8. Berangkat Bareng?

1.7K 124 73
                                    

Kamu itu manusia jelmaan iblis ya?
-Struggle
*****

CUACA sudah mulai panas, tapi angkutan umum yang dinaiki Alatha belum juga menunjukkan tanda-tanda akan bergerak maju. Jalanan ibu kota benar-benar macet hari ini. Percuma Alatha bangun pagi-pagi untuk berangkat sekolah kalau ujung-ujungnya terjebak macet juga. Huft, Alatha menghela napas penat. Diedarkannya pandangannya ke segala arah, mulai dari orang-orang yang berada dalam angkot yang sama dengannya, sampai orang-orang yang ada di luar jendela angkot yang sama-sama ikut terjebak macet. Alatha melirik alroji silver di tangannya, jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh lewat dua puluh menit.

"Pak, masih lama ya macetnya?" Pertanyaan bodoh itu dengan cepatnya keluar dari mulut Alatha. Tentu saja Abang angkot tidak punya alat khusus untuk mendeteksi berapa lama tepatnya kemacetan ini akan berakhir dan angkot akan bebas berjalan dan membawa Alatha untuk cepat sampai pada tujuan.

"Gak tau saya juga, Neng, masih lama kayaknya." Sahut abang angkot pada Alatha.

Alatha mendecak pelan, kalau begini terus bisa-bisa dia terlambat piket, nanti malah kena semprot ketua kelas kalau sampai ketahuan tidak ikut piket. "Kalau gitu saya berhenti di sini aja deh Pak, ini uangnya." Alatha akhirnya memutuskan untuk turun dari angkot. Dan memilih untuk mencari pangkalan ojek terdekat untuk mengantarkannya sampai di sekolah tepat waktu.

Setelah turun dari angkot, Alatha segera menepi ke trotoar. Berjalan sedikit mencari tempat pangkalan ojek namun tidak juga dia temukan. Alatha tidak bisa memesan ojek online karena dia belum isi paket. Alatha akhirnya sampai di persimpangan selatan, hendak menyebrang untuk mencari pangkalan ojek di tempat lain, begitu lampu lalu lintas baru saja berganti warna menjadi merah, Alatha segera berjalan sedikit cepat menyebrang di atas zebra cross. Namun yang terjadi selanjutnya adalah, tiba-tiba saja sebuah sepeda motor berhenti mendadak tepat di sebelah kanannya, hampir saja Alatha tertabrak kalau saja si pengemudi tidak langsung mengeremnya.

"Woy kalo nyebrang liat-liat dong!" Marah sang pengemudi itu pada Alatha.

Merasa tidak salah, Alatha ikut protes, "kok salah saya? Mas yang salah, mas gak liat? Itu lampunya merah, harusnya mas berhenti di belakang garis merah zebra cross, khusus sepeda motor."

Pengemudi sepeda motor itu lantas membuka kaca helm fullfacenya, membuat Alatha mengenali sorotan mata tajam yang tidak asing lagi di indera pengelihatannya, "kamu? Anak baru itu kan?"

"Kalo iya kenapa? Masalah buat lo?" Tanya Devan ketus.

Alatha menggelengkan kepalanya perlahan. Tiba-tiba saja dia mendapat ide, "saya gak masalah ko, tapi— boleh saya nebeng sama kamu ke sekolah? Saya ada jadwal piket, jalanan angkot jurusan ke sekolah macet, kalau naik motor kan bisa selap-selip, cepet sampainya." Tukas Alatha akhirnya.

"Lo pikir gua tukang ojek hah?! Udah cepetan minggir sana!" Ujar Devan tak mau tahu.

"Pliss, sekali ini aja. Ini yang terakhir kalinya saya minta tolong anterin kamu." Mohon Alatha namun Devan tetap bersikeras untuk tidak memperbolehkanya untuk ikut.

"Udah mending lo minggir, sebelum gua tabrak pas lampu udah hijau nanti." Tukas Devan, tentu saja Devan tidak serius mengatakan hal itu.

"Pliss." Alatha kembali memohon, kali ini dengan menyatukan kedua telapak tangannya ke depan sebagai tanda permohonan.

Lampu lalu lintas kembali hijau, jalanan juga sudah mulai lancar kembali. Mobil di belakang sepeda motor Devan menekan klakson, menimbulkan suara berisik yang menggema di telinga Devan. Akhirnya karena terpaksa dan karena Alatha tetap berdiri di depan motornya, Devanpun mengizinkannya untuk ikut, daripada dia jadi korban amukkan massa karena dengan seenak jidat berhenti di jalanan. "ya udah naik!" Tukas Devan kesal sembari memasang kembali helm fullfacenya.

StruggleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang