50. Konspirasi Hati

881 49 14
                                    

Jika cinta dia tidak akan egois.
-Struggle
*****

   SUDAH dua hari setelah kejadian Devan menembak Alatha di kantin, semuanya berubah. Alatha sama sekali belum mau jujur tentang apa yang sebenarnya dia pikirkan. Alatha juga belum memberikan alasan apapun pada Devan terkait hubungannya dengan cowok itu. Bahkan, Alatha malah selalu menghindar tiap kali berpapasan dengan Devan. Seolah tidak pernah terjadi apa-apa antara Devan dan dirinya. Seolah Devan tidak pernah mengatakan atau melakukan sesuatu yang sangat penting padanya.

  Seperti tadi ketika jam istirahat pertama dia ingin ke perpustakaan, Alatha tidak sengaja berpapasan dengan Devan di koridor lantai dua. Sempat canggung ketika Alatha melihat sosok itu, malah hampir saja Alatha ingin segera berbalik dan berlari menjauh sesegera mungkin agar tak harus berjalan melewatinya.

  Namun, melihat ekspresi Devan yang datar dan seolah juga tidak peduli, Alatha jadi urung. Dia berpikir untuk apa juga dia takut berpapasan dengan Devan, dia cuma ingin pergi ke perpustakaan untuk membaca buku.

   Sementara Devan, untuk saat ini dia juga terlihat tidak mempermasalahkan soal ini. Walaupun sejujurnya Devan sangat kecewa dan kesal, tapi dia tidak mau terlihat begitu terpukul hanya karena seorang gadis. Walaupun Devan ingin sekali mendengar keterangan langsung dari Alatha terkait hubungan mereka, Devan memilih untuk tetap bungkam. Devan berpikir mungkin Alatha memang benar-benar tidak pernah menganggapnya serius. Dia malah mengambil kesimpulan bahwa dengan begini itu artinya Alatha telah resmi menolaknya walaupun dia tidak bilang apa-apa.

  Alatha sama sekali tidak memberi kepastian yang jelas tentang hubungan mereka dan karena gengsi Devan yang terlalu besar dia juga tidak mau berinisiatif menanyakannya langsung pada Alatha. Maka dari itu sesuai keputusan awalnya, dia berjanji tidak akan mengganggu Alatha lagi.

  "Tha," panggil Nela membuat Alatha yang sedari tadi sibuk melamun akhirnya tersadar dari lamunannya.

  Sudah sejak masuk sekolah tadi, dia sama sekali tidak mendengar suara Alatha. Biasanya dia selalu antusias dan selalu ngobrol tiap kali ada waktu luang tapi tidak kali ini, tapi sedari tadi Nela mengobrol dengan Anna, Alatha sama sekali tidak berniat untuk ikut ngobrol. Alatha menjadi pendiam. Sangat kontradiktif dengan sikapnya sehari-hari.

  "Eh? Kenapa, Nel?" tanya Alatha setelah sadar dari lamunannya.

  Nela menghela napas ringan, akhirnya dia bisa juga mendengar suara Alatha, "gue perhatiin udah dari kemarin lo sibuk ngelamun terus? Jadi pendiem juga," kata Nela, "lo masih kepikiran soal Devan ya?" Tebaknya lagi yang lantas membuat Alatha mengerjapkan matanya beberapa kali. Mengakui bahwa tuduhan Nela barusan memang benar adanya.

  "Gitu lah." Gumam Alatha.

  Nela menatap Anna yang hanya mengangkat kedua bahunya acuh. Kemudian menghela napasnya perlahan, "ikutin kata hati lo Tha, kalau emang lo pada dasarnya ada rasa juga sama Devan mending lo jujur aja, daripada lo nyesel." Kata Nela pada Alatha. Seandainya kemarin dia ada di saat Devan menyatakan perasaan pada Alatha, dia pasti akan membuat Alatha bisa berpikir dua kali untuk mengambil keputusan yang akan dia pilih.

   Alatha hanya diam, dia juga tidak tahu apakah hal ini akan menjadi penyesalan mutlak baginya tapi yang jelas kenyataannya Alatha memang menyukai Devan. Hanya saja karena masalah Leon, dia jadi harus mempertimbangkan mengenai hal ini dengan sebaik-baiknya. Karena kembali kepada alasan dasar, Alatha tidak mau kalau sampai keputusan yang dia ambil terlalu cepat nantinya malah berbuah buruk bagi satu pihak.

  "Devan itu kayaknya emang beneran cinta sama lo tau, Tha, gue masih inget pas lo dicium sama Kak Pian di lapangan waktu itu, si Devan sampai ngehajar Kak Pian habis-habisan. Gak mungkin dia ngelakuin hal itu kalau dia gak benar-benar serius suka sama lo. Jadi mending lo pertimbangin lagi mateng-mateng deh, Tha." Kata Anna.

StruggleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang