36. Tamu tak diundang?

1K 52 14
                                    

Butuh tekad dan usaha yang kuat juga pengorbanan untuk mendapatkan apa yang kita mau. Tekad buat datengin orang tuanya, mungkin?
-Struggle
******

'Gua tadi emang bohong sama Gita soal kita pacaran, tapi bukan berarti gue gak suka sama lo'

"Aahh!"

  Alatha menggeleng-gelengkan kepalanya begitu ingatan tentang apa yang didengarnya kemarin dari Devan muncul lagi di kepalanya. Dia sulit sekali untuk menghilangkan ingatan itu sampai-sampai karenanya Alatha jadi tidak bisa tidur semalaman. Devan benar-benar membuatnya ambigu. Apa dia tidak tahu kalau Alatha ini memang sensitif sekali dengan segala hal yang menyangkut soal perasaan? Kenapa Devan melakukan itu? Kalau Devan bilang seperti yang kemarin dia bilang, apa itu artinya Devan memang menyukai Alatha?

  Ah! Kalau iya untuk apa juga Alatha peduli? Alatha tidak punya perasaan apa-apa padanya. Sungguh! Tapi, kalau memang Alatha tidak suka Devan, kenapa juga dia harus kepikiran bahkan sampai tidak bisa tidur semalaman? Ah! Dasar bodoh. Alatha jadi ingat ketika sekembalinya dia ke kelas kemarin, Anna menegurnya.

'Lo kenapa sih Tha?' Anna menatap Alatha yang sedari tadi dia perhatikan hanya diam tanpa suara. Tersirat jelas di wajahnya kalau dia sedang menyembunyikan sesuatu, dan Alatha tidak bisa mengelak itu. Anna merasa aneh karena biasanya Alatha selalu ceria tiap kali kembali dari tempat membosankan bernama perpustakaan itu, tapi tidak seperti sekarang ini.

"Gue gak apa-apa kok." Alatha tersenyum tipis pada Anna.

"Muka lo gak bisa bohong tau Tha, udah deh cerita aja sini sama gue." Paksa Anna lagi.

Alatha menghela napas gusar, ditaruhnya kembali buku kimia yang tadi ingin dia baca ke atas meja. Hari itu akan ada ulangan harian kimia, dan Devan sukses besar membuatnya kehilangan konsentrasi belajar. "Gue gak apa-apa, Ann. Please. Kenapa sih semua orang selalu bilang kalau muka gue ini gak bisa bohong? Emang kalau muka yang bisa bohong itu gimana coba." Omel Alatha kesal sendiri. Dia kesal karena usahanya untuk menyembunyikan rahasia selalu saja diketahui dengan mudah oleh orang-orang. Alasannya selalu sama, selalu bilang kalau wajah Alatha tidak bisa bohong. Dan Alatha membenci hal itu.

"Ya gimana gak mau tau kalau lo lagi bohong coba? Orang keliatan gitu muka lo kayak orang gelisah, ada apa sih?" Tanya Anna sekali lagi.

Alatha menunduk kalah. Kalau Anna sudah bisa menebak sampai sejauh ini, Alatha tidak bisa mengelak lagi. Anna memang jago sekali membaca mimik orang lain terutama Alatha. Jelas saja, Anna kan teman sebangkunya. Akhirnya, karena terpaksa dan karena Anna terus mendesakknya, Alathapun akhirnya menceritakan tentang kejadian di lorong setelah dia keluar dari perpustakaan tadi. Ketika Gita menarik dirinya dan ingin menahannya di ruangan janitor, ingin menamparnya, dan sampai pada saat Devan datang untuk membantunya dan menyatakan hal terakhir yang didengarnya kemarin.

"Jadi itu artinya Devan beneran suka sama lo dong, Tha?!" Tukas Anna yang langsung dihadiahi pelototan gratis oleh Alatha.

"Jangan kenceng-kenceng, Ann ih!" Bisik Alatha sambil matanya memicing memperhatikan teman-teman kelasnya yang masih belum kembali dari kantin, padahal jam istirahat telah berakhir.

"Sumpah sorry! Gue cuma excited aja dengarnya." Kata Anna dengan mimik wajah senang, "apa gue bilang, Tha! Devan tuh suka sama lo, gue juga yakin yang kemarin ngasih buket bunga mawar ke lo itu dia." Kata Anna penuh percaya diri.

StruggleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang