Berlabuh ke Bima

17 1 0
                                    


Jo duduk di pantai yang sudah gelap, hanya remang-remang sinar Bulan yang menyinari. Entah sudah berapa lama dia memandangi ombak. Memandangi cakrawala yang sepi tak ada bintang sambil berusaha merenungi perbuatannya, mengajak Vanda yang adalah pacar Abul sekarang.

Tidak tahu setan apa yang sudah merasuki jiwanya, ia hanya ingin bertemu Vanda. Waktu telah berlalu setahun, Abul berubah menjadi lawannya, dan Vanda kini adalah mantan kekasihnya. Jo pernah menganggap Abul sejatinya sebagai saudara. Seorang kawan yang menghibur, solid, tapi persahabatan itu retak hanya karena seorang gadis yang datang ke kota Bandung tiga tahun yang lalu. Seketika pandangan itu berbanding terbalik saat kedatangan Vanda. Hubungan mereka merenggang. Sosok kawan yang dulu sahabat kini berubah menjadi musuh hidupnya. Ada gunung yang terbentang di antara mereka, belum menemukan caranya menaklukan gunung yang kokoh nan tinggi.

Vanda mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana jins. Saat ponsel sudah di tangannya, pesan masuk ke nomornya. Dari Erni, Abul, dan Laura. Vanda hanya membuka pesan dari Abul.

Vanda pun membalas pesan itu.

Bul, di mana ? Aku minta maaf.

Minta maaf buat apa ?

Aku lagi sama Jo,  Abul mengernyitkan kening saat membaca sebaris pesan yang masuk ke ponselnya. Entah kenapa pesan itu membuat Abul seperti di tampar.

Seulas senyum samar muncul di bibir Abul, senyum kekecewaan.  Ia menghela napas. 

Selang dua detik kemudian, ponsel Jo berbunyi dan muncul nomor Abul. Ini adalah kali kedua setelah kelas dua SMA, Abul menelepon ke nomor Jo. Jo menggeser layar ponselnya dan menempelkan benda itu di telinga.

"Halo?" Jo menjawab dengan canggung, seakan-akan orang di seberang sana adalah seseorang yang belum pernah dikenalnya. Padahal dulu mereka bersahabat, berbagi rokok, berbagi cerita. "Iya Jo, ini aing," Jo mendengarkan suara Abul dengan seksama, tidak ada nada permusuhan dalam suaranya.

"Jangan pulang terlalu malam, besok Vanda ada UAS." Ucap Abul asal tapi santai.

"Hampura ya, Bul." (maaf ya, Bul.)


Bibir Abul  tercekat untuk berbicara. Tidak mau melanjutkan percakapan ini lagi. Abul segera mematikan ponsel. Matanya membaca ulang isi pesan Vanda. Gadis itu meminta maaf. Ia meminta izin untuk bertemu Jo.

Jo bangkit dari duduknya, pikiran untuk makan ikan di Kedonganan  seolah lenyap begitu saja. Jo berjalan menuju motornya diikuti Vanda tanpa bertanya.

Sebenarnya gadis itu kebingungan melihat Jo yang belum sempat makan, dirinya pun juga sedang lapar.

Jo tersenyum menatap Vanda. "Urang bangga keur maneh, Van. Maneh udah bisa mandiri sekarang. Jangan buat Abul kecewa, ya. Belajar jadi dewasa." Jo mengantarkan Vanda selamat sampai kosannya.

Pertemuan antar kedua orang itu berakhir di pintu gerbang. Jo segera naik ke motor dan memutar kendaraan itu menuju Pelabuhan Benoa menuju ke Bima. Angin malam yang dingin dan menusuk terasa di kulit Vanda. Dada Vanda berdebar-debar, dan kata-kata Jo masih terngiang. Jo yang dulu hobi basket kini bekerja sebagai photographer.


Less Crush, Less StressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang