52. Terbongkar

859 51 29
                                    

Sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga.
-Struggle
*****

   JAM istirahat masih tersisa lima menit lagi dan tidak ada satupun orang di dalam kelas kecuali Alatha dan Anna. Biasanya di detik-detik terakhir jam istirahat berakhir barulah kelas mendadak ramai dalam sekejap. Walaupun biasanya di jam istirahat kedua tidak banyak orang yang pergi ke kantin, tapi pengecualian dengan hari ini. Itu semua karena tadi Pak Sandoro -guru ekonomi- mengkorupsi waktu pada saat jam istirahat pertama karena terlalu sibuk membahas materi yang belum rampung. Karenanya kelas Alatha jadi kehilangan waktu istirahat selama hampir sepuluh menit. Maka dari itu pada jam istirahat kedua ini banyak siswa yang ingin pergi ke kantin.

  Alatha saat ini sedang mengobrol dengan Anna. Mereka baru saja selesai makan bekal milik Anna yang belum sempat dimakan saat jam istirahat pertama tadi. Alatha dan Anna segera menghentikan aktivitasnya begitu melihat seseorang masuk ke dalam pintu kelas. Alatha pikir teman sekelasnya yang lain tapi ternyata orang itu adalah Nadin.

  Tapi Nadin hanya datang sendirian. Nela tidak bersamanya. Bukankah tadi Nela bilang dia keluar mencari? Alatha dan Anna kembali memperhatikan kembali raut wajah Nadin yang tadi baru saja masuk ke dalam kelas tanpa menoleh barang sedetikpun kepada Alatha maupun Anna. Matanya terlihat sembab, hidungnya memerah seperti habis menangis, dan kini dia terlihat sangat tergesa-gesa menuju ke bangku tempatnya duduk.

  "Nadin? Lo kenapa?" Tanya Alatha menyadari ada yang tidak beres dengan temannya itu. Hening. Nadin tidak menjawab pertanyaannya.

  "Loh Nad? Lo mau ke mana kok udah beres-beres? Belum jam pulang sekolah nih." Sahut Anna begitu melihat Nadin malah sibuk membereskan buku-buku pelajarannya dan memasukkannya ke dalam tas.

  Setelah selesai membereskan buku-bukunya, Nadin segera memakai jaket dan tas ranselnya kemudian menatap Anna, "gue izin pulang duluan, ada urusan. Nanti tolong bilangin guru." Kata Nadin seraya hendak segera pergi dari kelasnya dan izin pulang duluan.

  Melihat keputusan Nadin yang terlalu mendadak seperti ini, Alathapun kembali berujar, "ada urusan apa, Nad? Kok mendadak banget? Itu juga kenapa mata lo sembab kayak orang abis nangis? Lo gak kenapa-kenapa kan? Atau ada masalah sama keluarga?" Tanya Alatha khawatir sendiri.

   Alatha pikir mungkin saja ada sesuatu yang terjadi pada keluarganya Nadin makanya dia sampai menangis seperti ini dan memutuskan untuk pulang ke rumah lebih dahulu. Kalau memang seperti itu seharusnya Nadin bisa memberitahukan hal itu padanya dan Anna, tapi ini Nadin malah diam saja. Tidak menjelaskan kenapa ingin buru-buru pulang.

  Nadin menatap Alatha sinis lalu berkata, "gak usah sok peduli deh." Nadin menjawab perkataan Alatha dengan nada ketus.

   Alatha yang tidak tahu apa-apa akhirnya menautkan kedua alisnya heran lalu menatap Anna yang juga melengos sendiri mendengar pernyataan Nadin barusan. "N-Nad? Lo kenapa?" Tanya Alatha ragu-ragu. Dia tidak mengerti mengapa Nadin tiba-tiba bisa bersikap seketus dan sesinis ini padanya. Tapi anehnya dia tidak begitu pada Anna.

  "Iya lo kenapa dah, Nad? Kok sensi banget gitu?" Anna menyahut.

  Mendengarnya, Nadin lantas tersenyum sinis lalu menatap ke arah Anna. "Sensi?" Katanya, "lo bilang gue sensi? Iya gue emang sensi karena gue udah muak banget sama dia!" tukas Nadin lalu mengalihkan pandangan matanya menatap Alatha. Alatha dan Anna semakin tidak paham dengan apa yang sedang terjadi. 

  Nadin baru saja kembali dari luar kelas kemudian secara tiba-tiba saja marah tidak jelas seperti ini kepada Alatha. Tidak ada angin tidak ada hujan, Nadin meledak dengan sendirinya. Alatha dan Anna jadi semakin tidak bisa memahami bagaimana sebenarnya jalan pikiran temannya yang satu ini. Semakin lama Nadin terasa seperti orang lain. Padahal sudah hampir satu semester mereka berteman. Yang jelas, setelah kedatangan Devan ke sekolah ini terlebih karena selama ini Alatha dekat dengan Devan, Nadin berubah menjadi pribadi yang berbeda dari Nadin yang biasanya.

StruggleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang