapa kali, tapi Jo mengabaikannya.
"Jo," teriak gadis itu, Jo menoleh ke arah gadis itu tanpa senyum.
Vanda duduk di pinggir lapangan, di sana ia bisa leluasa melihat Jo bermain basket sampai usai. Jo menge-shoot kedalam ring dan masuk.
Setelah Jo usai bermain basket, ia berjalan ke pinggir lapangan dan mengelap keringatnya dengan handuk kecil.
Selesai bermain basket, Vanda menghampirinya, laki-laki itu hanya memandangnya bingung.
Gadis itu memanggilnya, tapi terus ia abaikan. Jo melangkah pergi.
"Aku mau kenalin kamu ke Ayah," Jo berhenti dan berbalik.
"Hah?" Jo mengernyitkan alisnya.
" Besok peringatan kepergian Ayah, cuma mau kenalin kamu bentar ke Ayah. Janji nggak lama,"
Jo tersenyum, ditariknya segera tangan Vanda dan berjalan menuju parkiran lapangan Bali.
Vanda tersenyum kecil melihat punggung laki-laki itu yang kini menggenggam tangannya dengan hangat.