54. Too Bad

723 45 14
                                    

Penyesalan memang selalu berakhir buruk.
-Struggle
******

ALATHA berjalan memasuki gedung sekolahnya dengan sedikit berlari. Dia sedikit bangun kesiangan hari ini karena tadi rebutan kamar mandi dengan adiknya yang juga bangun kesiangan. Tinggal sisa lima menit lagi maka bel masuk sekolah akan berbunyi dan Alatha harus berada di dalam kelas sebelum guru pelajaran pertama masuk ke dalam kelas. Di samping itu, sepertinya semangat Alatha untuk datang ke sekolah sudah mulai pulih karena percakapannya dengan Leon pada saat jam istirahat kemarin. Ternyata dugaannya jika dia bertemu dengan Leon setelah cowok itu menyatakan rasa sukanya secara terang-terangan akan menjadi sangat canggung dan menegangkan ternyata salah telak.

Walaupun waktu awal bicara dengan Leon kemarin, jantung Alatha memang benar-benar bermaraton tapi karena Leonnya tetap bersikap seperti biasanya, seperti saat sebelum dia menyatakan perasaan pada Alatha, Alatha jadi rileks dan lama-lama tidak canggung lagi. Jujur saja, entah mengapa ada sedikit rasa senang dan kelegaan yang terasa sangat keji di hatinya saat mendengar pernyataan dari Leon kemarin. Ketika Leon bilang bahwa dia keberatan kalau Alatha menolak Devan karena tidak enak dengannya dan meminta Alatha untuk bersama dengan Devan tanpa perlu mengkhawatirkan perasaannya.

Padahal Alatha tidak pernah bicara apapun mengenai hal ini. Namun dengan mudahnya Leon dapat menebak alasan Alatha belum bisa menerima Devan adalah karenanya. Alatha bukan orang yang pandai membaca pikiran atau gerak-gerik orang lain.

Alatha sebenarnya tidak tahu apakah Leon serius mengatakan itu atau hanya untuk menenangkannya saja. Yang Alatha tau, Leon tidak mungkin memiliki maksud lain dan memang mengatakan hal-hal tadi dengan apa adanya. Tetapi walaupun senang dengan pernyataan Leon, Alatha tetap merasa ragu. Karena Leon bukanlah alasan satu-satunya mengapa dia belum bisa menerima Devan saat ini. Alasan lainnya tentu saja karena Nadin. Alatha takut Nadin malah semakin akan membencinya kalau tahu dia memilih untuk bersama Devan.

Namun, jika kembali mengingat apa yang dikatakan Nela dan Anna bahwa Devan tidak mungkin bersama lagi dengan Nadin karena Devan tidak punya perasaan apa-apa padanya, jadi terselip sedikit harapan dalam hati Alatha yang seolah meruntuhkan kembali perasaan ragunya itu. Ah! Sebenarnya Alatha ini kenapa? Kenapa dia jadi seperti orang yang tidak punya pendirian seperti ini? Apa benar semua ini terjadi karena Alatha benar-benar ingin bersama Devan?

Alatha melanjutkan langkahnya dengan sedikit berlari. Pelajaran pertama hari ini adalah pelajaran Bu Ratih. Semua pasti sudah tau kalau guru itu tidak bertoleransi dengan siswa yang terlambat datang pada jam pelajarannya barang semenitpun. Kalau tidak punya alasan yang benar-benar kuat dari sumber yang terpercaya juga beliau tidak akan bermurah hati menerima alasan itu.

Alatha mempercepat langkah kakinya, begitu dia ingin berbelok ke arah koridor lantai tiga gedung sekolah, begitu baru saja sampai di penghujung koridor, tiba-tiba saja dia menabrak seseorang yang juga sedang ingin berjalan ke arah yang sebaliknya.

BRUK!

"Awh!" Alatha mengumpat sambil memegangi keningnya yang terasa sakit karena sangking kencangnya menabrak tubuh orang yang ada di depannya. Alatha mengusap-usap keningnya sambil berharap kalau orang yang ditabraknya tidak akan marah karena dia telah tidak sengaja menabraknya. Alatha perlahan mulai membuka kedua matanya yang semula terpejam untuk melihat siapa orang yang ditabraknya, lalu mata Alatha langsung terbelalak begitu menyadari bahwa orang yang dia tabrak adalah Devan.

Devan menatap Alatha dengan sorotan mata tajamnya sementara Alatha yang baru sadar ditatap seperti itu mendadak kikuk lalu berkata, "m-maaf saya gak sengaja." Kata Alatha sedikit terbata. Alatha menggigit bibirnya sambil meremas ujung rok abu-abunya. Devan menatapnya terang-terangan. Untuk pertama kalinya setelah kejadian Devan menembaknya di kantin, baru kali ini dia bisa berinteraksi dengan Devan lagi. Tapi, melihat aura wajah Devan saat ini kembali mengingatkan dirinya seperti pertama kali dia bertatap muka dengan Devan. Terasa dingin. Tatapan matanya terlihat asing.

StruggleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang