Waktu itu terlalu berharga untuk disia-siain. Apalagi disia-siain buat seseorang yang jelas-jelas tidak peduli denganmu.
-Struggle
*****ALATHA sedang ada di kelasnya saat ini. Di tangannya sudah ada sebuah kotak berwarna abu-abu dengan sedikit motif bunga dandelion yang digunakan untuk menyimpan sebuah baju kemeja putih di dalamnya. Ya, itu adalah baju kemeja milik Devan. Pulang sekolah kemarin Alatha segera pergi ke Laundry untuk mencuci baju itu. Meminta pegawai itu mencuci pakaian itu sampai bersih dan wangi. Entah kenapa Alatha ingin melakukan itu tapi yang jelas, Alatha sebenarnya memang merasa bersalah juga karena perbuatannya kemarin, walaupun tidak sepenuhnya salahnya tapi sepertinya tidak masalah kalau dia juga ikut bertanggung jawab.
"Tha, jadi itu bajunya mau kapan lo kasihin ke dia? Keburu gurunya masuk nih." Anna yang sudah jengah melihat Alatha terus menerus hanya memandangi kotak itu tanpa berniat untuk memberikannya kepada yang empunya akhirnya menceletuk.
"Gue takut." Satu kalimat itu lantas meluncur begitu saja dari mulut Alatha. Entah apa yang dia takutkan yang jelas ada perasaan ragu dalam hatinya yang seolah menyuruhnya untuk tetap diam tidak bereaksi. "Apa gue titipin ke orang lain aja ya? Buat dikasihin ke dia?" Tukas Alatha akhirnya.
"Tha, gimana sih ini kan urusan lo sama Devan ya elo lah yang harusnya selesaiin, masa nyuruh orang lain sih." Nela menyahut.
Alatha menundukkan kepalanya, kembali menatap kotak di tangannya itu dengan teliti. Alatha bahkan kemarin sampai bingung bagaimana harusnya dia mengemas baju kepemilikan Devan ini agar terlihat bagus. Karena gerai laundry yang kemarin mencuci baju Devan hanya mengembalikan baju ini ini dengan bungkusan plastik bening saja pada Alatha. Salah Alatha, dia tidak meminta pegawai laundry untuk memberikan tottebag atau semacamnya, tapi malah langsung memasukkannya begitu saja ke dalam tasnya dan segera pulang ke rumah. Untungnya juga gerai laundry tidak sedang ramai saat itu, jadi dia tidak terlambat pulang ke rumahnya.
"Iya juga sih, tapi— takutnya gue malah disangka nyari sensasi sama anak-anak kelas lain kalau gue samperin dia dan kasih ini langsung ke dia." Tukas Alatha dengan nada suara memelan.
"Ya udah tinggal titipin ke Maxime aja sih, dia kan sekelas juga sama tuh orang. Gak usah dibuat ribet deh." Nadin menyahut dengan acuh tak acuh
"Nad bukannya gitu, tapi kalau Alatha titipin ke Maxime adanya nanti si Devan malah nyangka kalau Alatha itu gak totalitas bertanggung jawab atas kesalahannya. Kan nanti malah Alatha sendiri yang dicap jelek sama tuh orang." Nela menjawab, sementara Nadin hanya mengangkat kedua bahunya tak peduli.
"Ya udah gini aja deh, Tha, gue temenin lo ke kelasnya Devan, terus lo kasihin ini ke dia langsung. Gimana?" Nela akhirnya memberikan dua opsi kepada Alatha. Membuat Alatha lantas melenguh dibuatnya.
"Ah Nel enggak deh, nanti gue—"
"Ah lama lo, udah ayo gue anterin." Malas mendengar basa-basi Alatha, Nela segera bangun dari tempat duduknya dan menggandeng Alatha keluar dari kelas menuju ke kelas X3. Tidak sampai dua menit, Alatha dan Nela sudah berada di depan pintu kelas X3. Tadi Nela sudah sempat mengirim pesan pada Maxime, menanyakan di kelasnya ada guru atau tidak dan ternyata Maxime bilang gurunya belum datang.
Walaupun sempat takjub mendapat balasan dari Maxime kalau ternyata cowok itu sedang ada di kelas, Nela memilih untuk mencoba bersikap biasa saja walau sebenarnya senang. Karena memang tidak biasa-biasanya saja Maxime dan teman-temannya yang lain betah lama-lama di kelas. Biarpun ada guru juga biasanya mereka malah kelayapan entah ke mana. Mungkin khusus hari ini, mereka libur kelayapan dulu untuk sementara atau mungkin untuk seterusnya. Semoga saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Struggle
Tienerfictie[TAMAT] Dia dingin, posesif, sulit ditebak seperti cuaca dan terkesan angkuh. Dunianya begitu abu-abu, sampai akhirnya dia menemukan seseorang yang membuat dunianya menjadi lebih hidup. Alatha. Seorang gadis yang ternyata mampu menaklukan hatinya ya...