Motor Jo tiba di depan rumah Dewi. Ada mobil ayahnya terparkir di garasi dan pintu rumahnya terbuka. Jo menghela napas perlahan, menguatkan mentalnya sebelum melangkah masuk ke dalam. kakinya secara mendadak berhenti di pintu saat melihat Dewi muncul menyambutnya, menampilkan senyum dan mata berbinar.
"Jo?!"
"Ke mana aja setahun ini ?" cerocos Dewi. Jo meneguk ludah. "Ayah kamu mana ?"
"Ada, lagi tidur."
Selama dua bulan belakangan ini, Jo dekat dengan Dewi. Saat ini sosok yang sangat ia temui sudah ada di depan mata, hanya berjarak beberapa langkah. Ini adalah kali pertama setelah sekian bulan mereka hanya saling dekat lewat ponsel. Jo memperhatikan Dewi. Mata hitam Jo terpancang lurus pada wajah Dewi, cewek paling jago Kimia saat SMA ini, telah semakin dewasa. Jo turun ke anak tangga paling bawah sampai posisi mereka sejajar. Keduanya saling menatap. Jo bisa melihat wajah Dewi yang ternyata semakin cantik.
Keheningan merebak, sebagai isyarat untuk saling mengerti dalam hening. Jo menyesal, tersadar selama ini Dewi menyimpan rasa padanya, tidak pernah mau tahu bahwa selama ini menyia-nyiakan Dewi.
"Kamu jangan ekspedisi lagi, aku khawatir," bentak Dewi marah.
Jo tidak mengerti.
Di balik marahnya, Dewi memahami sulitnya masalah yang terselibut dalam perjalanan itu. Dewi berharap agar Jo sadar betapa khawatirnya ia jika ia pergi jauh. Berharap bahwa Jo akan kembali ke kota ini dan ikut SBMPTN, nasib baik jika mereka bisa sekampus.
"Tapi, itu pilihan kamu sih, aku maunya kamu ada di kota ini, lain kali kabari, biar aku tahu kamu masih hidup,"
"Iya, aku minta maaf." Jo berkata dengan sungguh-sungguh. Ini adalah pemandangan pertama yang pernah Jo lihat, melihat mata Dewi memerah, seolah ingin menangis. Tubuh Dewi direngkuh oleh Jo.
"Nanti kalau aku keluar kota, aku bakal berusaha cari sinyal buat kabarin kamu, asal kamu mau tungguin aku pulang. Bisa ?"
"Oke, Boss. Bisa! Aku bakal tungguin kamu dengan setia." Jo tertawa lirih. Kenangan itu menusuk realita. Vanda pernah berjanji akan setia padanya, tetapi ia meninggalkannya.
"Dua bulan yang lalu kamu kok tiba-tiba nembak aku ?"
"Udah males nyari yang baru, maunya sama orang yang udah suka sama urang duluan, urang capek harus berusaha dari nol lagi buat orang itu suka sama urang," pelukan itu perlahan terlepas.
"Ya udah kamu ganti sana, kita makan malam di luar,"
"Tapi kan ini masih sore,"
"Ya udah kita makan sore, ntar malam makan di rumah kamu.
Seulas senyum terbentuk di wajah Dewi .
cuma mau bilang, cerita ini awalnya aku buat terinspirasi dari sehari-hariku aja, aku nulis bukan buat tujuan kek mana-mana, aku nulis berarti aku curhat, karena aku introvert, yang sometimes ada gabaiknya juga, karena aku males ngungkapin apa yang aku rasakan, n its not good, so ya, im on my process too learn how to curhat lewat nulis.
dan Dewi itu real, dia cantik, neng bandung, kulitnya kayak smooth as sakura, juara satu seangkatan, apa lagi ya,

KAMU SEDANG MEMBACA
Less Crush, Less Stress
Não Ficçãogadis yang tengah berenang di dalamnya lautan perasaan.