69. Lunch

642 36 18
                                    

Tidak masalah kamu mengikuti kata hatimu tapi tolong, jangan lupakan pikiranmu.
Struggle
*******

"ASTAGA!" Alatha meletakkan satu tangannya ke dada sangking terkejutnya saat melihat seseorang berdiri di samping tembok depan toilet yang ternyata adalah Devan. Toilet GOR futsal letaknya indoor dan agak jauh ke dalam dari lapangan futsal. Tadi saat Alatha datang ke sini sama sekali tidak ada orang, tapi karena Alatha sudah terlanjur bilang pada Devan dia ingin ke toilet dan kebetulan dia juga ingin buang air kecil, jadilah dia benar-benar ke toilet walaupun sedikit parno karena harus melewati lorong koridor yang kurang pencahayaan. Ditambah lagi sekarang dia semakin kaget karena mendapati Devan menyusulnya ke sini. Toiletnya benar-benar gelap, makanya Alatha sempat mengira kalau Devan tadi bukan manusia.

"Kaget gitu sih?" Kata Devan kepada Alatha.

Alatha menghela napas beberap kali mencoba untuk kembali merilekskan dirinya setelah sempat kaget barusan, "sumpah saya kirain siapa, soalnya tadi saya dateng ke sini gak ada siapa-siapa, eh taunya kamu malah nongol tiba-tiba gini." Ungkap Alatha.

"Terus kenapa sampe gitu banget kagetnya? Lo kira gua setan?" Ucap Devan. Alatha hanya mengangguk kecil lalu menyeringai sebelum akhirnya meringis karena Devan malah menjitak pelan keningnya, "mana ada setan seganteng ini." Kata Devan lalu terkekeh sementara Alatha hanya bisa mencebiknya.

"Terus gimana?" Devan bertanya.

Alatha mengerutkan keningnya, "gimana apanya?" Tanyanya bingung.

"Boleh cium apa enggak?" Tanya Devan lagi diikuti senyuman jahil di ujung kalimatnya.

Mendengar hal itu, kedua mata Alatha mengerjap beberapa kali. Padahal setengah mati tadi dia berusaha untuk menenangkan dirinya dari degupan jantungnya yang tidak bisa berkompromi akibat pernyataan Devan beberapa menit yang lalu. Sekarang? Devan malah kembali membuatnya sesak napas karena pertanyaan ini lagi. "Van, udah jam berapa nih? Anterin saya pulang ya?" Tidak punya pilihan lain, Alatha akhirnya terpaksa mengalihkan pembicaraan mereka.

Sadar keadaan, Devan hanya bisa terkekeh melihat Alatha salah tingkah lagi. Sebenarnya dia hanya ingin menggoda gadis itu karena menurutnya Alatha sangat lucu kalau sedang salah tingkah. Tapi ya sudahlah, daripada Alatha malah mengira yang macam-macam nantinya jadi niatannya untuk menjahili Alatha dia sudahi saja. "Ya udah, gua antar." Ujar Devan kemudian. Senyum samar tercetak di wajah Devan saat melihat Alatha menghela napas lega setelah mendengarnya. Mungkin senang karena dia tidak lagi mengungkit tentang masalah cium menyium lagi.

Alatha dan Devan tiba di pakiran motor dan berjalan ke arah di mana sepeda motor Devan terparkir. Devan baru saja memberikan helm cadangan miliknya kepada Alatha sebelum akhirnya seseorang tiba-tiba memanggil nama Devan. "Den Devan." Panggil orang yang ternyata adalah Pak Kardi, supir pribadi Pandu Adikusumo Pradipta alias Ayahnya Devan.

Melihat Pak Kardi yang datang tiba-tiba tanpa diundang tersebut, Devan mengernyit heran, "Bapak ngapain ke sini?" Tanya Devan pada laki-laki paruh baya tersebut. Satu hal yang terbesit di pikirannya saat ini adalah bahwa jika ada Pak Kardi, pasti ada Ayahnya.

"Maaf Den, Bapak nyuruh saya buat jemput Aden. Sekarang Bapak ada di mobil nunggu Den Devan, ada Den Leon juga di sana." Kata Pak Kardi dengan aksen Jawa khasnya yang cukup kental.

Mendengar nama Leon disebut, Devan lantas melirik Alatha sekilas kemudian sambil mengambil helm fullface miliknya diapun berkata, "saya gak mau, bilang Papa saya lagi sibuk masih ada urusan," putus Devan sembari naik ke sepeda motornya tanpa berminat acuh pada perkataan Pak Kardi, "ayo, Tha." Devan menyuruh Alatha untuk segera naik ke atas sepeda motornya.

StruggleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang