Luka dapat merubah seseorang
-Struggle
*****"ALATHA!"
Alatha yang saat itu sedang merapikan berkas-berkas dokumen kepengurusan OSIS di kelas langsung menghentikan aktivitasnya saat Anna memanggil ke arahnya bersama Nela dan juga Nadin. Alatha mendongak menatap ke arah tiga temannya yang kini sudah memenuhi meja tempatnya duduk. Wajah ketiganya terlihat sedikit cemas, namun Alatha tidak peka dan memilih untuk acuh tak acuh.
"Ann? Siomaynya mana?" Ucap Alatha saat melihat Anna kembali dengan tangan kosong.
Padahal setelah bel istirahat beberapa menit tadi berbunyi mereka bertiga langsung pamit ke kantin untuk membeli makanan. Dan karena Alatha masih harus mengurus beberapa arsip OSIS, dan sedang tidak mood untuk keluar kelas —terutama karena kejadian saat dia memutuskan untuk putus dari Devan— dia jadi memilih untuk tinggal di kelas.
Dia takut kalau keluar kelas dia akan berpapasan dengan Devan. Dia takut kalau pada akhirnya air matanya tidak dapat dia tahan kalau sampai di bertemu mata dengan pemuda itu. Untuk mengusir rasa sedih itu, Alatha terpaksa memilih untuk menyibukkan diri sesibuk-sibuknya. Menyibukkan diri untuk menghiraukan perasaannya yang sebenarnya kalang kabut dan sulit dikendalikan bahkan oleh dirinya sendiri. Setidaknya hanya inilah satu-satunya cara yang dapat dia lakukan untuk bisa menghilangkan Devan dari otaknya.
Gemas dengan sikap Alatha yang malah tidak sadar situasi dan kondisi, Anna akhirnya mengetuk pelan kening Alatha menggunakan pena yang tadi dia ambil dari meja Alatha, "ya ampun Alatha, gak peka banget sih lo jadi orang? Lo gak liat apa muka kita-kita panik bin cemas begini? Masih aja makanan lo pikirin." Ucap Anna tidak tertahankan lagi.
Alatha yang tidak tahu apa-apa tapi malah mendapat respon berlebihan dari Anna barusan lantas segera mengerutkan keningnya heran, "loh apa sih, Ann? Aneh deh. Ko jadi gue yang diomelin? Ada apa sih sebenernya?"
Anna dan kedua temannya saling pandang selama beberapa saat, kemudian kembali menatap Alatha dengan pandangan yang berubah menjadi serius, "Tha, Ibunya Devan meninggal." Ucap Anna yang lantas membuat kernyitan di dahinya sirna berganti dengan kedua alis matanya yang terangkat samar.
"Ann, lo jangan bercanda deh, gak lucu." Ucap Alatha menganggap ucapan Anna barusan hanya sebatas gurauan semata.
Anna mendecak samar lalu kembali berkata, "Tha, gue tau gue orangnya emang suka bercanda, tapi gak mungkinlah gue bercanda buat hal-hal kayak gini." Kata Anna lagi. Namun Alatha hanya menggeleng-gelengkan kepalanya mencoba untuk tidak menghiraukan ucapan Anna yang menurutnya hanya sebuah lelucon buang-buang waktu karena hal itu membuatnya teringat lagi pada cowok itu.
"Tha, itu semua bener. Ibunya Devan meninggal." Kali ini Nela angkat suara, "gue baru dapet kabar dari Maxime, katanya wali kelasnya tadi kasih kabar duka dari Ayahnya Devan yang bilang kalau Ibunya meninggal," katanya lagi, "anak-anak yang mau ngelayat diperbolehin ikut, terutama yang deket dan kenal sama Devan." Ucap Nela yang malah membuat bibir Alatha malah mendadak kelu seketika. Terasa seperti ada lem yang membuat permukaan bibirnya yang membuatnya tidak dapat bergerak untuk bersuara.
Ibunya Devan meninggal? Alatha meng-erjapkan matanya beberapa kali. Rasanya baru kemarin dia dan Devan bersama-sama datang menjenguk kini kabar buruk datang secara mengejutkan. Alatha bergeming. Membiarkan pikirannya dan perasaannya tenang untuk sementara waktu. Jujur saja satu-satunya pertanyaan yang langsung terlintas begitu saja di pikirannya saat mendengar kabar buruk ini adalah apakah Devan baik-baik saja? Sungguh pertanyaan yang bodoh memang, bagaimana mungkin ada orang yang akan baik-baik saja ketika ditinggal oleh orang tersayangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Struggle
Teen Fiction[TAMAT] Dia dingin, posesif, sulit ditebak seperti cuaca dan terkesan angkuh. Dunianya begitu abu-abu, sampai akhirnya dia menemukan seseorang yang membuat dunianya menjadi lebih hidup. Alatha. Seorang gadis yang ternyata mampu menaklukan hatinya ya...