Cinta butuh perjuangan.
-Struggle
*****
BRAK!!Suara gebrakkan itu kembali terdengar nyaring seantero ruang guru di siang hari ini. Setiap pasang mata di ruangan tersebut lantas memasang ekspresi wajah yang beraneka ragam. Mulai dari yang kaget, cemas, khawatir, sampai yang takut. Lain halnya dengan wanita yang kini menjadi lawan bicara orang yang barusan menggebrak meja guru tersebut. Wanita itu malah menatap Devan galak, sambil berkacak pinggang menatap lawan bicaranya yang saat ini sedang dipenuhi emosi itu.
"Saya tetap tidak terima! Kalau sampai Alatha kenapa-napa, Ibu yang harus tanggung jawab." Ungkap Devan lagi menatap nyalang wanita paruh baya yang ada di depannya itu. Wajahnya terlihat memerah menahan emosi. Kedua tangannya terkepal kuat.
"Cukup! Kamu ini memang anak kurang ajar! Berani menentang guru sampai seperti ini? Benar-benar keterlaluan, apa orang tua kamu tidak pernah mengajarkan sopan santun, hah?!" Bentak Bu Ratih ikut emosi.
"Saya cuma hormat sama orang yang bisa menghormati martabat orang lain, Bu. Masalahnya hukuman yang Ibu kasih itu memang sudah kelewatan. Dari awal saya sudah bilang kalau saya mau terima hukuman dari Ibu yang segitu berat asalkan hanya saya yang tanggung hukuman itu, tidak dengan Alatha. Tapi kenyataannya? Ibu malah tetap mengharuskan Alatha untuk ikut kena hukum. Apa hasilnya sekarang? Pacar saya pingsan dan itu semua gara-gara Ibu!" Tukas Devan.
Devan baru saja ingin maju untuk memberontak pada Bu Ratih namun teman-temannya yang saat ini masih bersamanya langsung menahannya agar Devan tidak kebablasan mengontrol emosinya.
"Sudahlah, Devan. Inikan hanya masalah kecil. Tidak usah dibesar-besarkan seperti ini. Kita rundingkan baik-baik." Kata Pak Dodi yang kebetulan juga masih ada di ruang guru bersama dengan dua orang guru yang lain.
Devan mendecih pelan, tidak menggubris pernyataan Pak Dodi, kemudian setelah itu dia kembali angkat suara, "Anda itu perempuan. Setahu saya perempuan itu lebih perasa dan punya tenggang rasa yang lebih daripada laki-laki. Tapi kenapa anda tega memberi hukuman seberat itu pada seorang siswi seperti Alatha? Kalau keadaannya berbalik, anda yang diberi hukuman seperti itu, apa anda akan diam saja?" Tanya Devan lagi.
"CUKUP! Kamu ini benar-benar keterlaluan, Devan!" Pekik Bu Ratih.
"Anda yang keterlaluan!" Devan kembali ingin memberontak namun teman-temannya dengan sigap langsung menahannya kembali.
"Van, udah, Van! Lo tau diri, ini di sekolah, men. Banyak yang nontonin juga." Ungkap Maxime sambil menunjuk ke arah kerumunan siswa dari segala penjuru kelas yang desak-desakan menonton dari pintu ruang guru.
Namun Devan tidak peduli dengan semua itu, dia tetap inginkan keadilan. Menurutnya apa yang telah dilakukan oleh guru itu sangatlah tidak pantas dan sangat menjatuhkan derajat kaum guru yang seharusnya memiliki peran pengganti orang tua di rumah dengan cara melindungi murid-muridnya di sekolah. Bukan malah mencelakai mereka seperti ini.
Di sisi lain, seorang gadis bertubuh mungil mencoba untuk menerobos masuk dari arah kerumunan siswa. Setelah berusaha keras, akhirnya dia berhasil masuk ke dalam ruangan begitu berhasil menemukan celah di antara kerumunan itu dan segera berlari ke dalam.
"Devan— udah, ayo kita pergi." Ajak Alatha begitu sampai di dekat pemuda itu.Devan dengan cepat menoleh ke arahnya. Menatap wajah Alatha yang masih terlihat sedikit pucat. Sorotan matanya yang tadi terlihat tajam dan fokus mendadak teduh dan meluruh. Selalu saja seperti itu. Alatha selalu mampu membuat perasaannya lebih tenang dan damai walaupun hanya dengan menatap wajahnya saja. "Kamu udah gak apa-apa?" Tanya Devan, nada bicaranya mendadak melembut, tidak seperti sebelumnya. Dia juga bicara pakai subjek 'aku-kamu' tidak 'gua-lo' seperti biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Struggle
أدب المراهقين[TAMAT] Dia dingin, posesif, sulit ditebak seperti cuaca dan terkesan angkuh. Dunianya begitu abu-abu, sampai akhirnya dia menemukan seseorang yang membuat dunianya menjadi lebih hidup. Alatha. Seorang gadis yang ternyata mampu menaklukan hatinya ya...