33. Jealous?

1.3K 60 24
                                    

Kalau udah mulai ada rasa bilang aja, gak usah gengsi, jadi keliatan begonya nanti.
-Struggle
*****

  "ADUHH! Sialan emang lo Gas dikit lagi gol itu! Babi hutan emang lo ye!" Rutuk Gilang sambil menempeleng kepala Bagas yang ada di sebelahnya. Dia kesal karena sedari tadi dia tidak berhasil mencetak gol ke gawang Bagas

   "Sakit monyet!" Bagas ikut menempeleng kepala Gilang sampai membentur ujung sofa yang ditiduri Bondan, "kalau udah noob mah noob aja, gak usah sok-sokan mau lawan pemain pro kayak gue. Gue ini udah terlatih dari kecil, Ronaldo aja sampe ngefans sama gue karna sangking jagonya gue main game bola." Sombong Bagas dihadiahi timpukkan kacang polong oleh Bondan yang asik menonton pertandingan mereka.

   "Belagu anjir! Tadi aja main sama gua kalah sok-sokan jadi pemain pro." Ucap Bondan lalu terkekeh.

   "Taik! Gua udah bilang berapa kali jangan lempar kacang polong ke rambut gue! Nanti yang ada malah berkecambah di kepala gue tuh kacang." Tukas Bagas disambut dengan gelak tawa kedua temannya yang lain. Bagas memang mempunyai rambut yang gondrong dan sedikit gimbal. Makanya dia selalu jadi sasaran empuk teman-temannya yang iseng melemparkan segala jenis makanan ke rambutnya itu.

   Devan hanya bisa menghela napas gusar mendengar suara riuh ramai dari ketiga temannya yang terdengar bergema dari ruang tengah tempat di mana X-box kepunyaan Maxime berada. Mereka sedang tanding main bola di X-box. Tadi Bondan sudah melawan Bagas dan Bagas kalah, sekarang giliran Gilang yang terus-menerus dikalahkan oleh Bagas. Sementara ketiga temannya berada di ruang tengah bermain X-box, Devan memilih untuk menyendiri di sofa yang ada di samping ruang tengah. Dan Maxime sedang di dapur membuat berondong jagung dan minuman untuk mereka semua.

   Saat ini Devan memang sedang ada di rumah Maxime. Setelah pulang sekolah tadi Maxime memang mengajaknya dan yang lainnya untuk mampir ke rumahnya untuk tanding main X-box. Karena Devan saat ini sedang butuh moodbooster jadilah dia menerima tawaran itu dan ikut ke rumah Maxime. Sudah lama sekali rasanya Devan tidak main ke rumah temannya yang satu ini. Ada rasa rindu yang menyeruak begitu mengingat masa-masa SMP dulu ketika mereka masih bersama-sama. Mereka sering tertawa bersama di sini. Rumah Maxime memang tempat paling strategis untuk menghabiskan waktu bersama.

   Mungkin hanya Devan yang bersikap egois dengan malah mengambil keputusan sendiri untuk pergi dari rumah karena masalah keluarganya dan memutuskan untuk tidak berkontak dengan teman-temannya itu lagi. Sampai akhirnya takdir membawanya kembali menemui mereka dengan keadaan yang masih sama. Mereka sama sekali tidak berubah. Mereka tetap teman-teman terbaik yang pernah Devan kenal. Walaupun Devan telah mengkhianati mereka dengan cara pergi tanpa sekalipun pamit pada mereka.

   Devan membetulkan posisinya yang sedang rebahan di sofa Maxime. Ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya sedari tadi. Walaupun pikiran itu sempat menghilang sejenak dari pikirannya beberapa waktu lalu, kini pikiran itu kembali terngiang dan terekam jelas di otaknya. Devan benci mengakui ini tapi hatinya mendadak panas tiap kali mengingat kejadian itu.

   'Boleh gue pasangin perban ke luka yang ada di siku lo?'

   Devan menghentikan langkahnya begitu mendengar suara yang tidak asing lagi di telinganya. Dia mengurungkan diri untuk membuka knop pintu masuk ruang UKS yang baru saja ingin dibukanya begitu mendengar suara itu. Perlahan, Devan memundurkan langkah kakinya ke arah jendela kaca ruang UKS yang terbuka dari dalam itu kemudian sedikit menyingkap gordyn jendela untuk melihat siapa orang yang ada di dalamnya selain daripada Alatha.

StruggleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang