Vanda sudah memasang tampang bete setengah mati, pasalnya ia belum sarapan, belum me-review hapalannya untuk Pre-test hari ini.
"Ngapain ngambul gitu, Van ? Lagi ada masalah ?"
"Masalah jenengmu! Gara-gara kamu ngajakin nonton bioskop, makan mie kober, nonton drakor sampai tamat, cang (gua) jadinya belum belajar,"
"Halah, sing belajar gen, ntaran dapet 80, awas ya khe!" (khe : lu, bahasa bali)
Cafetaria sudah ramai, dan heboh begitu Vanda sampai di cafetaria. "Mampus dah gua, nggak bisa makan tenang kalau ramai gini," katanya dengan risih.
"Udah buruan pesan, kita makan di tamin gen (aja)." (taman internet) sahut Wiwik yang berdiri di sampingnya.
Vanda mengangguk, tanpa membuang banyak waktu, gadis itu segera melangkah cepat, gadis itu menghampiri Bu Sri yang dari tadi kewalahan melayani mahasiswa, ia bergerak cepat.
"Pesan apa, geg (cantik.)?"
"Pake telor sama ikan sama ayam, minumnya jeruk hangat"
"dua puluh ribu, geg."
Vanda mengambil nasi campurnya dan mengeluarkan uang selembar lalu pergi.
Praktikum Kimia Dasar I akan dimulai satu jam lagi, Vanda menyendokkan makanan ke mulutnya, sambil membaca penuntun praktikum di hadapannya. Begitu inkenya bersih, Vanda lalu berkonsentrasi untuk menghapalkannya, tetapi tak ada yang masuk ke otaknya sangking kekenyangan, kini ia mengantuk.
Tiba-tiba dia teringat sesuatu, ia rindu Dewi, si rajin yang kini kuliah di ITB jurusan Informatika.
Tangannya merogoh saku celananya dan tak menemukan ada ponsel di sana. Ia menepuk jidat.
Wiwik di sampingnya tampak heran, Vanda lupa di mana ia terakhir menaruh ponsel satu-satunya itu. Ini semua gara-gara Wiwik, andai saja, ia tidak ikut menemaninya nonton bioskop, makan mie kober dan ngebut nonton drama,ia tidak akan se-blank ini.
Vanda menggaruk rambutnya frustasi, otaknya jadi benar-benar ingin meledak, ditambah suhu siang ini di Jimbaran amat panas. Ia tak kuat lagi.
Vanda baru pulang kuliah pukul empat sore, ia berjalan kaki menuju kosannya, dua puluh menit kemudian, ia sampai di kos dengan selamat.
Hari ini merupakan hari tersialnya, ia tidak bisa mengerjakan pre-testnya, kekenyangan, ngantuk, lelah, dan ponselnya hilang.
Vanda melirik ke kamar Erni, setelah melihat sepatu tergeletak berantakan di kamar Erni, Vanda melangkah cepat, gadis itu berniat meminjam ponselnya untuk menghubungi ponsel miliknya, barangkali ponsel itu masih berada disekitaran kamarnya. Pelan-pelan dibukanya pintu kamar yang terbuka sedikit dan mata Vanda melihat sosok Abul dalam kamar gadis itu.
Abul sedang meminum kopi.
Selama beberapa detik Vanda terpana dalam posisinya dan menahan napas. Bibir Vanda terkatup, merasakan gelembung-gelembung udara seperti tertelan ke kerongkongan, ia kehilangan kata-kata. Vanda berbalik dari kamar Erni, melangkah lesu menuju kamarnya, wajahnya memerah.
Kamarnya berantakan.
Tetapi kemudian matanya terbelalak melihat ponselnya berada di wastafel. Dibukanya ponsel itu.
56 pesan tak terbaca.
57 panggilan tak terjawab.
Dan semuanya dari Jo. Hari ini merupakan hari tersialnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Less Crush, Less Stress
Non-Fictiongadis yang tengah berenang di dalamnya lautan perasaan.