56. UnExpected (1)

724 32 6
                                    

Pada seburuk-buruknya orang lihatlah sisi kebaikannya jangan hanya fokus pada keburukannya
-Struggle
*****


"ALATHA Zoya Adelia!" Bu Endang kembali menyerukan nama itu karena sang pemilik nama tersebut tidak juga menyahut padahal sudah ketiga kalinya dia memanggilnya.

"Tha, itu dipanggil Bu Endang, diem aja sih lo." Anna yang gemas akhirnya menyenggol teman sebangkunya itu membuat Alatha yang sebelumnya melamun menatap kosong papan tulis di depannya mengerjapkan matanya beberapa kali dan menatap ke arahnya.

"Kenapa, Ann?" Tanya Alatha bingung.

Anna memutar kedua bola matanya mendengar respon Alatha, "itu Bu Endang manggil lo, suruh ke depan ngambil buku." Katanya sambil menunjuk ke arah meja guru yang diisi oleh seorang wanita lima puluh tahunan bernama Bu Endang.

"O-oh, iya-iya." Kata Alatha kemudian bangun dari tempat duduknya lalu berjalan ke depan kelas untuk mengambil buku tulisnya yang ada di tangan Bu Endang.

Melihatnya Bu Endang kemudian hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya lalu berkata, "kamu ini saya panggilin dari tadi malah bengong, awas kesambet kamu." Tukas Bu Endang membuat Alatha bergidik mendengarnya.

"Maaf, Bu." Cicit Alatha pelan kemudian kembali ke mejanya. Bu Endang kembali geleng-geleng.

"Lo kenapa sih, Tha? Dari kemarin aneh banget tau gak sih? Bengonggg terus kayak kambing congek, kesambet beneran tau rasa deh lo." Tukas Anna begitu Alatha sampai di mejanya, membuat Alatha lantas melotot.

"Ann, jangan bercanda deh. Kalau gue kesambet beneran kan gak lucu." Tutur Alatha parno sendiri.

"Ya lagian lo bengong mulu, mikirin apa sih? Devan?" Tanya Anna lagi. Mendengar nama itu kembali disebut, Alatha mendadak bungkam. Memang Devan yang membuat dirinya jadi kesulitan berkonsentrasi sejak kemarin, Devan juga yang telah membuat semangat Alatha untuk datang ke sekolah menurun drastis.

Dia jadi kembali teringat kejadian tadi malam. Ketika dia menelepon Devan dan berniat untuk memberi penjelasan terkait tentang hubungan mereka berdua. Alatha nekat menelepon Devan dan yang terjadi selanjutnya adalah, Devan malah dengan sengaja me-reject telepon darinya. Alatha sempat spechlees juga saat menyadari hal itu. Dia tidak menyangka kalau Devan bahkan sampai menolak panggilan telepon darinya.

Apa Devan semarah itu padanya sampai dia sama sekali tidak mau mendengar penjelasan Alatha barang sedetikpun? Apapun jawabannya, Alatha rasa adalah iya. Kalau sudah seperti ini rasanya Alatha sudah putus pengharapan. Sepertinya Devan memang sudah menyerah padanya.

Entah Alatha harus senang, atau malah sedih? Karena dari awalnya Alatha memang tidak pernah berharap bisa sedekat ini dengan Devan apalagi sampai berharap lebih jauh dari ini, hanya saja mengingat tentang semua yang pernah dilakukan Devan selama ini padanya, membuat perasaan Alatha jadi miris sendiri. Alatha sudah terlanjur nyaman dan terbiasa bersama Devan, rasanya sedikit aneh saja kalau pada akhirnya dia tidak lagi bisa berhubungan baik-baik dengan cowok itu setelah kejadian ini.

Tapi mungkin Devan memang bukan jalannya. Mungkin Tuhan hanya menemukan mereka untuk sekedar saling mengenal satu sama lain, bukan untuk saling memiliki. Hanya untuk sebatas teman, tidak lebih dari itu. Tapi setelah ini, Alatha juga tidak yakin apakah dia dan Devan masih bisa berteman?

StruggleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang