47. Thinking Out Loud

1K 53 17
                                    

"Kamu menyelamatkan semua orang dari kesedihan, tapi saat kamu sedih siapa yang menyelamatkanmu?"
-Struggle
******

DEVAN dan Alatha berjalan berdampingan keluar dari lobi rumah sakit Fatmawati. Tadi Alatha sempat ditegur oleh teman-teman OSIS yang lainnya karena dia malah pamit pulang duluan, dan tentunya yang membuat mereka tak habis pikir lagi adalah karena Alatha pulang bersama Devan. Mereka tahu Devan dengan Alatha memang sangat dekat akhir-akhir ini. Mereka juga sudah dengar tentang semua gosipnya. Hanya saja mereka heran kenapa Alatha malah memilih untuk dekat dengan cowok itu ketimbang dengan Leon.

Bukan apa-apa, hanya mereka agak kurang suka saja kalau pada akhirnya Alatha malah memilih untuk bersama Devan yang jelas-jelas terkenal karena punya reputasi buruk seantero sekolah sementara Leon malah sebaliknya. Agak kurang relevan saja kalau Alatha malah berminat pada cowok sejenis itu.

Tapi pada dasarnya badboy memang selalu punya daya tarik tersendiri di mata kaum hawa daripada cowok kutu buku yang cerdas serta punya reputasi baik di sekolah karena kebanyakan cowok-cowok badboy memang terlihat lebih keren dan terkesan punya kharisma tersendiri yang bikin kaum hawa klepek-klepek sementara cowok baik-baik malah terkesan biasa saja dan membosankan. Entahlah, dunia memang sudah terbalik.

Devan melirikkan kembali matanya menatap raut wajah gadis yang ada di sampingnya. Dia sedikit heran karena sejak tadi wajah Alatha tampak muram, tidak seperti biasanya. Dia juga jadi lebih sedikit pendiam, padahal biasanya dia selalu banyak omong. Dia juga tidak akan segan-segan menanyakan ini itu pada Devan kalau Devan malah menyusulnya dan membawanya pergi seperti ini. Berbeda dari sekarang, Alatha malah nurut saja diajaknya pergi.

"Lo kenapa?" Tanya Devan membuka pembicaraan. Dia merasa heran karena Alatha seperti orang yang sedang memikirkan sesuatu.

Alatha memelankan langkah kakinya, lalu menoleh ke arah Devan, "eh? Gak apa-apa." Alatha melirik Devan samar kemudian kembali berjalan pelan dengan kepala tertunduk.

Devan tersenyum kecil lalu kembali berkata, "masih belum nyadar juga ya? Udah berapa kali gua bilang muka lo itu gak bisa bohong. Lo cuma bisa bohong kalau lewat chat doang kayak waktu itu," kata Devan sekaligus sedikit mengungkit tentang obrolannya dengan Alatha kemarin terkait chat dari Alatha untuk Devan yang malah Alatha akui kalau chat tersebut ingin dia kirimkan kepada temannya yang bernama Vani.

Mendengarnya Alatha hanya bisa mencebik, lagi-lagi alasan ini.

"Gak biasa-biasanya lo mendadak patuh gini kalau gua jemput lo dan ngajak lo pergi padahal kondisinya lo lagi sama temen-temen OSIS lo." Kaya Devan lagi. Alatha hanya bisa tersenyum kecut menanggapinya.

"Gak juga, cuma perasaan kamu aja kali." Jawab Alatha simpul.

Devan menghentikan langkahnya secara tiba-tiba ketika mereka hampir sampai di tempat parkir sepeda motor. Melihat Devan tak lagi berjalan bersamanya, Alatha ikut menghentikan langkahnya dan ikut menatap Devan yang juga menatapnya. "Leon ngomong apa sama lo?" Tanya Devan mulai mengintrogasi. Dia yakin ada yang tidak beres dengan Alatha kali ini.

Walaupun Devan cukup merasa lega dengan keputusan yang didengarnya dari Leon yang bilang kalau dia akan merelakan Alatha bersama dengannya, tapi bukan berarti dia bisa merasa tenang dan berpikir kalau Leon akan seratus persen menggenapi kata-katanya. Bisa saja saat ini Leon masih berusaha untuk tetap mendekati Alatha atau mengatakan sesuatu sehingga Alatha sampai seperti sekarang ini. Leon juga manusia.

StruggleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang