17. First Kiss?

1.7K 88 67
                                    

Kadang aku merasa seperti lilin ulang tahunmu, kau padamkan kemudian semua orang bertepuk tangan.
-Struggle
******

Devan Alandio Pradipta : Add back! Gak usah sok jual mahal jadi cewek.

Alatha memberengut ketika ponselnya kembali bergetar dan menampakkan pesan Line dari Devan. Enak saja dia bilang Alatha sok jual mahal. Ya walaupun Alatha memang sedikit jual mahal, tapi itu juga untuk kebaikannya sendiri. Tapi ada baiknya juga kalau ada orang yang mengecap Alatha sebagai perempuan yang jual mahal. Daripada perempuan murahan? Sana-sini mau, jadi piala bergilir mau, tebar pesona sana-sini. Itu malah lebih buruk lagi bukan?

Alatha melempar arah pandangnya ke bangku panjang yang ada di tengah kantin. Tempat di mana Devan berada bersama teman-temannya. Cowok itu terlihat sedang mengobrol dengan mereka sambil sesekali terkekeh. Formalitas sekali. Pura-pura ngobrol tapi seenak jidatnya mengirimkan pesan yang isinya menyindir seperti ini

"Kenapa Tha?"

Alatha menoleh ke arah Anna yang baru saja datang membawa satu mangkuk bakso kuah ukuran normal pesanannya dan satu mangkuk bakso kuah ukuran jumbo pesanan Anna. Kalau sudah bicara soal makanan memang Anna jagonya. Bicara soal gosip juga dia jagonya. Bicara soal kasanova sekolah juga Anna lah jagonya. Pokoknya dia multitalent. "Gak apa-apa kok." Alatha menjawab.

Alatha kembali menatap layar ponselnya. Jari tangannya bergerak hendak memblokir akun Devan, namun yang terjadi dia malah menggeser jarinya dan menekan tombol untuk menerima pertemanan dengan Devan. Entahlah, dirinya ingin memblokir akun cowok itu tapi hatinya malah bilang jangan. Alatha percaya dengan apa yang dikatakan oleh hati, makanya dia memilih untuk tidak jadi memblokir akun cowok itu. "Nela sama Nadin mana ya?" Tanya Alatha sembari menarik mangkuk bakso kepunyaannya.

Anna mengangkat kedua bahunya acuh tak acuh, "gak tahu deh, katanya Nela nganterin Nadin ke kamar mandi, belum balik-balik juga tuh mereka." Jawabnya. Alatha hanya berdehem.

"Eh gimana? Udah lo add back Linenya si Devan?" Tanya Anna sambil memasukan potongan bakso ke dalam mulutnya sehingga mulutnya penuh dengan bakso seketika.

"Udah sih. Tapi agak ragu gitu." Tukas Alatha.

"Ruwaghu kwnapa? Ngwapain rwagu swih?!" Ceracau Anna tidak jelas karena mulutnya masih penuh dengan bakso.

"Telen dulu kali makanannya." Tukas Alatha mencebik.

Anna mengunyah cepat makanan di dalam mulutnya lalu kembali berkata, "ragu kenapa sih, Tha? Ngapain ragu coba." Katanya lalu menyeruput minuman es jeruknya.

"Ya gak tau ragu aja," katanya, "kira-kira menurut lo, mau ngapain ya dia ngeadd Line gue?" Tanya Alatha lagi.

"Ya mau pedekate lah! Gimana sih lo?!— mmpph!" Pekik Anna kencang sampai membuat beberapa orang di kantin menoleh ke arahnya. Untung Alatha dengan sigap segera menutup mulutnya jadi mulut toa Anna tidak kembali berkoar-koar seperti ayam jantan jam lima subuh. Alatha menganggukkan kepalanya pada setiap orang yang tadi menatap ke arah dirinya dan Anna mengisyaratkan untuk meminta maaf atas kehebohan Anna. Merekapun akhirnya kembali dengan kesibukannya masing-masing.

"Jangan kenceng-kenceng dong ngomongnya Ann, malu tau dilihatin." Sungut Alatha.

"Ya udah maap." Anna merengut.

Detik berikutnya mereka juga kembali sibuk dengan aktivitas makan siang di kantin. Alatha memotong baksonya yang sudah berukuran kecil menjadi lebih kecil lagi. Cara makan Alatha memang seperti anak yang baru lulus TK, dia tidak bisa menelan makanannya terlalu cepat karena dulu amandelnya pernah dioperasi —karena sudah terlalu besar— Sedang enak-enaknya mereka makan tiba-tiba saja Nela datang dengan girangnya. Membuat Anna hampir saja tersedak karena Nela memukul pundaknya lumayan kencang. "Haii guyss!" Pekik Nela riang.

StruggleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang