68. Nilai Raport

701 41 8
                                    

Jatuh cinta itu bersahabat dengan patah hati. Dan sialnya kebanyakan para pencinta tidak mau peduli akan hal itu.
-Struggle
*****

SUARA detikkan jam antik yang terbuat dari kayu eboni berdenting nyaring di ruang tamu berukuran tiga kali tiga rumah minimalis bergaya kolonial klasik tersebut. Satu gadis remaja dan satu wanita dewasa kini tengah terduduk di dua buah sofa yang ada di ruang tamu tersebut. Keheningan telah tercipta sejak lima menit yang lalu. Tepatnya setelah sebuah  map bersampul plastik bening yang tadi ada di tangan si wanita dewasa itu dengan sengaja dibuka dan ditunjukkan kepada si gadis remaja yang duduk di sofa yang ada di seberangnya duduk, yang menampilkan angka-angka yang tertera jelas di dalam list lembaran tersebut.

Si gadis hanya bisa tertunduk setelah melihat angka-angka tersebut yang sebetulnya sudah dia lihat saat map —yang adalah rapot bayangan yang biasa diterima murid setelah selesai UTS— tersebut baru diterima dari wali kelasnya. Dia menundukkan kepalanya dalam-dalam. Rasa malu, sedih, kecewa, dan rasa bersalah kini bersarang tidak hanya di benak namun juga di pikirannya. Dia sangat menyesal dengan hasil yang dia terima yang ternyata benar-benar di luar dugaan.

"Maafin Alatha, Bun," satu baris kalimat itu lantas lolos begitu saja dari mulut gadis itu bersamaan dengan satu titik cairan bening yang ikut lolos dari pelupuk matanya. "Alatha bener-bener udah ngecewain Ayah sama Bunda." Gumamnya lagi berusaha menahan tangisannya yang masih terdera dalam diam.

  Melati menghembuskan napasnya sekali lagi, menatap putri sulungnya tersebut sambil menutup kembali raport bersampul bening di atas meja itu lalu berkata, "Bunda sudah bilang sama kamu, Bunda gak ngelarang kamu dekat dengan siapapun asal jangan sampai kedekatan kamu dengan teman lawan jenis kamu itu mempengaruhi nilai pelajaran kamu di sekolah." Kata Melati.

Ya, hari ini memang hari pembagian raport di sekolah Alatha setelah seminggu yang lalu dia menyelesaikan Ujian Tengah Semester Genap. Tadi pagi Alatha bersama Ibunya datang ke sekolah untuk ambil raport. Jujur saja sejak berangkat dari rumah tadi perasaan Alatha memang tidak enak. Dia khawatir kalau apa dia takutkan selama belakangan ini benar-benar terjadi. Alatha takut kalau-kalau Ujian Tengah Semester kali ini hasilnya akan mengecewakan dan sekarang hal tersebut malah menjadi kenyataan.

  Nilai-nilainya menurun drastis dari nilainya saat di semester ganjil kemarin. Alatha bahkan mendapat nilai C di beberapa bidang pelajaran. Padahal sebelumnya sepanjang sejarah Alatha sekolah belum pernah dia mendapat nilai C. Alatha tidak tahu lagi harus bagaimana. Dia jadi merasa sangat malu sekaligus kecewa. Tapi Alatha tahu yang harusnya merasa dikecewakan adalah Ayah dan Bundanya.

  Alatha mengangkat kepalanya menatap Melati dengan nelangsa kemudian bangun dari tempat duduknya dan duduk di sebelah Melati sambil berkata, "iya, Bunda, Alatha yang salah, Alatha yang kurang serius belajarnya. Tapi.. ini semua gak ada hubungannya sama Devan kok, Bunda." Katanya kepada Melati.

  Ah, yang benar saja. Jelas-jelas satu-satunya orang yang mampu mengecoh pikiran Alatha dan mampu membuat Alatha gagal fokus menyelesaikan ujian di sekolahnya kemarin adalah Devan, masih saja Alatha mengelak kalau ini tidak ada sangkut pautnya dengan Devan. Ternyata memang benar ya, seburuk-buruknya penilaian orang lain terhadap orang yang kita cintai tetap saja pada akhirnya kita sendiri yang akan menyangkal penilaian negatif tersebut dan tetap menilai orang yang kita cintai itu adalah yang terbaik.

Melati menatap Alatha sambil geleng-geleng kepala, "pokoknya Bunda gak mau ikut-ikutan loh ya kalau nanti Ayah pulang negur kamu gara-gara liat nilai UTS kamu kali ini jelek."

StruggleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang