42. What a Warm Hug

955 55 19
                                    

"Aku mencintaimu. Sekalipun kau beku dan aku tidak bisa lagi mencairkanmu."
-Struggle
*****

  DEVAN membawa Alatha melewati kerumunan siswa yang terlihat semakin sedikit karena kedatangan Bu Feranda. Dia tidak peduli lagi bagaimana urusannya dengan guru itu setelah ini karena yang dia pikirkan saat ini hanyalah untuk membawa Alatha menyingkir dari semua kerusuhan ini. Devan menggandeng tangan Alatha menaiki anak tangga dan berniat untuk membawanya ke kelasnya. Sementara Alatha hanya diam, membiarkan Devan membawanya ke tempat yang ingin cowok itu tuju. Karena jujur saja dia juga masih syok dengan kejadian yang dia alami barusan. Sampai di kelasnya, Devan langsung menarik Alatha masuk ke dalam kemudian menutup pintu.

  Setelah sampai di dalam dia langsung melepas tangannya dari tangan Alatha dan langsung berhadapan dengan gadis itu. Dia ingin bicara empat mata dengan Alatha terkait kejadian yang membuat Alatha nekat melakukan hal bodoh seperti tadi. Untungnya saja kondisi kelasnya masih kosong saat ini.

   "Van, saya-"

   "Kenapa lo sampe ngelakuin hal bego kayak tadi sih?" Tanya Devan menaikkan satu oktav suaranya sambil menatap Alatha tajam.

   "S-saya.."

  "Bisa gak sih lo mikir dua kali dulu sebelum bertindak?" Kesal Devan lagi.

  Mendengar hal itu, Alatha lantas hanya bisa menundukkan kepala. "S-saya- saya cuma gak mau kamu kenapa-kenapa." Gumam Alatha.

  Mendengarnya, Devan menaikkan kedua alisnya samar lalu cowok itu mulai menatap Alatha lamat-lamat. Gadis ini benar-benar merepotkan. Selain polos dan gampang dibodohi ternyata nyalinya cukup besar juga. Padahal Alatha bisa saja menempatkan dirinya dalam bahaya jika melakukan hal seperti tadi. Lagipula akan jadi apa dia kalau saja tadi Devan tidak segera menolongnya dari terkaman Pian. "Kalau bukan karena lo nekat dateng ke sana buat ngehentiin gua, ini semua gak akan terjadi." Kata Devan kemudian.

  "Kalau saya gak nekat dateng ke sana buat ngehentiin kamu mungkin dari awal kamu udah berantem sama Kak Pian." Jawab Alatha spontan. Mendengarnya Devan lantas sedikit tersentak lalu semakin menajamkan tatapannya, menatap wajah gadis di depannya itu dengan semakin intens. Wajahnya masih terlihat pucat seperti ini tapi Alatha masih mampu untuk melakukan pembelaan seolah dirinya sama sekali tidak melakukan suatu hal yang bisa berakibat fatal tadi.

   Devan benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran gadis itu. Padahal sudah jelas-jelas Alatha sudah nekat menjatuhkan diri ke dalam lubang buaya, tapi dia tetap tidak merasa menyesal karena telah melakukannya.

  Alatha menengguk ludahnya kemudian memberanikan diri untuk mendongak menatap Devan yang malah bergeming, "kamu—" Alatha sempat menjeda beberapa saat, kemudian kembali berkata, "kamu marah sama saya?" Tanya Alatha hampir tanpa suara. Alatha menatap kedua bola mata Devan dalam-dalam. Mencoba menangkap respon yang akan cowok itu perlihatkan ketika mendengar pertanyaannya.

  Devan mengernyit mendengarnya. Dia tidak paham betul maksud gadis itu menanyakan hal ini, tapi akhirnya diapun menjawab, "iya gua marah," jawab Devan membuat kedua bola mata Alatha membesar begitu mendengarnya, ternyata benar Devan marah padanya, "gua marah karena tadi Pian udah berani nyium lo di depan mata gua." Kata Devan lagi yang kemudian mengarahkan satu tangannya untuk menyentuh pipi kanan Alatha yang tadi telah dikecup sembarangan oleh Pian kemudian mengusapnya menggunakan ibu jarinya.

  Diperlakukan seperti itu, pupil mata Alatha mendadak membesar. Pipinya mendadak panas. Lututnya gemetaran. Jatungnya seolah hampir copot saat ini. Alatha mendadak menjadi salah tingkah dan sepertinya akan pingsan sebentar lagi.

StruggleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang