75. Menguak Penjelasan

591 27 8
                                    

Tapi jika dipikir-pikir, cinta memang buta. Bahkan hanya karena takut kehilangan, seseorang rela melakukan apapun hanya supaya orang yang dia cintai tidak direbut oleh orang lain.
-Struggle
*****

   DEVAN langsung menarik kasar tubuhnya yang semula duduk di sofa ruang tamu rumahnya saat mendengar suara motor Leon yang baru saja memasuki garasi rumahnya. Biar bagaimanapun juga dia tetap harus menanyakan secara langsung tentang kenapa Leon bisa pulang bersama dengan Alatha tadi. Konflik dengan Ayah gadis itu sudah cukup bisa membuat kepalanya pusing dan dia tidak ingin Leon semakin menambahkan beban pikirannya dengan cara mendekati Alatha lagi.

  Tidak menunggu apa-apa lagi, Devan langsung membuka pintu masuk rumahnya kemudian menutupnya dengan kencang hingga terdengar bunyi gebrakan yang terdengar memekakkan telinga. Memilih untuk tidak peduli akan hal itu, Devan segera keluar dan langsung menyusul Leon ke garasi rumahnya.

  "Kenapa tadi lo bisa pulang bareng Alatha?" Tanya Devan langsung to the point saat dia sudah berada di dekat Leon.

  Leon meletakkan helm miliknya ke atas dashboard motornya lalu menatap Devan dengan santai, "karena dia yang minta gue buat nganterin dia pulang." Jawab Leon.

  "Bullshit!" Sentak Devan, "bohong lo, pasti tadi lo modus nawarin dia buat pulang bareng sama lo kan?!" Tuduh Devan.

  Leon tertawa samar mendengar ucapan Devan barusan, "buat apa gue bohong? Bukannya lo udah tau sendiri kalau tadi Alatha emang coba buat ngehindarin lo makanya dia minta gue buat anterin dia pulang?" Ucapan yang barusan Leon katakan barusan mampu membuat Devan terdiam dalam sekejap. "Terima aja, Van, bokapnya Alatha gak suka lo deket sama anaknya. Harusnya lo tau diri."

  Pendar di mata Devan yang semula sudah terlihat tajam kini terlihat semakin menajam saat mendengar Leon mengatakan hal itu. Niat awalnya yang hanya ingin bertanya mendadak berubah seratus delapan puluh derajat karena Leon malah menyulut api dan mendekatkan api tersebut ke sumbu bom yang bisa meledak kapanpun jika api tersebut memancing untuk mendekat. Devan mengepalkan tangannya, lalu kembali angkat suara, "maksud lo apa? Kenapa tiba-tiba jadi bawa-bawa bokapnya Alatha di sini?" Kata Devan. Untuk saat ini Devan berhasil meredam emosinya. Sampai kapan tepatnya, Devan tidak tahu pasti.

Leon kembali terkekeh, "gak usah pura-pura gak tau," kata Leon, "gue tau kalau lo tau apa yang saat ini terjadi antara lo, Alatha, dan Bokapnya Alatha. Iya kan?" Ucap Leon. Devan diam. Menyimak perkataan yang sedari tadi Leon lontarkan sambil matanya menatap Leon setajam elang. "Alatha udah cerita semuanya ke gue tadi, jadi kalau bisa gue simpulin kayaknya hubungan lo sama Alatha gak akan berlangsung lebih lama lag—"

  BRAK!

  Devan meninju pintu garasi rumah yang ada di belakang Leon sampai membuat pemuda itu tersentak kaget karena mengira Devan akan memukulnya. Devan menatap Leon sengit sementara Leon mencoba untuk tetap terlihat biasa saja walaupun sebenarnya kalau boleh jujur dia sedikit takut mengingat Devan memang sangat brutal dan tidak akan segan-segan menghabisi siapapun yang dia anggap sebagai ancaman. "Jangan pernah sekali-kali lo coba buat ngungkit tentang masalah gua sama bokapnya Alatha lagi— paham lo?!" Sentak Devan tepat di depan wajah pias Leon.

  Devan menatap tajam Leon selama beberapa saat sebelum akhirnya perlahan-lahan dia menarik kembali tangannya yang tadi masih menempel di pintu garasi. "Sekarang gua tanya sama lo, mau lo apa? Kenapa tiba-tiba lo masuk lagi ke dalam hubungan gua sama Alatha? Lo lupa sama ucapan lo dulu? Lo sendiri yang bilang kalau lo mau ngelepas Alatha buat gua. Apa gua salah?" Tanya Devan setelah berhasil menguasai dirinya kembali. Kalau saja tadi dia tidak bisa mengontrol emosinya, mungkin bukan pintu garasi yang dia tinju melainkan wajah Leon.

StruggleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang