Manusia kadang sulit menemukan titik temu dan menyerah menjadi jalan satu-satunya untuk keluar dari hal yang dianggapnya sebagai masalah
-Struggle
*******
WAKTU telah menunjukkan pukul dua belas tengah malam namun isak tangis masih terdengar memenuhi ruangan kamar milik seorang gadis yang kini masih terduduk di atas kursi meja belajarnya. Alatha tidak bisa tidur. Pikirannya mendadak dipenuhi oleh Devan. Tentang semua yang sudah Devan berikan padanya, tentang semua hal yang telah dia lewati bersama Devan, tentang rindunya yang masih terpagut pada Devan dan tentang semua rasa yang selama ini termuara pada satu titik yaitu pada Devan. Ekspetasi memang kadang berbanding balik dengan realita. Selama ini Alatha selalu merasa kalau hidupnya akan berjalan lurus-lurus saja seperti air, namun akhirnya dia sadar, semakin dia tumbuh besar masalah yang datang akan semakin banyak dan parahnya semakin sulit terkendali.Alatha menyeka kembali air matanya yang kembali membasahi kedua pipinya menggunakan satu tangannya. Rasa sesak memenuhi ruang-ruang dalam dadanya. Padahal tadi tangisnya sudah sempat surut, namun kembali meluruh saat mengingat kembali teringat ucapan Ayahnya padanya beberapa jam lalu yang berhasil menyita waktu tidurnya sampai saat ini. Sepertinya memang sudah tidak ada harapan lagi baginya dan Devan untuk tetap bersama. Sekuat apapun mereka memaksa untuk bertahan akan tetap terasa percuma karena hubungan mereka terhalang oleh restu Ayahnya.
Sejak dulu memang Brama selalu berpesan pada Alatha dan juga adiknya untuk selalu fokus sekolah. Brama melarang mereka berpacaran pada masa-masa sekolah supaya konsentrasi mereka tidak terganggu hanya karena pacaran yang menurutnya tidak ada manfaatnya sama sekali. Mungkin kalau sekedar hanya untuk berteman, Brama tidak akan mempermasalahkannya. Hanya saja dia juga harus menyeleksi siapa yang pantas dan tidak pantas menjadi teman dekat bagi anak-anaknya. Yang dilihatnya dapat membawa mereka ke hal-hal yang positif dan bukan malah pada hal-hal yang bersifat sebaliknya. Harusnya Alatha sadari itu dari awal. Tapi entah mengapa Alatha malah membiarkan dirinya terjatuh lebih dalam lagi dan terpera-ngkap dalam perasaannya pada Devan.
Tangan Alatha terulur mengambil sebuah kotak kecil berwarna biru toska yang dia selipkan di tempat dia biasa menyimpan aksesorisnya. Begitu dapat, dia langsung membuka kotak tersebut dan mengambil benda yang ada di dalamnya yang ternyata adalah kalung liontin silver pemberian Devan. Alatha memandangi kalung itu selama beber-apa saat sampai akhirnya tanpa sadar air mata-nya kembali meleleh melewati sudut-sudut matanya saat ingatan momen-momen di mana Devan memberikan kalung itu muncul.
Flash Back..
"Aku mau kasih kamu sesuatu."
"Kasih apa?" Tanya Alatha bingung.
"Pejamin mata kamu sebentar." Titah Devan.
"Kamu gak mau macem-macem kan?" Tanya Alatha penuh selidik.
"Emangnya kamu kira aku mau ngapain? Nyium kamu?"
"Ap-apaan sih, Van. Eng-enggak kok." Sanggah Alatha.
"Ya udah merem sebentar, aku gak bakal macem-macem sekarang."
"Gak bakal macem-macem sekarang? Jadi maksudnya nanti bakal macem-macem?" Tanya Alatha penuh curiga.
Mendapat respon seperti itu dari Alatha, Devan lantas menghela napasnya lelah. "Udah cepetan merem dulu sebentar, serius aku gak bakal ngapa-ngapain kamu, cuma mau ngasih barang, sumpah." Tegas Devan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Struggle
Teen Fiction[TAMAT] Dia dingin, posesif, sulit ditebak seperti cuaca dan terkesan angkuh. Dunianya begitu abu-abu, sampai akhirnya dia menemukan seseorang yang membuat dunianya menjadi lebih hidup. Alatha. Seorang gadis yang ternyata mampu menaklukan hatinya ya...