Libur semester genap telah berlalu.
Vanda bingung ingin berkata apa, membingungkan melihat Abul ada di hadapannya.
"Hai," Vanda akhirnya menyapa.
Abul tidak menjawab sapaan Vanda. Melihat Abul masih tidak memberikan jawaban, Vanda menghela napas, dan berlalu."Tunggu," Abul tanpa sadar meraih pergelangan tangan Vanda dengan spontan.
Senyum geli tercetak di bibir Abul. "Oke, aku lepasin." Katanya sembari mengangguk kecil.
Vanda menatap Abul bingung. Sejak kapan Abul menyebut dirinya dengan kata, 'aku'.
Abul menepuk jok motor motornya. Vanda menatapnya dengan ragu-ragu. Sudah lama dia tak duduk di bonceng Abul.
Motor itu segera melaju, menciptakan suasana aneh. Menyeling di antara batas tipis keduanya dan mengingatkan kumpulan kenangan, dulu. Tapi sesak itu tak terbawa angin.
Abul ternyata membawanya ke danau tempat ia dan Erni dulu bepergian. Danau Tamblingan. Tempat itu sepi saat mereka tiba, Abul memarkirkan motornya. Hanya ada beberapa orang mencari rumput untuk pakan sapi. Sementara Uli tengah mendengarkan pendahuluan serta kontrak kuliah, di sini Vanda berada bersama seseorang dari hari kemarin. Mereka berdua berjalan saling diam, ada pondok-pondok di sekitar danau. Mereka duduk di pondok tersebut, Vanda berusaha mengingat mimpinya semalam, mimpi tentang seorang gadis kecil dengan rambut sebahu menangis di bawah pohon mangga dekat gedung tempatnya ia biasa kuliah, tapi tetap saja tidak ada hubungan antara mimpinya dengan kehadiran Abul di pagi yang dingin ini. Vanda menoleh, memperhatikan Abul dari samping yang saat ini menatap lurus ke depan, layaknya halusinasi. Abul ikut menoleh, kedua mata itu bertemu.
"Apa kabar?" Tanya Abul setelah sekian lama hening, Abul membuka percakapan. Ada batas transparan yang tak terlihat.
"Lumayanlah," jawab Vanda.
Abul mengangguk.
Hening kembali.
"Dingin, ya ?" Vanda mengangguk perlahan. Abul mengeluarkan jaket Hoodie dari dalam tasnya, dan menjulurkan jaket itu pada Vanda. Vanda meraihnya dan memakainya.
Gadis itu berusaha mengingat-ingat kapan pertama kali ia melihat Abul. Tapi ia tak mengingat, yang ia ingat ia tak sengaja menyukai dan berlanjut menyayangi Abul.
Abul menatap Vanda di manik matanya, jantungnya kembali berdebar.
"Kita balikan, boleh ?"
Diiringi embusan angin pelan, gadis itu tetap diam.
Abul tersenyum meledek. "Bercanda, Van."
"Pinginnya sih kayak dulu lagi," jawab Vanda diselingi tawa miris.
"Bercanda, Bul." Tambah Vanda. "Kamu udah diikat sakral, kalau aku berani nyimpan rasa lagi ke kamu, aku bakal kena kutuk." Vanda menarik napas.
Dua bulan kemudian.
Erni berdiri didepan pasar. Sudah jam delapan, Erni menghela napas, Abul sudah berjanji akan menjemputnya.
"Sayang, maaf-,"
Otomatis Erni mendongak begitu mendengar suara Abul.
"Kamu pasti capek ?!" Tanya Abul bingung. "Tadi aku beli susu," Abul mengangkat plastik berisi sekotak susu.
"Makasih ya, udah mau belajar jadi ayah yang baik."
Erni lalu naik ke atas motor dan berpegangan pada bahu Abul. Erni memperhatikan wajah Abul dari spion motor, seulas senyum samar muncul di ujung bibirnya.
Aku nggak nyesel kok, Bul. Buat semua yang telah ditetapkan Tuhan. Semoga kamu belajar menghargai perasaan, juga,
aku akan.
TAMAT🍑🍁🌲🍓🍒🍉🍅🍎🌽🥕🍄🍯🌜🌛🎄🎃 selesai sudah, ..

KAMU SEDANG MEMBACA
Less Crush, Less Stress
Non-Fictiongadis yang tengah berenang di dalamnya lautan perasaan.